TANPA perencanaan jauh-jauh hari sebelumnya, Hari Kartini 2017 justru diperingati dengan meriah di kampungku. Seluruh penghuni kampung terlibat. Baik sebagai panitia super sibuk maupun sebagai penggembira saja. Keterlibatan mereka pun terlihat ikhlas dan antusias. Lalu, bagaimana dengan keterlibatanku? Hmmm. Sejujurnya aku terlibat dengan galau.
Bagaimana, ya? Sebuah acara yang diselenggarakan dalam rangka Hari Kartini, tapi semangat Kartininya malah tiada. Beneran, lho. Tak ada sama sekali. Kulihat dari sisi mana pun, acara yang diselenggarakan tidak nyambung dengan semangat Kartini. Kami tuh cuma berpakaian tradisional
(bagi yang mau), berjalan kaki mengelilingi kampung sendiri dan
sebagian kampung tetangga, dan menikmati nasi megono bersama-sama.
Jadi sesungguhnya, lebih tepat kalau yang kami lakukan disebut karnaval budaya. Karnaval budaya yang mendompleng momen Hari Kartini. Bukan karnaval budaya dalam rangka peringatan Hari Kartini. Ish, ish. Ribet amat kedengarannya. Kalau isi pikiranku ini kusampaikan kepada para warga, tentu aku di-bully.
Maka tak ada pilihan lain bagiku. Satu-satunya cara agar tak merasa jengah bin galau ya sekalian nyemplung ke dalam kesesatan. Haha! Eit, eit. Jangan salah paham, lho. Maksudku kesesatan adalah kesesatan dalam hal pemaknaan dan semangat acara. Bukan kesesatan yang lain.
Tiap warga bebas menentukan kostum masing-masing |
Sang mayoret |
Sang dalang batita |
Panglima Sudirman? |
Woww |
Mereka adalah peserta yang paling terorganisir |
Apa boleh buat, apa boleh buat? Meskipun ikut berpartisiasi aktif sebagai peserta karnaval, sesungguhnya hatiku terbelah. Hatiku serasa menjerit penuh tanya, "Di mana nilai emansipasi yang diperjuangkan Kartini? Pada poin karnaval yang mana kami mengenang perjuangan Kartini itu?"
Sudahlah. Apa yang terjadi di kampungku sebenarnya pun banyak terjadi di kampung lain. Ya. Apa boleh buat? Peringatan Hari Kartini acap kali diselenggarakan dengan cara yang kurang sesuai dengan perjuangan Kartini. Dan, hatiku makin terbelah manakala acara pamungkas yang digelar adalah karaoke dangdutan ...
MORAL CERITA:
Kita acap kali terpaksa mengikuti kegiatan yang tak sreg di hati; demi sesuatu yang disebut hubungan baik antarwarga sekampung.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!