BEBERAPA hari belakangan aku merasa sangat prihatin pada seorang
tetangga. Dia yang biasanya baik hati dan selalu ramah terhadap sesama,
mendadak berubah galak dan bersikap tak terkendali. Bila dari kejauhan
aku sudah melihat sosoknya, maka cepat-cepat aku ambil langkah seribu
buat menghindar. Takut dilukai sih enggak, tapi cuma takut kalau enggak
akan dilepaskan lagi. Maksudnya bukan dipegang lalu diikat olehnya, ya;
melainkan harus melayani obrolannya. Kalau pas ada waktu luang sih
enggak masalah. Tapi kalau pas sedang terburu-buru mau urus sesuatu,
'kan berabe.
Lagi pula, tingkah lakunya kadang kala lumayan nggegirisi juga.
Bisa tiba-tiba menyekap orang dari belakang. Iya, disekap dan diciumi
sampai gelagepan atau disekap lalu dicekik. Seorang anak usia 3 tahun,
yang merupakan anak tetangga dekatnya, diangkat lalu diayun-ayunkan
dengan kencang dari teras lantai dua rumahnya. Duuhh, sungguh berbahaya.
Karena dalam kondisi normal dia memang dekat dan ramah terhadap
anak-anak, anak-anak pun masih santai saja mendekatinya. Terlebih
anak-anak itu enggak ngeh kalau ada sesuatu yang "berbeda" darinya.
Entah apa penyebabnya. Entahlah. Aku tak mau menduga-duga dan tak mau
kemukakan penyebabnya yang kudengar secara desas-desus. Namanya juga
desas-desus. Maka keakuratannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Daripada salah memberikan info, lebih baik tidak aku kemukakan di sini.
Iya toh? Tapi yang jelas, pikiran berat plus pikiran negatiflah yang
jadi pemicunya.
Asal tahu saja. Bukan baru kali ini tetanggaku itu menyandang derita
serupa. Sudah sering kali dan penyebabnya selalu rasa kecewa di hatinya
yang berujung jadi pikiran berat. Sementara sebab kekurangannya adalah
tidak mampu berpikir berat, tak terkendali itulah jadinya.... Kalau
biasanya sih tidak begitu parah. Cuma diam tanpa kata seharian penuh dan
tak keluar rumah sedikit pun. Sekarang justru kebalikannya. Maunya
keluar rumah terus dan sedikit bikin kisruh. Kalau di rumah gedor-gedor
pintu dan banting-banting gelas.
Duhhh.... Menghadapi fakta demikian aku sungguh merasa pilu. Sedih tak
terkira! Tapi juga bersyukur bahwa Dia SWT memberiku kekuatan mental
untuk menghadapi situasi terburuk dalam hidup. Andai tidak, aku pasti
akan mengalami derita yang sama bilamana merasa langit menghimpit dan
bumi menjepit. Duuh, betapa bersyukurnya aku dikaruniai kesehatan jiwa
yang lumayan baik. Setidaknya aku masih mampu mengendalikan diri di
tengah-tengah amarah dan kekecewaan yang melanda.
Teman, persoalan pelik dalam hidup itu biasa datang silih berganti. Maka
perkuat mental-sehatkan jiwa agar kita tetap "terkendali". Ikhlas,
pasrah, senantiasa berpikiran positif, dan yakin seribu persen bahwa
semua hal terjadi atas rancangan-Nya belaka. Kiranya itulah hal-hal yang
dapat membuat kita setangguh karang yang dihempas ombak samudera.
Bukankah begitu?
MORAL CERITA:
Jangan pernah merasa jadi orang yang paling menderita sedunia. Ntar bisa beranjak gila, lho. Gila-gilaan sedikit sih boleh. Untuk intermezzo dalam hidup. Tapi gila beneran? Enggak lah yauw....
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!