Senin, 21 Juli 2025

Tentang Ditutupnya Plengkung Gading

6 komentar

HALO, Sobat Pikiran Positif? Kali ini aku hendak bercerita tentang Plengkung Gading yang ada di Kota Yogyakarta. Yang sejak tanggal 15 Maret 2025 ditutup total. Tidak boleh lagi dilewati, baik dengan kendaraan maupun sekadar berjalan kaki.

Tentu saja penutupan itu sangat berdampak bagi warga sekitar. Termasuk aku tentunya. Suka tidak suka, mengeluh tidak mengeluh, berhubung kami rakyat jelata tiada tara ... yo wis. Ya, sudah. Kami nikmati saja segala dampak tidak mengenakkan yang ada. 

Semengeluh apa pun kalau faktanya Plengkung Gading ditutup ya tetap saja tertutup. Tidak bakalan dibuka sedikit pun kalau keputusan Kraton Yogyakarta adalah menutup total selamanya. 

Dengan demikian, masyarakatlah yang mesti menyesuaikan diri. Misalnya temanku yang rumahnya di timur kraton. Dulu kalau hendak naik bus tinggal berjalan kaki sebentar ke selatan. Ke halte dekat Plengkung Gading. Sekarang? Harus berjalan kaki lebih jauh ke halte lain kalau hendak naik bus. 

Apakah dia ngedumel? Pasti, dong. Sayang sekali ngedumel tidak membuatnya sanggup menembus tembok penutup Plengkung Gading. Jadi kalau tak mau lelah berjalan kaki ke halte yang lebih jauh, dia naik ojek daring. Konsekuensinya harus keluar duit lebih banyak.

Lihatlah. Bukankah itu bukti bahwa memelihara rasa tidak suka dan selalu mengeluh sama sekali tidak bisa menjadi solusi? Malah lama-kelamaan capek sendiri. Belum lagi kalau dihujat oleh orang-orang yang tidak terdampak sebab tidak tinggal di sekitar Plengkung Gading. 

Begitulah adanya. Dampak tidak mengenakkan penutupan Plengkung Gading memang cuma dirasakan orang-orang yang berdomisili di sekitarnya. Selain yang tinggal di sekitaran situ aman-aman saja. Tidak perlu menyesuaikan diri sebab tidak terdampak.

Ngomong-ngomong, kalian tahu lokasi Plengkung Gading atau tidak? Yang warga Yogyakarta pasti tahulah, ya. Pun, yang bukan orang Yogyakarta namun sering beredar di kawasan Sumbu Fìlosofi. Nah. Buat kalian yang belum tahu, mari aku jelaskan.

Begini. Plengkung Gading yang bernama resmi Plengkung Nirbaya berlokasi di sebelah selatan Kraton Yogyakarta. Jadi kalau dari KRATON YOGYAKARTA, kamu tinggal berjalan sebentar ke arah selatan. 

Bisa banget berjalan kaki menyusuri jalan seputaran PASAR NGASEM (yang sedang viral sebagai tempat kulineran), lalu melewati gerbang TAMAN SARI WATER CASTLE, kemudian setelah sampai di Alkid (alun alun kidul) belok kanan dan ... akhirnya tepat di depanmu adalah Plengkung Gading. 

Sebelum ditutup total, Plengkung Gading termasuk rute jalan yang ramai. Betapa tidak ramai? Plengkung Gading 'kan menjadi semacam jalan pintas bagi warga yang berdomisili di luar tembok Kraton Yogyakarta bagian selatan, jika hendak pergi ke berbagai tujuan penting yang berlokasi di dalam tembok kraton. Pun, yang ada di luar tembok kraton bagian utara. 

Antara lain Alkid, Altar/Altara, Pusat Gudheg Wijilan, Museum Kereta, Kraton Yogyakarta, Taman Sari, Titik Nol, Kantor Pos Gede, Malioboro, Pasar Beringharjo, Pasar Kluwih, Pasar Ngasem, SMPN 16 Yogyakarta, SMP Muhammadiyah 5 Yogyakarta, dan beberapa SD Negeri yang berada di dalam tembok kraton. 

Pun, Plengkung Gading itu menjembatani silaturahmi antara anak dan orang tua serta hubungan di antara kerabat secara umum. Hal ini terjadi pada tetangga depan rumah. Salah seorang putrinya tinggal di selatan Plengkung Gading. Dahulu rute mereka dekat kalau hendak saling kunjung. Sekarang rutenya berganti dan menjadi lebih jauh. 

Demikianlah faktanya. Kondisi Plengkung Gading dan sekitarnya kini tak lagi sama. Terlebih sekarang sedang dalam proses revitalisasi. Yang apa pun dan bagaimanapun hasilnya nanti, tidak bakalan bikin Plengkung Gading dibuka untuk umum lagi.

Aku punya informasi menarik terkait Plengkung Gading. Informasinya terkait larangan untuk melewati Plengkung Gading. 

Semasa hidup,  Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat yang sedang berkuasa tidak boleh melewati Plengkung Gading. Barulah kelak saat meninggal dan hendak dimakamkan di Imogiri, jenazahnya dilewatkan situ. Imogiri memang terletak di wilayah selatan DIY.

Sebaliknya, rakyat jelata bebas seliweran  melewati Plengkung Gading semasa hidup. Tentu itu dulu, ya. Sebelum ada pelarangan Maret lalu. 

Sementara saat meninggal dunia, jenazah rakyat jelata tidak boleh dilewatkan Plengkung Gading. Sekalipun rumahnya mepet plengkung dan kuburannya cuma sedikit di selatan plengkung, tak ada dispensasi. Pokoknya harus memutar rute. 

Apakah aturan pelarangan itu dipatuhi? Iya. Sejauh pengetahuanku memang dipatuhi. Minimal satu bukti nyata ada di depan hidungku. 

Kurang lebih 3 tahun lalu seorang teman kuliahku meninggal dunia sebab sakit. Rumahnya di njero beteng. Di dalam tembok kraton. Tak jauh dari Plengkung Gading. 

Namun, jenazahnya dilewatkan Pasar Ngasem ke barat. Kemudian keluar tembok kraton, barulah kembali ke timur dan kemudian ke selatan karena pemakaman di Bantul. Adapun Bantul terletak di selatan Kota Yogyakarta.

Sebagai penutup, aku ingin memastikan sesuatu. Jangan-jangan pemahaman kalian tentang Plengkung Gading masih rancu. Jadi agar tak rancu, silakan cermati foto di bawah itu. 

Pada banner ada foto sebuah bangunan putih dengan pintu berbentuk lengkungan. Itulah yang disebut Plengkung Nirbaya atau yang lebih dikenal sebagai Plengkung Gading. Mengapa "gading"? Sebab warnanya putih; merujuk pada warna gading pada umumnya.


Gimana? Seru 'kan ngobrolin Plengkung Gading? Jika Allah Swt mengizinkan, aku akan menulis tentang masa lalu (baca: sejarah) Plengkung Gading. Mau baca jugakah? 😁😀




Senin, 30 Juni 2025

Cerita Sarkem Yogyakarta

17 komentar

HALO, Sobat Pikiran Positif? Apakah kamu sedang tertawa-tawa gara-gara melihat foto yang kusematkan di tulisan ini? Hayo, ngaku saja.

Kalau kamu tertawa, penyebabnya apa? Sebab membaca papan nama jalan yang ada di belakangku? Sebab menertawakan dua pria yang numpang pose saat aku berfoto?

Kalau kamu tertawa sebab membaca papan nama jalan, yaitu Jl. Pasar Kembang, kusimpulkan bahwa kamu remaja zadoel yang tinggal di Yogyakarta dan sekitarnya.

Kuberani menyimpulkan pula bahwa kamu bisa menangkap semangat keisenganku dengan berpose di situ. Tepat di ujung jalan itu. Jalan Pasar Kembang Yogyakarta.

Kalau kamu tertawa sebab dua pria yang berdiri dekat papan nama jalan itu, merasa geli karena mereka diam-diam numpang pose saat aku berpotret, kamu benar!

Mereka memang oknum yang bikin bocor fotoku. Lama ditunggui enggak kunjung pindah. Alhasil, terpaksalah aku berfoto dengan latar belakang mereka.

Hmm. Aku curiga. Sepertinya mereka memang ingin berfoto di dekat papan nama itu. Lalu, fotonya bakalan dipamerkan di medsos atau WA Story.

Cermatilah. Dari segi tampang, mereka kurang lebih segenerasi denganku. Jangan-jangan mereka juga menangkap semangat keisenganku berfoto di situ? Jadi intinya, kami sama-sama iseng berpose di ujung jalan keramat. Eh, Jalan Pasar Kembang.

Sampai di sini, tentu kamu dan kamu yang tak paham Pasar Kembang merasa bingung. Ada apa dengan Pasar Kembang? Bukankah tak ada yang salah?

Iya. Sesungguhnya tak ada yang salah. Jalan di sebelah selatan Stasiun Yogyakarta itu, dahulu memang dipenuhi penjual kembang. Yakni kembang-kembang yang biasa dipakai untuk nyekar. Nyekar adalah pergi ke makam (berziarah).

Akan tetapi, di situ juga merupakan tempat mangkal para "kembang". Kupu-kupu malam. Jadi, selain ada kembang ada pula "kembang".

Begitulah faktanya. Hingga akhirnya kawasan tersebut terkenal sebagai tempat prostitusi legendaris di Yogyakarta. Terkenalnya dengan nama Sarkem alias Pasar Kembang.

Dengan demikian, generasi zadoel pasti senyum-senyum jika mendengar nama Sarkem disebut-sebut. Syukurlah generasi zaman now tidak relate lagi. Yang berarti, Sarkem kini telah kehilangan pamor. Tidak lagi tenar meskipun de facto masih eksis.




Senin, 23 Juni 2025

Mereka Sarapan di Plaza Ngasem

32 komentar




HALO, Sobat PIKIRAN POSITIF? Semoga kalian sedang merindukan tulisan baru dari blog ini. Setelah beberapa waktu tidak mengunggah tulisan baru akibat manajemen waktuku yang buruk (gara-gara fokus menulis di tempat lain), syukurlah kali ini aku siuman.

Semoga sejak sekarang aku kembali disiplin mengunggah tulisan baru. Hiks ... hiks .... Jadi teringat Komunitas 1M1C (1 Minggu 1 Cerita). Jujur saja. Komunitas itulah yang menjadi pengontrol kedisiplinanķu untuk selalu mengunggah minimal satu tulisan tiap minggunya.

Baik. Sekarang, mari mulai ngomongin kulineran di Pasar (Plaza) Ngasem Yogyakarta. Tunggu, tunggu. Mungkin kalian bingung. Kok aku menulis Pasar (Plaza) Ngasem? Sebenarnya pasar atau plaza?

Keduanya benar. Pasar  Ngasem ada. Plaza Ngasem juga ada. Keduanya berada di dalam satu kompleks. Plaza Ngasem terletak di bagian belakang Pasar Ngasem. Nah. Pusat kulinerannya di Pasar Ngasem. Sementara Plaza Ngasem adalah tempat asik untuk menikmati jenis kuliner yang telah dipilih untuk sarapan.



Baca juga: 
Sebuah Tempat Bernama Plaza Ngasem Jogja

Tiap akhir pekan Pasar Ngasem berikut plazanya ramai. Banyak orang sepedaan yang singgah buat rehat di situ. Sekalian cari sarapan. Begitu pula orang-orang yang jogging atau PPJ sepertiku. Yang sengaja datang semata-mata untuk sarapan pastinya juga ada (biasanya ini dari kalangan wisatawan).

Akan tetapi, Ahad kemarin sungguh mengejutkanku. Ramainya jauh di atas normal. Melebihi yang selama ini pernah kulihat. Kejutan sekali. Itulah sebabnya aku sempat terhenyak ketika pertama kali memasuki area plaza. Sampai-sampai bertanya pada diri sendiri, "Sudah berapa abad aku tak masuk ke Pasar (Plaza) Ngasem? Kok berubah sangat komersil begini?"

Sejauh mata memandang, penuh wisatawan yang sedang sarapan. Bahkan, panggung juga penuh orang yang sedang makan. Aku dan temanku betulan tak bisa ikutan nyempil duduk. Luar biasa memang. O, ya. Selain pengunjungnya yang bertambah banyak, lapak penjual makanannya juga bertambah banyak. Entah sejak kapan. Rasanya belum lama aku dari situ, lho. Kok bisa-bisanya "kecolongan info". 




Ya sudah. Kami batal rehat di Plaza Ngasem. Mau selonjoran di mana? Memutuskan langsung melanjutkan PPJ. Rehatnya sekalian nanti saja di Titik Nol, yakni spot terakhir yang kami sepakati.

Namun, pastinya kami jajan dulu di Pasar Ngasem. Tidak dimakan di situ, tetapi dibawa pulang. Itu pun antrenya desak-desakan. Tak seperti biasanya.



Mungkin kalian bertanya-tanya. Kalau kulineran ke Pasar (Plaza) Ngasem menunya apa saja? Ada banyak menu, dong. Antara lain apem beras, carabikang, bakpia hangat, jenang gempol, aneka jenang manis, mie lethek, mie pentil, miedes, bubur krecek, nasi jagung, growol, bakmi capjek, pecel bakmi, lontong opor, sega liwet, brongkos koyor, gudeg, mangut lele, lodeh, bobor bayam/kelor, oseng pare, oseng kikil, dan wedang sendhang ayu.

Wow! Sudah banyak sekali, ya? Belum kusebut semua, lho. Hehehe ... Demikianlah adanya. Semoga cerita ini bikin kalian baper dan laper. Kemudian tergerak untuk langsung berkunjung ke Pasar (Plaza) Ngasem Yogyakarta.


Minggu, 18 Mei 2025

Long Weekend di Malioboro

42 komentar



HALO, Sobat Pikiran Positif? Mungkin kalian telah membaca tulisanku sebelumnya (di blog ini juga), perihal Malioboro yang sepi. Dalam tulisan tersebut kurang lebih aku mempertanyakan, "Tumben Malioboro sepi. Ada apa?"

Tatkala itu aku bertanya-tanya sebab kepo. Sabtu siang sampai sore aku nongkrong di Malioboro dan pindah-pindah spot, tetapi sami mawon (bahasa Jawa yang artinya 'sama saja'). Semua sepi. Tidak terasa atmosfer akhir pekannya. 

Semula aku berpikir bahwa penyebabnya krisis ekonomi. Sebab takut dengan pikiran tersebut, akhirnya kuhibur diriku sendiri. Berusaha berpikir positif bahwa para wisatawan bukannya tidak ada. Mereka cuma belum tiba di Malioboro. 

Aku di situ 'kan sampai sore saja. Tidak sampai malam. Mungkin ketika aku pulang dari Malioboro, para wisatawan baru berdatangan. 

Eh, ternyata ada salah satu komentar di blog yang justru membenarkan bahwa saat itu Malioboro memang sepi. Sampai-sampai sang komentator berpikiran bahwa dia dan teman-temannya kepagian datang.
 
Tentu saja saya menjadi masygul. Ada apa dengan Malioboro? Kok tidak mampu mendulang banyak wisatawan? Karena krisis ekonomikah? Sebab tak lagi menarikkah?

Hingga akhirnya seminggu kemudian, datanglah long weekend. Syukurlah suasana long weekend di Malioboro sungguh semarak. Padat pengunjung. Iya, Malioboro kembali ramai.

Terlebih Hamzah Batik pun telah usai masa berkabungnya. Sudah kembali menyelenggarakan pentas kesenian di berandanya. Sebagaimana yang tampak dalam foto di atas. 

Alhasil, makin hiduplah suasana liburan akhir pekan yang panjang di Malioboro. Alhamdulillah tatkala itu cuaca juga mendukung. Hujan yang membadai direhatkan dulu oleh-Nya Swt.

Ngomong-ngomong, kamu bisa menonton versi reel dari foto di atas di @agustinapurwantini , ya. Semoga suka. 


 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template