LIHAT foto di atas. Itulah batik ikat celup hasil karya Mbah Sukap. Keren 'kan? Lalu, bandingkan dengan batik karyaku di bawah ini. Wuah! Beda jauh rasanya. Batik karyaku kalah keren. Heu heu heu....
Ah, tapi tetap saja. Hasil karyaku lebih jelek. Ehem. Bahasa halusnya kurang memuaskan bin kurang maksimal. Andai aku lebih kreatif dan lebih rajin mengikat-ikat.... Andai saat mewarnainya lebih sabar.... Tentu bagus juga batikku. Heu heu heu....
Apa boleh buat? Nasi telah menjadi bubur. Begitu kata peribahasa. Kini tugasku adalah menyerahkannya kepada Mbak Yosi, temanku di IIDN Jogja. Hehehe.... Kepadanyalah rencanaku hendak menjahitkannya. Oke, Mbak Yosiii.... tolong bikinkan aku model yang manis, ya. Untuk memanipulasi ketidaksempuranaan lembaran batikku ini. Qiqiqiqi... :D
O, iya. Foto di bawah ini memperlihatkan ikatan (calon) kain batik Mbah Sukap. Itu beratnya entah berapa kilo. Segala macam manik-manik dan bebatuan diikatkan di situ tanpa ampun. Pas usai diwarnai dan siap dilepas ikatannya, ya ramai-ramai kami bantu lah. Kami membantu bukan semata-mata sebab berempati pada orang tua, melainkan lebih menurutkan rasa pinisirin kami atas hasil karya beliau. Hihhh.
MORAL CERITA:
Untuk mencapai hasil yang bagus selalu butuh proses yang lebih. Bisa lebih lama, lebih banyak, dan lebih-lebih yang lainnya.
Untuk mencapai hasil yang bagus selalu butuh proses yang lebih. Bisa lebih lama, lebih banyak, dan lebih-lebih yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!