LEBARAN tahun ini, seperti halnya lebaran yang lalu-lalu, aku melaksanakan sholat idul fitri di lapangan rumput (halaman) kantor BPKS. Ah, entah apa kepanjangan dari BPKS itu. Dan setahuku, tepatnya bukan BPKS melainkan ada angka-angka di antara huruf-huruf tersebut. Tapi entah di mana tepatnya letaknya, itu yang aku lupa... hihihi.... kayaknya perlu colek Jeng Wening yang berkantor di situ deh :)
Seperti biasa pula, sepulang dari sholat idul fitri aku akan bersalam-salaman dengan seisi rumah (ya ampyuuun... padahal isi rumah ya aku sendiri...), lalu dengan para tetangga kiri kanan rumah, langsung disambung ke mushola kampung. Di mushola itulah warga sekampung (tentu saja, masak warga senegara???) berkumpul untuk saling bermaafan. Bubaran acara di mushola, ya pulang. Lanjut makan ketupat. Lalu lanjut cuci piring bekas makan... (astaganaga, lebaran pun cucian selaluuuu saja ada).
Tapi khusus lebaran tahun ini, aku memutuskan tiduran usai dari mushola. Maklum saja, pasca sholat Subuh kepalaku pusing tujuh keliling dan terpaksa kubasmi dengan obat supaya mampu berangkat sholat idul fitri. Untung punya ketupat dan gulai ayam. Jadi bisa menyantap menu itu sebelum menelan pil pusing. Hmmm, inilah hal luar biasa (alias tak biasa) pertama yang kualami di lebaran tahun ini.
Hal tak biasa lain yang kualami di lebaran tahun ini adalah tak adanya Pakdhe Topo, tetangga sebelah rumah yang wafat seminggu sebelum ramadan. Ini berarti pula ada hal tak biasa yang dialami Adiba. Sebab Pakdhe Topo telah tiada, tiada pula uang lebaran dari beliau. Sebagai penggantinya, kali ini ada Yusuf (cucu keponakan Pakdhe Topo yang baru 4 bulan); dan Adiba menerima uang lebaran dari Budhe Topo plus kedua anak beliau.
Yeah, demikianlah adanya hidup. Silih berganti peristiwa-peristiwa yang terjadi. Ada yang datang, ada yang pergi. Ada yang lahir, ada yang mati. Ada yang lara, ada yang bahagia. Dan pergantiannya, bisa sangat cepat secepat kilat.
O, ya. Masih ada hal luar biasa yang terjadi di lebaranku kali ini. Hmmm. Tahun ini aku jadi orang cengeng saat bersalam-salaman dengan orang sekampung. Biasanya aku cengar-cengir saja melihat mereka yang sangat mudah terharu biru hati tatkala saling bermaafan. Wah, kali ini aku malah terkena virus sendu itu. Bolehlah dibilang, kalau biasanya aku tak berperasaan, kali ini aku memakai perasaan sepenuh sadar.
Memang sih, tidak pada tiap orang aku bersalaman dan menitikkan air mata. Tapiiii, air mataku khusus menetes manakala aku bersalaman, meminta maaf pada mereka yang selama setahun lalu ikut dibikin pusing oleh anakku. Duuh, aku terharu pada kebesaran hati mereka untuk memaafkanku, memaafkan anakku. Sungguh. Aku minta maaf yang sedalam-dalamnya untuk anakku yang super kreatif, yang acap kali hasil kreativitasnya bikin kacau balau dan agak mengganggu stabilitas kampung.
Dan rasanya makin luar biasa tatkala kusadari bahwa hingga hari ini, ternyata anakku malah belum bersalaman denganku. Waktu kuingatkan akan hal itu, dia pun dengan mata bulat jailnya bilang, "Sudahlah, Bunda. Aku sengaja, kok. Supaya masih bebas bikin-bikin Bunda kesal.... Enggak perlu bolak-balik minta maaf." Duuh.... :(
Dan anak anak selalu diingatkan untuk setiap saat setiap waktu minta maaf, tidak hny di moment lebaran.
BalasHapusLalu kenapa pusing mbak tin. Semoga bukan karena kebanyakan makanan berlemak
bukan karena makanan berlemak, mbak; saya pusingnya akibat kurang tidur, sehari sebelum takbiran 24 jam melek, pontangpanting bagi waktu antara ngejar lailatulqodar dan ngejar deadline tulisan :)
HapusHehehe namanya anak2 kadang suka gitu mbak, tapi sebagai orang tua kita wajib mengingatkannya. Sesibuk apapun jangan sampai lupa istirahat lho mbak. Sekarang saya mulai mengurangi begadang, sering pusing kepala
BalasHapusiya Mb Wahyuni... makasih kunjungan dan sarannya yaa
HapusSalam buat Adiba ... :)
BalasHapusiyaaaaa, bocahe lg meriang
Hapus