Selasa, 20 Januari 2015

Kesetiaan dalam Sepasang Sandal

DALAM hal apa pun, setia itu memang lebih baik dan lebih terhormat. Bahkan, jauh lebih menguntungkan. Yup! Setia itu 'kan = konsisten. Sementara konsisten berarti selalu melakukan sesuatu yang sama, tak terpengaruh oleh situasi dan kondisi yang tengah menyergap, sehingga pada akhirnya orang mengenali konsistensi tersebut. Halah! Iki arep ngomong opo sih sakjane?

Hmm, tenang saja. Ini bukan suatu pembicaraan yang rumit, kok. Aku hanya hendak mengatakan bahwa setia dan konsisten itu banyak untungnya. Dalam hal apa pun, dalam bentuk yang sesederhana apa pun. Percayalah. Untuk hal ini ada banyak contoh nyata yang kualami sendiri, lho. Di antaranya terkait dengan sandal dan sepatu sandalku.

Begini. Aku  setia memakai sandal ungu jika keluar rumah dari pintu dapur. Otomatis si sandal ungu itu selalu parkir di depan pintu dapur. Namun, suatu pagi tak kujumpai si sandal ungu yang sebelah kanan di situ. Hilang deh. Pasti kerjaan Lesi atau Molly atau Blacky. Demikian pikirku.

Eh, siangnya tak kusangka seorang tetangga jauh datang menyapa. "Ini benar sandalmu, Mbak? Kata Bu Melda ini sandalmu. Kutemukan di terasku. Digondol Molly...." Alhamdulillah. Kalau masih rezeki memang tak ke mana. Bu Melda yang kerap kali bertemu denganku rupanya mengenali sandal ungu yang selalu kupakai. Ndilalah mayoritas pertemuanku dengannya bilamana aku keluar rumah melalui pintu dapur.

Bagaimana dengan kesetiaanku dalam memakai sepatu sandal cokelat? Kisahnya mirip dengan kisah si sandal ungu. Sepasang sepatu sandal cokelatku selalu kutaruh di teras, di sisi kanan pintu depan. Kukenakan bilamana aku keluar rumah dari pintu depan. Atau untuk pergi ke acara-acara kampung seperti arisan, pertemuan PKK dan Dawis, layat, nyumbang, ke masjid, dan pengajian.

Nah! Suatu ketika di bulan Ramadan, sepatu sandal cokelatku yang sebelah kiri tak hadir di tempat. Otak detektifku langsung paham bahwa pelakunya pasti salah satu dari anjing-anjing yang berdomisili di sekitar rumahku.

Alhamdulillah  juga, tak  sampai 24 jam si sepatu sandal cokelatku yang sebelah kiri sudah ketemu. Seorang tetangga yang sering nongkrong di terasku datang mengantarkannya. Si tetangga bilang kalau menemukannya di bawah rerimbunan pohon pisang yang terletak di sebelah kandang sapinya. Katanya, "Ini pasti punyamu, Mbak. Hafal aku." Wawww... aku pun senyum-senyum senang menerimanya.

Dari dua contoh di atas, bukankah sudah terbukti bahwa setia bin konsisten memang menguntungkan? Itu baru dua contoh sederhana, lho. Belum dalam hal yang lebih penting dan rumit. Bayangkan betapa dahsyatnya bila kesetiaan tersebut dalam hal beribadah. Pasti keuntungannya akan jauh lebih berlipat-lipat, baik di dunia maupun di akhirat.
    
========================
MORAL CERITANYA: setialah berbuat baik sehingga Anda akan dikenali sebagai orang baik. Percayalah pada kata-kataku ini. Walaupun aku terlihat senantiasa cengengesan (berarti setia bersikap cengengesan 'kan?), segala yang kusampaikan adalah benar adanya (kecuali memang sedang niat berdusta demi kejailan).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!