Jumat, 31 Juli 2015

Caraku BERANI BERBAGI

AKU sangat setuju dengan jargon "Berani Berbagi Itu Hebat". Siapa pun pencetus awalnya, entah orang yang kucinta ataupun sosok yang kubenci, aku tetap sangat setuju. Entah brand/organisasi/institusi/parpol apa pun yang mula-mula meluncurkannya, aku tetap sangat setuju. Sekalipun mungkin yang meluncurkannya adalah parpol yang tidak aku suka (lho, lho, lho!), aku tetap sangat setuju. Pendek kata kesangatsetujuanku adalah mutlak, telak, dan tak bisa diganggu gugat oleh penjahat ataupun pejabat! #Fiuuuhhh

Berhubung daku adalah sosok yang senantiasa berusaha konsisten, juga selalu berusaha membuktikan kata-kataku dalam  amalan nyata (wow, wow, wow, pencitraan!), tiap permintaan untuk berbagi pun insya Allah akan kupenuhi. Tentu saja sejauh kemampuan yang kupunya. Duh, sok-sokannya mulai keluar. Padahal kenyataannya, aku tak pernah menjauhkan kemampuan. #tepok-jidat-kuat-kuat

Nah! Salah satu wujud nyata kesangatsetujuanku untuk berani berbagi adalah buku berikut.
    
Ya, ya. Gara-gara kesangatsetujuanku pada jargon "Berani Berbagi Itu Hebat", permintaan untuk menyusun buku tersebut kuterima dengan keikhlasan tanpa batas (halah guayaaaneee...). Penyebabnya, aku ingin jadi orang hebat. Hihihi.... Ingat, ingat! Berani berbagi itu hebat!

Begitulah takdir berbicara (???). Melalui buku tersebut aku mencoba berbagi sejauh kemampuanku yang mungkin belum jauh-jauh amat. Tentu saja yang kubagi adalah pengalaman dan pengetahuanku dalam hal menulis. Memang sih, aku belum sekaliber Pramoedya Ananta Toer. Namun, kami toh berasal dari karesidenan yang sama.... (lho? lho? lho?). Maksudku, aku toh sudah banyak menulis dan mendapatkan uang dari menulis. Maka pastilah seminimal-minimalnya, aku punya sesuatu untuk dibagikan terkait dengan pengalaman menulis. 

Terlebih masih ada kekosongan di penulisan buku sejenis. Apa boleh buat? Banyak penulis bagus-hebat yang tak sempat berbagi ilmu dengan cara serupa. Jika kesempatan datang kepadaku, bukankah layak untuk kusambar? Aku mikir positif saja. Mungkin ini salah satu cara Tuhan untuk selalu menambahkan motivasi menulis kepadaku; juga untuk mendorongku agar mau berbagi kepada sesama  #duh mulai berat statemenku

Yeah, inilah caraku berani berbagi. Bagaimana caramu, Kawan?

NB:
Bisa dibilang, tulisan ini merupakan penuturan kisah di balik terbitnya 4 Hari Mahir Menulis.  



6 komentar:

  1. Aku punya bukunya ... hore ... tapi belum tamat dibaca ig

    BalasHapus
  2. Aku belom punya.... bisa beli di Mbak Tinbe, kah? :D

    BalasHapus
  3. Buku ini yang pertama kali saya beli saat awal-awal penasaran dengan indahnya dunia literasi :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih mbak Eka. Skarang sudah mempraktikkan isinya?

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!