KONTRADIKSI SATU
SESAAT lalu keponakan suami (yang berarti juga keponakanku) datang. Ia hendak konfirmasi soal printing job alias urusan cetak-mencetak dengan suami. Biasalah. Mereka memang terlibat bisnis jasa cetak. Kebetulan saat ini order cetak yang mereka dapat berupa piring kertas. Yup! Piring kertas untuk produk fried chicken dan burger lokal.
Sembari mendampingi putri kecilku nonton TV, aku perhatikan mereka. Suamiku dan keponakannya tampak serius berdiskusi. Bersenjatakan penggaris, pena, kertas, kalkulator, dan komputer mereka menentukan ukuran dan desain piring kertas tersebut. Urusan semacam itu memang butuh ketelitian dan kecermatan; agar penggunaan bahan bakunya efisien (hemat), agar bentuk jadinya tepat sesuai dengan keinginan sang pengorder.
Yeah... pokoknya bagiku urusan ukur-mengukur kayak gitu sungguh memusingkan deh! Otakku gak nyampai. Eh, tiba-tiba aku terhenyak mengingat sesuatu. "Mas! Kalian pusing-pusing mikirin ukuran, ntar kalau orang selesai makan ya cuma dibuang tuh piring." Suami dan keponakan spontan menoleh padaku. Kata keponakan, "Iya. Bener juga sih... Tapi kita bakal gak dapet order cetak lagi kalau sembarangan bikin piringnya. No order, no money. Mau makan apa kita niiihhh? Hehehe...."
Maka kami pun tertawa mengingat kontradiksi itu.
Iya yah,
BalasHapussama seperti kita bikin undangan nikahan,
dulu bapakku lihat detail banget rancangan undangan nikahanku,
ejaan, tata bahasa, huruf besar/kecil, kalimat formal, gelar, dll.
Demi supaya yg terima undangan itu merasa diagungkan dan dihargai.
Padahal banyak juga yg terima undangan, lihat nama yg nikah, anaknya siapa, kapan acaranya, trus... dibuang. :P
wah keduluan mbak monic nih, gak jadi deh pertamax... wis ora opo2, nomor loro...
BalasHapushehe...knapa ya komen mb Monic dan mas Rahman malah gak aku tanggepin dulu ituu??? #tepokjidat
BalasHapus