Lho? Mana kopinya? kalau ini sih sebab gelasnya bocor.... :p |
TERNYATA sejak zaman baheula hingga zaman uh sya la la saat ini, aku sangat menyukai coffee break. Malah boleh dibilang, sedikit tergila-gila padanya. Tapi hanya sedikit lho, ya. Tidak sepenuhnya tergila-gila. Masih termasuk ke dalam kelompok terwaras-waras nyaris full.... #Eh? Cuma nyaris?
Jadi tiap kali datang ke suatu acara, yang kuduga ada coffe break-nya, aku selalu H2C (= Harap-Harap Cemas). Isi H2C-ku: Ada coffee break-nya atau tidak, ya? Haha! Tentunya pula H2C-ku terdesain elegan. Tidak celingak-celinguk sarkasme. Aku toh pernah mengambil mata kuliah Teori Drama. Maka lumayan mampu berakting lah yaa.... #SokNgartisSokNyinetron
Yeah! Begitulah adanya diriku. Kok bisa ya sampai terobsesi pada coffee break? Entah sampai kapan? Eh! Tunggu, tunggu. Terobsesi di sini masih dalam batas normal lho, ya. Bukan terobsesi yang tingkat tinggi, yang sampai norak-norak bergembira begitu. Katakanlah, ini sebuah obsesi yang terukur.
Aku sendiri tak paham mengapa diriku sampai segitunya terhadap coffee break. Kalau kupikir-pikir secara lebih mendalam, bukan sebab kopinya. Bukan karena kue-kue pelengkapnya. Bukan pula karena gretongannya (kalau pas datang ke acara berbayar dan aku bisa free).
Lalu? Sepertinya gegara suasana dan peranti minumnya, deh. Minum kopi di warkop atau kafe tentu lain suasana dengan minum kopi dalam sesi coffee break di suatu acara. Apalagi dengan minum kopi di rumah. Sensasinya beda, dong. Paling tidak, minum kopi dalam sesi coffee break mempergunakan cangkir yang jauh lebih bagus daripada cangkirku sendiri.
Akan tetapi, suatu ketika aku pernah kecewa terhadap coffee break. Kala itu aku hadir ke suatu acara untuk "belajar". Setelah beberapa jam mendengarkan paparan para pembicara, tibalah saatnya untuk coffe break. Maka dengan langkah antusias aku menuju meja hidangan. Setelah mengambil kue pelengkap, aku sigap mengantre di belakang seseorang untuk menuang kopi.
Eh? Tapi kok aroma yang menguar dari cangkir orang yang di depanku bukan aroma kopi? Sebab penasaran, aku beringsut ke depan. "Lho? Bukan kopi toh, Mas?" Tanyaku seraya melongok ke cangkirnya. Ya, memang bukan kopi melainkan teh. Jadi, aku berpindah ke meja minuman yang satunya. Sebab tak ada antrean, aku langsung menuangkan isi jumbo ke cangkirku.
Oh la la! Ternyata teh juga! Dan kenyataannya, tak ada jumbo yang ketiga. Tapi untuk meyakinkan diri, aku bertanya pada petugas yang berwenang. "Kopinya di mana, Mas?"
Sungguh, jawabannya bikin aku patah hati. Ini jawabannya, "Mohon maaf, kami memang tidak menyediakan kopi."
Oalaaah.... Baru kali ini aku terlibat dengan sesi coffee break yang tidak melibatkan kopi sama sekali. Haha!
MORAL CERITA:
Peristiwa ini bikin aku mempertanyakan ulang makna dari sebuah sesi coffee break. Apakah pakemnya harus ada kopinya ataukah boleh tidak melibatkan kopi sama sekali?
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!