PASAR! Ya, pagi-pagi aku sudah menyasarkan diri di pasar. Bukan nyasar, melainkan menyasarkan diri. Dasar hukumnya, mumpung sedang berada di dekat pasar, kenapa tidak sekalian saja masuk ke dalamnya. Toh tak mesti setahun sekali aku berkesempatan ke pasar.
Namanya juga menyasarkan diri. Artinya 'kan aku iseng-iseng belaka pergi ke pasar. Dan memang, aku tak punya tujuan apa pun di situ. Enggak berniat belanja ataupun cari jodoh. Enak aja. Cari jodoh yang baik itu di masjid, lho. Hihihi.... #Mulai-baper
Seperti banyak kisah dalam hidupku, kemenyasaranku di pasar ini pun bermula dari Adiba. Ceritanya, pagi-pagi dari rumah bersepeda ria. Tujuanku untuk menjemput Adiba. Sejak kemarin siang dia 'kan ikut PERSAMI (= Perkemahan Sabtu Minggu). Lokasi PERSAMI sih di halaman sekolahnya, SDN Sindurejan itu. Jadi, enggak serem-serem amat meskipun hujan berpotensi menderas.
Oke. Dasar Adiba memang ajaib, begitu melihatku dia malah bilang, "Aku pulangnya nanti. Enggak mau pulang sekarang. Bunda terlalu cepat menjemput." Lhadalah! Sementara anak-anak lain amat suka bila segera dijemput, ini bocah malah sebaliknya.
"Sudahlah, Bunda. Aku nungguin mereka dulu. Mereka belum ada yang menjemput," kata Adiba seraya menunjuk segerombolan temannya. Sungguh, sikap "kesetiakawanannya" yang seperti ini sudah kerap kujumpai. Hmm. Waspadalah. Ada tanda kutip pada frasa kesetiakawanannya. Hehehe....
Maka sepeda kutinggal. Tatkala Adiba menyerahkan ransel yang sarat isi, aku tolak. "Bunda enggak mau bawa, ah. Masak masuk-masuk pasar bawa ransel?" Kataku asal. Nah, lho! Berhubung aku orang yang senantiasa berusaha seiya sekata, terpaksalah aku menuju pasar. Ya, kebetulan sekolah Adiba berdekatan dengan pasar. It's the sweet market, Pasar Legi. Hihihi....
Sungguh, beberapa saat kemudian aku sudah berkelana di rimba perjualbelian tradisional. Sekadar menonton sayur-mayur dan aneka bumbu. Berkeliling dari satu los ke los yang lain. Hehehe.... Iseng banget pokoknya. Yup! Aku berkeliling dan melihat-lihat saja. Aku bawa uang sih, di dompet Oriflame-ku. Jumlahnya cukup kalau untuk membayar seikat bayam. Tapi 'kan aku tak berniat belanja? Apalagi belanja sayur-mayur yang belum dimasak? Ih, enggak banget. Terlebih di saat-saat lagi dikejar DL naskah begini.
Maka yang terjadi, aku berdialog batin. Eh, ini sebutannya dialog atau monolog? Hehehe, entahlah? Pokoknya aku malah berpikir tentang tokoh-tokoh yang kelak mungkin hadir dalam cerpen atau novelku. Tokoh-tokoh yang kehadirannya terinspirasi oleh orang-orang yang kutemui di pasar. Aha! Ini bagus. Aku tak berdusta pada Adiba, sekaligus mendapatkan pencerahan untuk ide fiksiku. Hmmm.... :D
MORAL CERITA:
Oke. Dasar Adiba memang ajaib, begitu melihatku dia malah bilang, "Aku pulangnya nanti. Enggak mau pulang sekarang. Bunda terlalu cepat menjemput." Lhadalah! Sementara anak-anak lain amat suka bila segera dijemput, ini bocah malah sebaliknya.
"Sudahlah, Bunda. Aku nungguin mereka dulu. Mereka belum ada yang menjemput," kata Adiba seraya menunjuk segerombolan temannya. Sungguh, sikap "kesetiakawanannya" yang seperti ini sudah kerap kujumpai. Hmm. Waspadalah. Ada tanda kutip pada frasa kesetiakawanannya. Hehehe....
Maka sepeda kutinggal. Tatkala Adiba menyerahkan ransel yang sarat isi, aku tolak. "Bunda enggak mau bawa, ah. Masak masuk-masuk pasar bawa ransel?" Kataku asal. Nah, lho! Berhubung aku orang yang senantiasa berusaha seiya sekata, terpaksalah aku menuju pasar. Ya, kebetulan sekolah Adiba berdekatan dengan pasar. It's the sweet market, Pasar Legi. Hihihi....
Sungguh, beberapa saat kemudian aku sudah berkelana di rimba perjualbelian tradisional. Sekadar menonton sayur-mayur dan aneka bumbu. Berkeliling dari satu los ke los yang lain. Hehehe.... Iseng banget pokoknya. Yup! Aku berkeliling dan melihat-lihat saja. Aku bawa uang sih, di dompet Oriflame-ku. Jumlahnya cukup kalau untuk membayar seikat bayam. Tapi 'kan aku tak berniat belanja? Apalagi belanja sayur-mayur yang belum dimasak? Ih, enggak banget. Terlebih di saat-saat lagi dikejar DL naskah begini.
Maka yang terjadi, aku berdialog batin. Eh, ini sebutannya dialog atau monolog? Hehehe, entahlah? Pokoknya aku malah berpikir tentang tokoh-tokoh yang kelak mungkin hadir dalam cerpen atau novelku. Tokoh-tokoh yang kehadirannya terinspirasi oleh orang-orang yang kutemui di pasar. Aha! Ini bagus. Aku tak berdusta pada Adiba, sekaligus mendapatkan pencerahan untuk ide fiksiku. Hmmm.... :D
MORAL CERITA:
- Kalau mau masuk surga, selalulah bicara jujur sekalipun kepada anak Anda sendiri; sekalipun mulanya berupa jawaban asal.
- Selalu nikmatilah tempat Anda berada, niscaya akan ada manfaatnya bagi Anda. Buktinya keisenganku menikmati pasar berbuah penokohan dan... semangat memfiksi!
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!