Selasa, 10 Maret 2015

Dilema Ibu Rumah Tangga yang Penulis

APA yang terbersit di benak Anda jika seorang wanita mengatakan "ibu rumah tangga" sebagai jawaban atas pertanyaan "Apa profesi Anda?" Apakah Anda akan meremehkannya sebab menganggap menjadi ibu rumah tangga penuh waktu bukanlah merupakan sesuatu? Atau sebaliknya, Anda amat menghargainya sebab ia telah mengambil keputusan besar untuk mendedikasikan hidupnya bagi keluarga?

Sekarang begini. Jika Anda seorang wanita dan mendapatkan pertanyaan serupa itu, apakah ekspresi yang akan Anda munculkan ketika menjawab "ibu rumah tangga"? Apakah Anda merasa malu karena sebenarnya jauh di lubuk hati ingin menjadi wanita karier yang mandiri secara finansial? Atau Anda justru bangga sebab pilihan sebagai ibu rumah tangga merupakan pilihan paling mulia bagi seorang wanita yang telah menikah, terlebih bila sudah punya anak? 

Baiklah. Apa pun yang terbersit di benak Anda, apa pun reaksi Anda, dan apa pun perasaan yang hadir di hati Anda tatkala menyebut/mendengar  "ibu rumah tangga" sebagai jawaban atas pertanyaan profesi seorang wanita, pasti akan sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan-strata sosial-pola pikir-pengalaman-situasi dan kondisi hidup yang Anda miliki. Maka di sini saya tak hendak menyalahkan ataupun memengaruhi Anda untuk setuju dengan pendapat pribadi saya terkait hal tersebut.

Hanya saja, saya hendak menyampaikan jika sebenarnya saya ini bercita-cita menjadi ibu rumah tangga yang baik dan benar. Dalam arti, saya lebih suka melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik ke rumahtanggaan daripada mesti berkarier di luaran. Sebagai istri (dulu), bukannya saya tak mau bantuin suami cari duit. Tapi kalau bisa mencari duit dari rumah, kenapa tidak? Mengapa mesti ngantor dari pagi hingga sore dan menitipkan anak pada orang lain? Gaji dua juta rupiah sebulan pun saya pikir tak akan mampu membayar lunas kesempatan mendampingi si kecil bertumbuh dan berkembang. 

Maka saya memilih menjadi penulis freelance demi membantu asap dapur tetap mengebul. Bagi saya, profesi menulis memang merupakan profesi yang paling tepat untuk seorang ibu rumah tangga. Saya pun merasa bangga dan telah memilih keputusan yang paling tepat. Apalagi saya sudah membuktikan bahwa menjadi ibu rumah tangga penuh sembari menulis toh bisa mendatangkan duit. 

Namun ternyata, belakangan baru saya sadari, hanya si kecil dan bapak saya yang senang dengan keputusan saya. Adapun seluruh anggota keluarga besar yang lainnya bersikap apatis dan cenderung mengolok-olok. Kata mereka, "Gaji penulis kecil. Menulis itu omong kosong, mengarang-ngarang belaka. Sekolah tinggi-tinggi kok tidak bekerja kantoran. Enggak keren. Sepanjang hari banyak membaca dan menulis itu lebih tampak sebagai kerjaan bermalas-malasan." Dan aneka komentar lain yang tidak positif.....

Apa boleh buat? Takdir telah berlaku bagi saya. Kini saya tak lagi perlu berdilema-dilema ria. Tapi saya yakin, masih banyak ibu rumah tangga lain yang masih memiliki dilema serupa. Maka saran saya, bersemangatlah mencari solusi terbaiknya. Tabahkanlah hati dalam menghadapi komentar nyinyir mereka yang tak respek pada profesi ibu rumah tangga dan penulis.

 #Duh, ini tulisan kok serius amat? Serius bapernya....           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!