JUDUL postinganku kali ini meminjam (tapi bukan berhutang lho yaaa...) judul buku karya salah seorang teman. Tepatnya salah seorang temanku yang berperangai santun. Siapakah dia? Duh, mungkin Anda yang sangat akrab denganku akan kepo. Heran plus bertanya-tanya, benarkah daku punya teman yang santun? Ah! Padahal lho ya, mayoritas temanku berperangai santun. Sampai-sampai aku pun ketularan virus santun tersebut. Ehem, ehem. Enggak boleh protes.
Baiklah. Mari kita balik ke teman santunku yang penulis Muhasabah Penggugah Jiwa. Dia adalah Adzi JW, yang nama lengkapnya Abdu Dzil Jalali Wal Ikrom. Nah, lho. Dari namanya saja sudah tercium aroma santunnya. Seseorang sang santun, seorang ustaz muda berbakat, dan menulis buku. Wah! Sudah pasti dengan sekali berimajinasi saja orang akan langsung ngeh bahwa isi bukunya penuh gizi rohani. Dan, kenyataannya memang begitu. Lha wong pada cover belakangnya saja dicantumkan label "Motivasi Islami". Hehehe....
Muhasabah Penggugah Jiwa memang sarat akan pedoman hidup. Yakni pedoman-pedoman yang dapat langsung kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Menariknya, semua nasihat kebaikan itu disampaikan dengan cara bersahaja. Jadi, orang-orang awam agama semacam aku tetap mampu memahaminya dengan penuh cinta. Hmmm. Maaf, kali ini aku tidak lebay dalam mempergunakan istilah. Aku beneran mampu memahaminya sepenuh cinta!
Pokoknya begitu, deh. Aku paham apa yang disampaikan, lalu aku sadar bahwa ternyata --sebagai muslim-- ada banyak hal salah yang masih kupraktikkan, tapi aku tak lantas berang sebab tersinggung. Nah, inilah yang kumaksud memahaminya dengan penuh cinta. Logis 'kan istilahku tadi?
Sebagai contoh, pada bab "Etika Bertetangga". Di situ dijelaskan bahwa menyetel musik keras-keras termasuk merampas kenyamanan tetangga; kategorinya berbuat zalim kepada tetangga. Duh, duh, duh. Padahal, aku dan tetanggaku acap kali bergantian menyetel radio keras-keras. Berarti kami saling mengganggu kenyamanan. Ckckck.... #Harus segera kudiskusikan dengan para tetanggaku deh soal ini
Selain menyetel radio dengan volume cetar membahana, tetanggaku pun kadang kala sangat terganggu oleh... lolongan Adiba. Hmm. Lolongan? Kayak serigala saja. Oke. Aku ganti istilahnya menjadi: tangisan Adiba. Untuk hal ini tentunya di luar kendaliku. Gimana, ya? Lha wong kalau menangis, Adiba itu kadang kala terasa lepas kendali. Makin dibujuk untuk diam malah makin diperkeras volume lolongannya, eh, tangisannya. Alhamdulillah makin besar makin berkurang hobinya menangis melolong-lolong itu.... #Hmmm, tetap bernuansa serigala istilahku
Itulah dua hal, dari sekian banyak hal yang lainnya, yang bikin aku tersentil. Tapi sekali lagi, sentilannya tak bikin aku mendadak berang. Justru sebaliknya, bikin aku senyum-senyum dikulum. Ahaiii. Itu baru dalam satu hal, yaitu hal etika bertetangga. Belum lagi dengan hal-hal lainnya. Kukira Anda pun pasti akan merasakan kondisi yang sama bila membaca Muhasabah Penggugah Jiwa. Enggak yakin dengan testimoniku? Yeaay, makanya segera beli dan baca. Hohoho.... #Iklan habisss
Eh, tunggu dulu. Mentang-mentang buku karya teman sendiri, aku tak memuji dengan membabibuta, lho. Memang ada beberapa kesalahan teknik yang lumayan menggangguku (entah kalau bagi orang lain) di dalam buku ciamik tersebut. Tapi gangguannya bersifat teknis semata. Cuma salah ketik, kelebihan huruf, dan kurang huruf. Kukira hanya terlewatkan oleh sang penulis dan sang editornya. Hmmm. Semoga edisi cetak ulangnya kelak sudah terbebas dari gangguan tersebut. Semoga.
Satu hal lagi. Sebab tak semua orang paham makna dari muhasabah, aku membayangkan begini: andaikata di cover belakang buku ada penjelasan singkat tentang makna muhasabah, tentu para calon pembaca yang enggak ngeh bisa menjadi ngeh maknanya. Kalau sudah ngeh berarti paham judul buku tersebut, lalu ujung-ujungnya membeli karena ingin tahu cara mengevaluasi dirinya sendiri. Untuk masalah ini, aku pikir lebih tepat jika "bayanganku" kusampaikan pada tim pracetaknya, ya? 'Kan yang mendesain cover bukan sang penulis?
Tapi percayalah. Di luar dua hal yang kurewelkan tadi, semua konten buku ini insya Allah bagus. Sangat penuh gizi. Padahal harganya enggak mahal, lho. Aku ulang, ya: ENGGAK MAHAL. Beneran. Aku yakin deh kalau harga buku ini jauh lebih murah daripada kopi sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin.
Sebagai contoh, pada bab "Etika Bertetangga". Di situ dijelaskan bahwa menyetel musik keras-keras termasuk merampas kenyamanan tetangga; kategorinya berbuat zalim kepada tetangga. Duh, duh, duh. Padahal, aku dan tetanggaku acap kali bergantian menyetel radio keras-keras. Berarti kami saling mengganggu kenyamanan. Ckckck.... #Harus segera kudiskusikan dengan para tetanggaku deh soal ini
Selain menyetel radio dengan volume cetar membahana, tetanggaku pun kadang kala sangat terganggu oleh... lolongan Adiba. Hmm. Lolongan? Kayak serigala saja. Oke. Aku ganti istilahnya menjadi: tangisan Adiba. Untuk hal ini tentunya di luar kendaliku. Gimana, ya? Lha wong kalau menangis, Adiba itu kadang kala terasa lepas kendali. Makin dibujuk untuk diam malah makin diperkeras volume lolongannya, eh, tangisannya. Alhamdulillah makin besar makin berkurang hobinya menangis melolong-lolong itu.... #Hmmm, tetap bernuansa serigala istilahku
Itulah dua hal, dari sekian banyak hal yang lainnya, yang bikin aku tersentil. Tapi sekali lagi, sentilannya tak bikin aku mendadak berang. Justru sebaliknya, bikin aku senyum-senyum dikulum. Ahaiii. Itu baru dalam satu hal, yaitu hal etika bertetangga. Belum lagi dengan hal-hal lainnya. Kukira Anda pun pasti akan merasakan kondisi yang sama bila membaca Muhasabah Penggugah Jiwa. Enggak yakin dengan testimoniku? Yeaay, makanya segera beli dan baca. Hohoho.... #Iklan habisss
Eh, tunggu dulu. Mentang-mentang buku karya teman sendiri, aku tak memuji dengan membabibuta, lho. Memang ada beberapa kesalahan teknik yang lumayan menggangguku (entah kalau bagi orang lain) di dalam buku ciamik tersebut. Tapi gangguannya bersifat teknis semata. Cuma salah ketik, kelebihan huruf, dan kurang huruf. Kukira hanya terlewatkan oleh sang penulis dan sang editornya. Hmmm. Semoga edisi cetak ulangnya kelak sudah terbebas dari gangguan tersebut. Semoga.
Satu hal lagi. Sebab tak semua orang paham makna dari muhasabah, aku membayangkan begini: andaikata di cover belakang buku ada penjelasan singkat tentang makna muhasabah, tentu para calon pembaca yang enggak ngeh bisa menjadi ngeh maknanya. Kalau sudah ngeh berarti paham judul buku tersebut, lalu ujung-ujungnya membeli karena ingin tahu cara mengevaluasi dirinya sendiri. Untuk masalah ini, aku pikir lebih tepat jika "bayanganku" kusampaikan pada tim pracetaknya, ya? 'Kan yang mendesain cover bukan sang penulis?
Tapi percayalah. Di luar dua hal yang kurewelkan tadi, semua konten buku ini insya Allah bagus. Sangat penuh gizi. Padahal harganya enggak mahal, lho. Aku ulang, ya: ENGGAK MAHAL. Beneran. Aku yakin deh kalau harga buku ini jauh lebih murah daripada kopi sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin.
si bapak promosi buku temannya yang santun :D bisa saya order bukunya tidak pak?
BalasHapussangat bisa dong mas Arief...
Hapus