MEDIO Juni 2015 dan Ramadan pun datang lagi. Alhamdulillah, esok bulan penuh berkah itu akan tiba. Semoga disampaikan umurku hingga esok bisa menjumpainya; bahkan hingga nanti berbanyak-banyak Ramadan lagi semoga akan selalu bisa kujumpai. Tak sekadar menjumpai, semoga dari tahun ke tahun dalam Ramadan yang kujumpai selalu bisa kusertai dengan peningkatan kualitas ibadah.
Iya, aku ingin betul-betul menjalani detik demi detik dalam Ramadan dengan intensif. Intensif dalam ketundukan khusyuk kepada-Nya. Hanya kepada-Nya. Lebih dari itu, aku ingin suatu Ramadan nanti bisa menjalaninya bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga. Baik keluarga inti maupun keluarga besar. Hmm. Betapa aku ingin menikmati takjil bersama keluarga, sedarah sedaging, sedarah seketurunan; bukan sekadar bersama keluarga seiman.
Bukan. Bukannya aku bosan takjilan bersama di mushola kampung. Tapi kalau sesekali ingin takjilan bersama dengan keluarga, boleh dong ya? Aku menulis ini bukan untuk mengeluh, lho. Sekadar ngudarasa saja. Curhat tanpa pretensi keluhan sedikit pun. Sebab bagaimanapun aku sudah sangat bersyukur dengan hari-hari Ramadanku yang sekarang; juga yang telah lalu-lalu. Apalagi Adiba, putri semata wayangku yang besarnya sudah melebihi wayang, selalu tampak antusias menyambut datangnya Ramadan. Tentu saja bukan soal ibadah dan keutamaan Ramadan yang bikin dirinya sangat antusias. Tapiii... soal tiap hari bisa buka puasa bareng di mushola kampung itulah penyebabnya.
Iya, aku ingin betul-betul menjalani detik demi detik dalam Ramadan dengan intensif. Intensif dalam ketundukan khusyuk kepada-Nya. Hanya kepada-Nya. Lebih dari itu, aku ingin suatu Ramadan nanti bisa menjalaninya bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga. Baik keluarga inti maupun keluarga besar. Hmm. Betapa aku ingin menikmati takjil bersama keluarga, sedarah sedaging, sedarah seketurunan; bukan sekadar bersama keluarga seiman.
Bukan. Bukannya aku bosan takjilan bersama di mushola kampung. Tapi kalau sesekali ingin takjilan bersama dengan keluarga, boleh dong ya? Aku menulis ini bukan untuk mengeluh, lho. Sekadar ngudarasa saja. Curhat tanpa pretensi keluhan sedikit pun. Sebab bagaimanapun aku sudah sangat bersyukur dengan hari-hari Ramadanku yang sekarang; juga yang telah lalu-lalu. Apalagi Adiba, putri semata wayangku yang besarnya sudah melebihi wayang, selalu tampak antusias menyambut datangnya Ramadan. Tentu saja bukan soal ibadah dan keutamaan Ramadan yang bikin dirinya sangat antusias. Tapiii... soal tiap hari bisa buka puasa bareng di mushola kampung itulah penyebabnya.
Asal tahu saja, Adiba dan teman-temannya selalu penasaran habis alias H2C (= Harap-harap Cemas) dengan menu takjil yang akan mereka terima usai sholat Magrib berjamaah nanti. Mereka bahkan menjadikannya sebagai bahan untuk tebak-tebakan. Yang menggelikan sekaligus menyebalkan, mereka bela-belain mantengin jadwal penakjil hari itu untuk memperkirakan menunya kira-kira apa. Hihihi.... (NB: sebetulnya kurang tepat disebut takjil deh, di mushola kampung kami yang tersedia selalu nasi tapi lauknya yang berganti-ganti tiap hari).
Tapi yang lebih bikin sebel dirikuuuh, pas mulai membuka bungkus makanan jatah buka puasaku, eh Adiba bilang, "Punya Bunda jangan dimakan, ntar mau aku makan kalau selesai tarawih. Bunda buka dengan makanan di rumah saja, ya." OMG! Selapar apa pun saat itu, tak mungkin aku ngeyel menolak permintaannya 'kan? Alhasil sembari menunggu orang-orang selesai berbuka di mushola, aku sesekali berusaha menggigit pinggiran gelas tehku yang telah kosong. Lumayan, ngemil-ngemil beling sedikit....
#ini-ceritaku-tentang-Ramadan; mana-ceritamu?
Berarti sama di mushola dekat rumahku, Mbak. Selalu ada takjil dan biasanya makanan berat. Paling ringan bakso. Lumayan, meringankan beban masak untuk berbuka...hihihi
BalasHapusnek aku bukan sekadar meringankan beban masak untuk berbuka, sebab rumahku dekat mushola dan ku suka ikutan cuci2 gelas di mushola sering dapet jatah lebihhh, bisa untuk sahurrr ...hihi...Alhamdulillah
Hapus