Selasa, 12 Januari 2016

BATIK IKAT CELUP (1)

 Membuat pola

 Mulai mengikat kain

  Ini juga mulai mengikat kain

 Makin asyik mengikat

 Geng pemotong rafia untuk pengikat

 Hujan menderai di luar, tawa berderai di dalam

  Ibu ketua 1 dawis 1 (kerudung abu-abu) pun turut mengikat

 Ibu ketua 2 dawis 1 turut hadir sembari momong cucu, tak ikut mengikat sebab bagiannya diwakilkan pada anaknya alias ibu si bayi hihihi... 

Profil Pak Guru Mardi


"Lho? Foto mencelupnya mana? Sabar atuh, 'kan emang belum dicelup... baru diikat-ikat. Postingan berikutnya ya, beberapa hari lagi setelah semua siap dicelup. Insya Allah mau diposting juga, kok.... Hehehe...

FOTO-foto di atas menunjukkan kegiatan kami, ibu-ibu anggota dawis 1 plus. Kok pakai plus? Iya, sebab aslinya kegiatan bikin batik ikat celup itu program dawis 1. Tapi kami membuka kesempatan pada siapa saja yang ingin mengikutinya. Asalkan tidak ngisruh dan bersedia membayar sejumlah biaya yang telah disepakati. Hehehe.... 

Bukannya kami mendiskriminasikan peserta, lho. Lha wong anggota dawis 1 sendiri juga membayar, kok. Hanya saja, memang sedikit lebih murah. 'Kan ceritanya kami ingin menggalang dana usaha untuk kegiatan dawis. Kreatif begitu, lhoooh.

Mengapa bikin batik? Iya, soalnya sebelum-sebelumnya kami cari dana melalui kegiatan piknik. Misalnya karya wisata ke PT KPI dan nonton syuting pangkur jenggleng di TVRI Jogja. Supaya ada variasi lah yauw.... Plus sekalian mendukung pencanangan 2 Oktober sebagai Hari Batik nasional. UNESCO PBB saja mengakui batik sebagai heritage. Ih, kenapa wong Ngayogyakarto Hadiningrat enggak mau?

Mengapa gurunya Pak Mardi? Haiyyah, soalnya cuma beliau yang paling paham batik di RT 8 (RT kami). Beliau praktisi dan pengajar batik. Lagi pula, beliau bersedia tak dibayar untuk mengajar. Hahahaha.... 'Kan istri beliau juga salah satu anggota dawis 1?

Mengapa ikat celup? Batik ikat celup dipilih sebab jenis inilah yang paling mudah untuk dibikin oleh para pemula. Tinggal diikat-ikat sesuai titik pola yang telah dibuat, cara mengikatnya pun bebas sesuai dengan selera si pengikat, selanjutnya nanti akan dicelup ke dalam cat secara massal.

Mengapa repot-repot belajar membatik? Hmm, karena kami ingin pandai membatik. Rencananya mau bikin usaha pembuatan batik. 'Kan keren tuh kalau ada batik ikat celup cap dawis 1 Sanggrahan Jogja. Hehehe....

Oiya, mungkin di antara Anda ada yang bertanya-tanya, "Apaan sih dawis itu?" Oke. Dawis adalah kependekan dari dasa wisma. Itu lho, perkumpulan ibu-ibu di kampung. Mestinya sesuai dengan namanya, yaitu DASA, jumlah anggotanya ya 10 orang saja. Tapi kondisinya luar biasa untuk kampungku, ya sudah, anggota tiap dawisnya rerata 20 orang. Meluber sekali pokoknya.

Moral cerita:
Belajar tak kenal usia, jangan beralasan sudah terlalu tua untuk belajar suatu hal, termasuk belajar bikin batik. Hahahaha....

       

4 komentar:

  1. Balasan
    1. iya mbak, seru banget....biasalah ibu2 suka hebohh

      Hapus
  2. Bahan2nya apa saja dan beli di mana mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. kain putih, bisa mori, santung, tetron, pewarna... beli aja di toko apa ya...ehhh gibi aja, ntar aku kirimkan inpo detilnya ke kamu yaa, via FB

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!