PEMILU 2014 yang berlangsung 9 April ini pada akhirnya meninggalkan kesan tersendiri bagiku. Aku gak dusta kok, beneran berkesan. Buktinya aku sampai menulis sesuatu terkait dengannya di blog ini. Padahal, aku sama sekali gak antusias lho dalam menyambut kedatangannya. Insya Allah aku lebih antusias dalam menyambut kedatangan bulan Ramadhan (hmm, sok religius). Yeah... sudah kubilang 'kan di tulisan terdahulu (di blog ini juga) bahwa aku lebih antusias menunggu-nunggu pelaksanaan putaran final Piala Dunia by FIFA daripada menunggu PEMILU?
Lalu, bagaimana jalan ceritanya kok sampai aku pada akhirnya merasa terkesan? Begini. Pagi hari tanggal 8 April 2014, sembari nunggu detik-detik berangkat ke sekolah, Adiba sambil nyemil tali sepatu bilang kepadaku, "Bunda mau nyoblos apa besok?"
Wowww, sebuah pertanyaan bernuansa politik nih. Demikian lintasan pikiran di benakku waktu itu. Sudah pasti aku gak sanggup menjawab pertanyaan tersebut. Lha wong berniat golput....wkwkwkwk.... Dasar jujur dan tak berbakat jadi pendusta, aku berkata terus terang seterang lampu merk P*****ps, "Masih bingung, Nak. Semuanya kok gak ada yang membuat Bunda sangat tertarik. Orang-orangnya tak banyak yang Bunda tahu. Mereka orang baik atau tidak?"
Wowww, sebuah pertanyaan bernuansa politik nih. Demikian lintasan pikiran di benakku waktu itu. Sudah pasti aku gak sanggup menjawab pertanyaan tersebut. Lha wong berniat golput....wkwkwkwk.... Dasar jujur dan tak berbakat jadi pendusta, aku berkata terus terang seterang lampu merk P*****ps, "Masih bingung, Nak. Semuanya kok gak ada yang membuat Bunda sangat tertarik. Orang-orangnya tak banyak yang Bunda tahu. Mereka orang baik atau tidak?"
"Begini saja. Bunda milih yang setahunya saja walaupun tahu sedikit. Pilih yang orangnya rajin shalat ya. Ada toh yang Bunda tahu? Kalau orang yang shalat 'kan berarti cinta Allah. Kalau jahat ya cuma sedikit, lalu takut sama Allah lagi. Pokoknya yang penting Bunda nyoblos. 'Kan diundang. Dulu Bunda bilang, mendatangi undangan itu wajib hukumnya. Nanti dosa lho kalau gak datang."
Adiba mengucapkan semuanya dengan mimik muka serius, seserius saat dia meminta uang jajan lebih. Aku pun terpana! Subhanallah.... Tampaknya ia sedang mengemukakan pendapatnya yang diramu dari serangkaian pembicaraan kami berdua yang kadang kala terdengar gila-gilaan tapi sesungguhnya beneran. Tatabahasanya kok memukau. Ckckck.... Terima kasih Ya Allah, bidadari kecilku kadang-kadang secara ajaib pandai menyusun kata.
Maka di pagi hari tanggal 9 April 2014, pukul 06.55 WIB, aku sudah bersiap diri untuk melangkahkan kaki menuju TPS 17 Kelurahan Patangpuluhan Kecamatan Wirobrajan Kodya Jogja. Niatan bersepeda ria. Ehh, begitu membuka pintu kok rinai hujan menderai lumayan deras. Maka kuputuskan hendak naik becak saja. Lalu aku berjalan keluar gang dengan berpayung ria, hendak cari becak yang suka mangkal di perempatan. Ndilalah kok tiada becak satu pun yang mangkal di perempatan.
Walhasil di tengah hujan nan menderai aku berjalan dengan langkah bersemangat menuju TPS nun jauh di sana. Di samping bukan pendusta, aku bukanlah seorang pengeluh. Maka kunikmati saja semuanya. Lillahi ta'ala dengan niat untuk menggugurkan kewajiban mendatangi undangan. Bukan sekadar demi tersematkannya gelar WNI yang baik dan benar di dada. Wah, aku jadi terharu pada diriku sendiri. Agak absurd memang.... ^-^
Walhasil di tengah hujan nan menderai aku berjalan dengan langkah bersemangat menuju TPS nun jauh di sana. Di samping bukan pendusta, aku bukanlah seorang pengeluh. Maka kunikmati saja semuanya. Lillahi ta'ala dengan niat untuk menggugurkan kewajiban mendatangi undangan. Bukan sekadar demi tersematkannya gelar WNI yang baik dan benar di dada. Wah, aku jadi terharu pada diriku sendiri. Agak absurd memang.... ^-^
Sesampainya di tempat tujuan aku kembali terharu. Sepagi itu dan TPS sudah penuh. Antrean mengular. Para calon pemilih pun berpakaian dan berdandan rapi, bahkan ada yang niat banget pakai sepatu persis kayak mau ke kondangan. Aku duduk di sebelah seorang kakek yang tampaknya nyaris pikun. Di seberang sana tampak segerombolan kakek dan nenek. Mereka duduk tertib sambil mengobrol sesekali. Mungkin saja ngobrolin tentang EXO atau AKB 48.
Ketika tengah antre itu aku kepikiran pada mereka yang memilih golput. Menerima undangan milih tapi menyia-nyiakannya. Sementara di sisi lain, ada yang tak memiliki undangan buat ke TPS tapi niat banget milih, bela-belain datang jam duabelas siang nunggu kalau-kalau ada sisa kartu suara. Kalau "bejo" ya berkesempatan milih. Kalau masih tak kebagian sisa kartu suara juga, berarti ya tidak "bejo".
Hehehe... Aku gak ingin menghujat mereka yang golput kok. Lha wong aku sendiri datang ke TPS, jika ditelusuri secara motivasi politik pun gak jelas... wkwkwk... Niatanku 'kan mendatangi undangan. Kuanggap saja aku sedang mendatangi undangan manten (Apalagi pulangnya aku ngembat sekantong kresek makanan dari rumah kerabat; makin menjiwai sebagai undangan manten toh???).
Hehehe... Aku gak ingin menghujat mereka yang golput kok. Lha wong aku sendiri datang ke TPS, jika ditelusuri secara motivasi politik pun gak jelas... wkwkwk... Niatanku 'kan mendatangi undangan. Kuanggap saja aku sedang mendatangi undangan manten (Apalagi pulangnya aku ngembat sekantong kresek makanan dari rumah kerabat; makin menjiwai sebagai undangan manten toh???).
Setelah antre lama, tibalah giliranku untuk masuk bilik suara. Lagi-lagi aku terharu. Di salah satu kartu suara itu ada nama seseorang yang pernah mengharu biru pendapatanku. Untung hanya tertera nama, tanpa foto, sehingga tak kulihat senyuman nan menggunting itu. Aku terharu sekaligus tertawa ngakak sebetulnya. Tak kusangka diriku ini termasuk di wilayah dapilnya. Ini sesuatu banget.
Saat pulang masih ada hal lain yang mengharukanku. Aku naik becak. Syukurlah ada becak mangkal di tepi jalan. Kalau pulangnya harus jalan kaki aku pasti gak happy. Lha wong hujan sudah reda dan mentari sudah cetar membahenol. Mana bawa payung dan sekantong besar makanan. Terlalu rempong 'kan? Yup! Inilah hasil nyata PEMILU bagiku. Memperoleh gratisan makanan besar dan makanan kecil. Jangan salah sangka, ini bukan Food Politic lhoo. Hanya ngerampok di tempat kerabat.
Begitulah. Aku yang ramah dan baik budi ini kemudian duduk manis di becak. Percayalah. Aku memang ramah. Buktinya aku tanpa segan mengajak ngobrol si bapak tukang becak. "Mboten (= Enggak) nyoblos, Pak?" Si bapak menjawab, "Mangke (= nanti) siang, Mbak. Pados arta riyin. Ning kula mesthi nyoblos. Mangke mundhak diangel-angel nek urusan surat-surat theng ndeso...." Oh la la! Rupanya si bapak bertekat menyempatkan diri untuk ke TPS nanti, setelah memperoleh beberapa rupiah dari hasil narik becak. Dia bertekat tidak golput dengan alasan yang sederhana tapi menghunjam jantungku, yakni agar urusan surat-menyurat dan administrasi kependudukannya nanti gak dipersulit.
Fakta! Itu fakta yang banyak terjadi! Orang kecil yang kurang pengalaman dan pendidikan memang rawan diintimidasi seperti itu! Jangankan orang-orang seperti bapak si tukang becak itu. Saya yang memenuhi syarat untuk mencalonkan diri sebagai lurah pun bisa diintimidasi serupa itu dengan alasan makar, dengan alasan punya stempel di jidat sebagai warga RT yang durhaka. Coba Anda sekalian renungkan. Apa aku gak boleh terharu sebab terlibat perbincangan dengan si bapak tukang becak itu?
Lalu pikiranku melayang jauh ke kampung halaman, ingat bapakku. Bapakku yang kuperkirakan sebaya dengan si tukang becak (atau malah lebih tuaan dikit ya?), hari ini konon kabarnya jadi capres juga? Lho?? Pasti salah deh. Tidak mungkin bapakku jadi capres. Itu pasti seratus persen isu. Kalau toh bukan isu, semoga tidak terpilih. Hahh, aku terharu pula dengan pikiranku yang melayang ini.
Akhirnya tibalah aku di rumah. Tak kusangka aku makin terharu. Rumah kosong melompong dan pintu jendela terbuka lebar. Aku terharu, sungguh terharu. Periksa sana sini, kalau ada ayam-kucing-tikus wirok-ular masuk rumah 'kan gawat.
Keterharuanku makin membuncah tatkala sadar bahwa bidadari kecilku gak kelihatan batang hidungnya sejak lepas Subuh tadi. Pamitnya jalan-jalan. Kutunggu hingga zuhur gak ada jejak-jejak celotehnya. Kukira nongkrongi TPS dekat rumah. Setelah tanya sana-sini akhirnya aku mendapatkan informasi bahwa ia beserta teman-temannya sesama gadis kecil berjalan-jalan ke Pulau Cemeti. WOWWW.... Seketika rasa haruku berubah jadi galau!
Keterharuanku makin membuncah tatkala sadar bahwa bidadari kecilku gak kelihatan batang hidungnya sejak lepas Subuh tadi. Pamitnya jalan-jalan. Kutunggu hingga zuhur gak ada jejak-jejak celotehnya. Kukira nongkrongi TPS dekat rumah. Setelah tanya sana-sini akhirnya aku mendapatkan informasi bahwa ia beserta teman-temannya sesama gadis kecil berjalan-jalan ke Pulau Cemeti. WOWWW.... Seketika rasa haruku berubah jadi galau!
apik mbak :D runtut asik renyah jian apik tenan. hahaha. ending e ki jian marakke pengen... wkwkkw.
BalasHapusthanks mb Liyaaa..... hehehehe...
BalasHapus