KALI ini aku mau pamer lagi. Pamer karyaku, sebuah buku nonfiksi. Covernya sih sudah jadi. Tuh lihat, di atas itu. Tapi untuk wujud bukunya secara keseluruhan, sabar sebentar ya....
Untuk harganya, aku belum tahu. Tapi kalau berminat, segera saja hubungi saya di @TinaFajarina atau akun FB Agustina Purwantini. Kalau sudah serius, ntar baru saya kasih nomor HP saya ya (bukan HP-nya). Hehehe....
Jujur saja, dalam menulis buku ini aku merasa harus mikir dobel. Pertama, mikir isi buku dan format buku secara keseluruhan. Kedua, mikir tema untuk naskah pidato yang kujadikan contoh di buku ini. Ya, ya. Di dalamnya memang ada beberapa contoh pidato.
Asal tahu saja, aku sangat memeras otak untuk mencari ide berpidato. Jadi selama proses penulisan, aku malah acap kali terjebak kegalauan, bingung sendiri, bertanya-tanya dalam benak, "Sebenarnya aku ini sedang menyusun naskah pidato untuk tampil di depan audiens atau sedang menulis buku?" Hahaha.... Ini sih lebay saja.
Oiya, berhubung aku tak mau sekadar menulis, aku juga sekaligus mempraktikkannya. Begini maksudku. Ini 'kan buku tentang teori berpidato. Jadi, aku pun sudah langsung mempraktikkan teori yang kupaparkan dalam buku ini.
Memang sih, aku tak langsung jadi jurkam suatu partai. Atau, serta-merta menjadi kepala sekolah yang tiap Senin menjadi pembina upacara. Berhubung aku ini tergolong aktivis kampung, mempraktikkannya ya sebatas dalam kegiatan kampung. Misalnya dalam acara dasawisma, PKK, pengajian ibu-ibu, selapanan bayi, mitoni kehamilan, atau saat kumpul-kumpul dengan para remaja.
Pokoknya di mana ada kesempatan berorasi, di situlah aku berusaha eksis. Tapi dengan cara yang smooth. Tidak vulgar. Hahaha.... Ini semua demi penjiwaan terhadap buku yang kutulis. Ribet dan repot? Oh, tidak. Aku ambil saja sisi positifnya. Tuhan mengirimiku job menulis dengan tema ini, berarti bermaksud menambah pundi-pundi Simpedes BRI-ku (lho, iklan bank iki dadine) dan menyuruhku lebih mengasah kemampuan public speaking.
Hmmm. Penulis 'kan pada akhirnya harus siap berpidato di depan audiens. Paling tidak kalau disuruh bercerita tentang pengalaman menulisnya tidak merasa gagap. Iya 'kan? Ya, sudahlah. Sekian tulisan ini. Aku tunggu orderan dari Anda sekalian; juga undangan berpidatonya.... Hihihi....
Untuk harganya, aku belum tahu. Tapi kalau berminat, segera saja hubungi saya di @TinaFajarina atau akun FB Agustina Purwantini. Kalau sudah serius, ntar baru saya kasih nomor HP saya ya (bukan HP-nya). Hehehe....
Jujur saja, dalam menulis buku ini aku merasa harus mikir dobel. Pertama, mikir isi buku dan format buku secara keseluruhan. Kedua, mikir tema untuk naskah pidato yang kujadikan contoh di buku ini. Ya, ya. Di dalamnya memang ada beberapa contoh pidato.
Asal tahu saja, aku sangat memeras otak untuk mencari ide berpidato. Jadi selama proses penulisan, aku malah acap kali terjebak kegalauan, bingung sendiri, bertanya-tanya dalam benak, "Sebenarnya aku ini sedang menyusun naskah pidato untuk tampil di depan audiens atau sedang menulis buku?" Hahaha.... Ini sih lebay saja.
Oiya, berhubung aku tak mau sekadar menulis, aku juga sekaligus mempraktikkannya. Begini maksudku. Ini 'kan buku tentang teori berpidato. Jadi, aku pun sudah langsung mempraktikkan teori yang kupaparkan dalam buku ini.
Memang sih, aku tak langsung jadi jurkam suatu partai. Atau, serta-merta menjadi kepala sekolah yang tiap Senin menjadi pembina upacara. Berhubung aku ini tergolong aktivis kampung, mempraktikkannya ya sebatas dalam kegiatan kampung. Misalnya dalam acara dasawisma, PKK, pengajian ibu-ibu, selapanan bayi, mitoni kehamilan, atau saat kumpul-kumpul dengan para remaja.
Pokoknya di mana ada kesempatan berorasi, di situlah aku berusaha eksis. Tapi dengan cara yang smooth. Tidak vulgar. Hahaha.... Ini semua demi penjiwaan terhadap buku yang kutulis. Ribet dan repot? Oh, tidak. Aku ambil saja sisi positifnya. Tuhan mengirimiku job menulis dengan tema ini, berarti bermaksud menambah pundi-pundi Simpedes BRI-ku (lho, iklan bank iki dadine) dan menyuruhku lebih mengasah kemampuan public speaking.
Hmmm. Penulis 'kan pada akhirnya harus siap berpidato di depan audiens. Paling tidak kalau disuruh bercerita tentang pengalaman menulisnya tidak merasa gagap. Iya 'kan? Ya, sudahlah. Sekian tulisan ini. Aku tunggu orderan dari Anda sekalian; juga undangan berpidatonya.... Hihihi....
Nek moco buku iki njuk aku iso pidato macam bung Karno gitu po
BalasHapusiyoooo dooongg
HapusSelamaat.
BalasHapusMakasih mb
Hapus