Jumat, 27 Juni 2014

TUSLAH



DUNIA memang benar-benar sudah padat penduduk. Di mana-mana tampak berjubel manusia dengan aneka rupa modelnya. Termasuk di terminal bus yang satu ini. Jubelan manusia yang hendak bepergian terlihat berlalu-lalang dengan bawaan masing-masing. Semua kelihatan bergegas menuju bus-bus sesuai dengan kota tujuan mereka. 

Iya… siapa sih yang suka berlama-lama nongkrong di terminal? Terminal itu enggak asyik ‘kan? Penuh polusi dari asap knalpot dan polusi suara. Lebih cepat menaiki bus dan segera meninggalkan terminal sepertinya merupakan slogan yang didukung oleh banyak orang, deh. Asal tahu saja, para pendukung slogan tersebut jumlahnya jauh lebih banyak daripada pendukung capres-cawapres, lho. Hehehe….   

Eit, tunggu! Ternyata tidak semua orang di situ bergerak dan bergegas. Lihat! Seorang gadis dengan penampilan energik justru berdiri mematung di dekat salah satu kursi tunggu terminal. Tatapan matanya nanar ke depan, tepatnya ke arah deretan bus yang bertujuan ke Kota Sontoloyo. Aura yang terpancar darinya adalah aura kegalauan. 

Dari bahasa tubuhnya ia memang terlihat akan pergi ke Kota Sontoloyo. Namun entah mengapa, sejak tadi ia tak kunjung naik ke salah satu bus. Padahal sudah lebih dari satu jam ia berdiri di situ, yang berarti sudah berkali-kali ada pemberangkatan bus menuju Kota Sontoloyo. Yang berarti pula telah berkali-kali ia menolak tawaran dari para calo dan kondektur untuk menjadi penumpang dari salah satu bus yang berseliweran di depannya.

Si gadis energik tampak mengusap wajahnya yang berpeluh. Yeah…  matahari memang lumayan terik di hari menjelang siang itu. Bikin tenggorokan dan bibir terasa makin kering kerontang. Si gadis menggelengkan kepala pelan. Tanpa alasan yang jelas, ia lalu mengangkat bahu sembari membuang napas agak keras. 

Sesaat kemudian ia kembali menatap nanar ke deretan bus-bus di depannya. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Kini para calo dan kondektur sudah bosan untuk menawarinya naik bus. Maka ia tidak lagi dibujuk-bujuk untuk naik bus.   

Akhirnya setelah tampak berpikir keras, si gadis energik mengambil napas dalam-dalam. Sesaat kemudian dengan gerakan penuh keyakinan diri, ia sudah membalikkan badan, bersiap meninggalkan terminal. Ya, ia memang sudah memutuskan batal mudik. Apa boleh buat? Mungkin tahun ini ia harus berlebaran di tempat kos sendirian. 

Tentu saja ada rasa sedih terlintas di hatinya. Meskipun berlebaran bersama keluarganya di kampung halaman tidak asyik-asyik amat, setidaknya di sana ada banyak makanan yang bisa disantap. Di tempat kos pasti tidak ada makanan berlimpah saat lebaran. Memikirkan tentang makanan lebaran membuat si gadis energik garuk-garuk kepala. Perutnya yang kosong sebab berpuasa pun terasa makin keroncongan. Tentu saja pikiran-pikiran konyol tentang makanan itu membuatnya gontai dalam melangkah.   

“Noni! Hehh!” 
Tiba-tiba saja seseorang menepuk bahunya. Si gadis energik yang sedang limbung itu pun sangat kaget. Namun, sedetik kemudian wajahnya cerah ceria.
“Rommy! Haaaiii…. Apa kabaaarrr? Alhamdulillah ketemu kamuuu….” 
Si gadis energik sangat antusias menyambut kemunculan sosok atletis di depannya. Tak disangka tak diduga, Rommy yang dulu sebangku dengannya selama SMA, tiba-tiba saja muncul menjadi solusi. Padahal, Rommy kuliah di kota sebelah. Bukan di kota yang sama dengannya.
“Rommy, Rommy. Kamu adalah solusiku,” kata si gadis energik dengan mata berbinar-binar memandangi mantan kawan sebangkunya.
“Lhadalah! Solusi apa? Misterius sekali kamu? Jangan pandangi aku seperti itu ah….” Rommy bertanya heran campur ke-GR-an. Dipikirnya si gadis energik itu sedang sangat merindukannya setelah dua tahun tak pernah bertemu. Maka Rommy makin GR ketika gadis di depannya bersiap membisikkan sesuatu. 
“Begini, Rom. Dari tadi aku galau berdiri di terminal ini. Bahkan, aku sudah memutuskan untuk batal mudik. Eh, baru saja hendak melangkah pulang, tiba-tiba kamu muncul di hadapanku. Makanya aku bilang kalau kamu solusiku.”
Jidat Rommy berkerut.  Kemudian ia bertanya bertubi-tubi. “Solusi? Untuk apa? Kenapa kamu membatalkan untuk mudik sekarang? Lebaran ‘kan tinggal dua hari lagi?”


“Itu dia masalahnya! Aku lupa kalau kalau mulai H-7 lebaran, selalu ada tuslah*. Nah, aku lupa itu. Uangku hanya cukup kalau mudik tanpa tuslah. Aku takut nanti di tengah jalan dimarahi kondektur. Makanya aku putuskan batal mudik. Tapi sekarang, tarraaa.... Ada kamu yang dapat menjadi dewa penolongku. Kamu mau membayari kekurangan ongkos bus aku ‘kan?”
“Astaga! Aku juga lupa kalau ada tuslah! Pantesan….” Rommy seketika mengeluarkan uang dari saku celananya. “Ah, pantesan kembalianku pas naik bus dari Kota Alakazam cuma segini? Waduh! Nasib kita sama, Non. Kurang ongkos.”
“Hahhh???” 


#FiksiIIDNJogja


*Tuslah =  tambahan pembayaran (karcis kereta api, bus, dan sebagainya)



         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!