TERLEPAS dari segala kontroversinya, Pramoedya Ananta Toer harus diakui sebagai sosok penulis bermutu yang pernah dimiliki Indonesia. Betapa tidak? Pada suatu masa dalam hidupnya, hampir tiap tahun ia dinominasikan untuk menerima hadiah Nobel bidang sastra. Bagaimana bisa? Sebab karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Lalu, mengapa orang tertarik menerjemahkan karya-karya Pram? Karena pertimbangan mutu tentunya. Ya, mutu beserta visinya.
Kita mafhum bahwa nama Pram selalu terkait dengan peristiwa G30S/PKI. Kita juga mafhum bahwa Pram telah menghabiskan banyak waktu di bui gara-gara peristiwa itu. Keterkaitannya dengan Lekra telah membuat Pram terlunta-lunta. Bukan hanya fisiknya yang terbelenggu; tulisan-tulisannya pun dirampas--dibakar. Nah, loh! Adakah yang lebih menyakitkan bagi seorang penulis daripada pemusnahan terhadap tulisan-tulisannya; hasil pemikirannya?
Maka wajar jika Pram mengatakan dengan geram, "Seluruh isi perpustakaan saya dibakar. Pembakaran naskah tersebut adalah hal yang tidak akan bisa saya maafkan! Pembakaran buku sama dengan perbuatan setan. Hal ini menunjukkan betapa rendahnya budaya mereka. Bertolak-belakang dengan budaya menulis karena merupakan kerja kreatif."
Delapan naskah Pram yang tak ternilai juga dihancurkan militer. Kedelapan naskah tersebut adalah: tiga buku serial Kartini, satu kumpulan tulisan asli Kartini yang tersebar di majalah-majalah Belanda, sebuah buku mengenai sejarah bahasa Indonesia, dua volume lanjutan dari buku Gadis Pantai, dan sebuah naskah lagi yang Pram sendiri lupa tentang apa. Sialnya pada saat itu Pram sudah ditahan sehingga dia tak bisa berbuat apa pun untuk menyelamatkan naskah-naskah tersebut. Padahal, naskah-naskah itu belum diterbitkan. Tuduhan komunis pada diri Pram pun membuat penerbit Indonesia takut menerbitkan karya-karyanya.
Maka wajar pula jika Pram mengaku trauma. Katanya, "Penghancuran naskah tersebut adalah hal yang paling menyakitkan dan sangat traumatis. Saya masih merasakan kepedihan itu sampai sekarang. Kalau saya ingat apa yang terjadi, saya masih merasa sangat kesakitan, terutama karena saya tahu bahwa saya tidak akan pernah bisa menulis kembali buku-buku itu...." Yeah, apa pun alasannya tindakan pembakaran itu memang tak bisa dimaafkan. Sungguh sebuah aksi barbar! Sebab buku merupakan gudang ilmu; tulisan adalah buah pemikiran yang berbudaya.
Total 14 tahun Pram dipenjarakan. Selama 4 tahun pertama ia dipindahkan dari satu bui ke bui lain; 10 tahun sisanya ia ditempatkan di Pulau Buru. Selama ditahan Pram tak pernah diinterogasi ataupun diproses secara verbal. Dan memang sampai dibebaskan, tak pernah ada pengadilan baginya. Ia memang beruntung bisa keluar penjara hidup-hidup. Konon, banyaknya tekanan dan sorotan dunia internasional adalah penyebabnya. Begitulah. Pemerintah Indonesia rupanya tak mau ambil risiko dengan melenyapkan Pram.
Kritik Pram terhadap negerinya memang pedas. Namun, itu bukanlah isyarat bahwa ia tidak mencintai tanah airnya. Justru sebaliknya, kritikan itu menunjukkan kepeduliannya pada Indonesia. Ia tak ingin Indonesia dalam proses pembusukan terus-menerus. Jika tidak mencintai Indonesia, mana mungkin ia mau berpikir tentang Indonesia, bahkan mau tetap tinggal di Indonesia? Padahal, banyak tawaran untuk hidup jauh lebih layak di luar negeri sana.
Itulah seorang Pramoedya Ananta Toer; yang di masa-masa akhir hidupnya masih menggambarkan kehidupannya sebagai "terasing di negeri sendiri". Ia ... masih terbakar amarah sendirian ketika memikirkan Indonesia. Nah! Kalau begitu, apa yang sebenarnya harus ditakutkan dari seorang Pram?
Itulah seorang Pramoedya Ananta Toer; yang di masa-masa akhir hidupnya masih menggambarkan kehidupannya sebagai "terasing di negeri sendiri". Ia ... masih terbakar amarah sendirian ketika memikirkan Indonesia. Nah! Kalau begitu, apa yang sebenarnya harus ditakutkan dari seorang Pram?
------------------
Resume dari buku SAYA TERBAKAR AMARAH SENDIRIAN! (Pramoedya Ananta Toer dalam Perbincangan dengan Andre Vitchek & Rossie Indira)
Penyunting : Candra Gautama & Linda Christanty
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Tahun Terbit : 2006
ISBN : 979-91-0040-2
Hlm : 131+XXX
saya rasa kalau di tuliskan lebih panjang lagi, akan lebih menarik untuk di baca, namun saya suka ceritanya, mantap (y)
BalasHapusYup Mas, makasih telah singgah, insya Allah lain kali saya tulis lagi tentang beliau :)
HapusIya bu. Mungkin narasinya ditambah lagi tambah greget. Hiks
BalasHapuswuaduhh...klo ditambak teruss ntar jadi buku dongg
Hapus