Rabu, 09 Maret 2016

NYEPI, GERHANA, dan KISAHKU

HARI ini, tanggal 9 Maret 2016, adalah hari Rabu. Sebuah Rabu yang sesuatu. Bertepatan dengan dua peristiwa penting yang menasional. Pertama, Hari Raya Nyepi. Kedua, terjadinya gerhana matahari total di beberapa provinsi di Indonesia. 

Di samping dua peristiwa tersebut, ada satu lagi peristiwa yang sifatnya amat lokal. Hanya di Jogja dan hanya penting bagi para pendengar RB FM. Hehehe.... Ternyata saudara-saudara, pada tanggal 9 Maret tahun ini, stasiun radio itu merayakan ultahnya yang ke-49. Tak sengaja pagi tadi pas menyimak siraman rohani aku dengar infonya. Eh, penting gak sih ini ditulis di sini? Hahahaha.... :D

Hmm. Kiranya pagi ini merupakan sebuah pagi yang uh la la bagiku. Janjian mau shalat gerhana di Masjid X yang berlokasi di RT sebelah, eh, aku baru mau ganti baju kok sudah dimulai. Kedengaran dari pengeras suaranya. Padahal, setahuku pukul tujuh tet mulainya. Wah! Enggak asyik!

Beberapa tetangga yang semula duduk-duduk di terasku pun lenyap. Ah, pasti. Pasti mereka langsung berlari ke Masjid X untuk menyusul shalat. Aku tanpa ampun ditinggalkan begitu saja. Padahal jelas, salah seorang di antara mereka sudah janjian berangkat bareng denganku. Waduh! Gagal shalat deh. Demikian keluhku dalam hati. 

Aku merasa masygul. Duduk terdiam sembari membaca koran kemarin. Dalam hati menyesal setengah mati. Aku belum pernah melakukan shalat gerhana dan ingin sekali melakukannya. Eh, kok ya malah batal ini gimana? Aku pun menyesal sebab lelet dalam persiapan dan tak mencari info baik-baik soal jam pelaksanaan shalat gerhana itu. 

Merasa jengah, aku buka jendela kamar. Pas tetangga depan rumah keluar membawa seember cucian untuk dijemur. Kusapa, "Lho, Budhe? Kukira panjenengan berangkat shalat...." 

Beliau spontan menjawab, "Lho, Mbak? Masih di rumah tho  Kukira yang pakai baju merah tadi sampeyan? Ini tadi Mbak A ngampiri, terus aku bilang sampeyan sudah berangkat ke Masjid Y. Jadi dia berangkat sendiri, jalan kaki...."

Aku terhenyak mendengar perkataan sang tetangga. OMG! Ini ada salah info lagi. Huaaa.... Tapi ada harapan. Si tetangga bilang di Masjid Y shalat dimulai pukul tujuh. Kulirik jam dinding, ternyata sudah pukul tujuh kurang tujuh menit. Aduuh! Aku tepok jidat lagi. Walaupun berlari, aku tetap telat. Saat ku mulai masygul lagi, tetiba tetanggaku setengah berteriak, "Ituuuu, Pak Yusuf dan anaknya baru berangkat!"

Langsung aku lari keluar rumah. Maksudku hendak mengejar Pak Yusuf dan anaknya. Eh, mereka ternyata pakai motor. Tapi seorang tetangga yang lain tetiba muncul. Dia sedang mengeluarkan sepeda motor dari rumah. Tampaknya baru bangun tidur. Masih kusut masai penampilan dan wajahnya.

Dia heran melihatku sudah bergamis manis di pagi hari sembari menenteng peralatan shalat. "Mau ke mana, Mbak? Ada apa e? Kok kayak mau shalat Id?"

Wuahhh. Demi mendengar pertanyaannya aku langsung sadar. Dialah malaikat penolongku pagi ini. Seketika kuminta dia untuk nganterin ke Masjid Y yang berlokasi di dusun sebelah utara dusun kami. Kuminta agak ngebut. Yang artinya, permintaan tolongku sekaligus menjawab pertanyaan bingungnya tadi. Hahaha.... :D

Begitu aku sampai di masjid, shalat langsung dimulai. Aku datang pada saat yang tepat. Alhamdulillah. Meskipun mendapatkan tempat di halaman masjid, nyaris mepet pagar.  Yang penting nyaman dan tidak telat.

Mulai dari shalat hingga khotbah, Alhamdulillah semua lancar. Imamnya asyik. Baik ketika memimpin shalat maupun berkhotbah. Dan saat berdoa sebelum rangkaian acara ditutup, aku menangis haru. Tangisku terutama terisak-isak tepat pada kalimat berikut.

"Ya Allah, Ya Rabb, hanya karena kehendak-Mu kami beruntung bisa berada di masjid ini. Melakukan shalat, menundukkan diri di hadapan-Mu, sementara banyak di antara saudara kami yang masih disibukkan oleh urusan-urusan lain di rumah...."

Anda pasti paham mengapa aku menangis terisak-isak tepat di kalimat itu 'kan? Yup! Sebab hari ini aku nyaris tak bisa menjadi jamaah shalat gerhana. Jadi ceritanya, aku terisak-isak sebab terharu dengan kisah perjalananku sendiri. Hehehe.... Kiranya inilah satu lagi the power of bejo dalam hidupku.

Seiring dengan usainya prosesi shalat gerhana, selesaikah kisah konyolku pagi ini? Oh, tidak. Kisahku tak berhenti dengan bubarnya shalat, dong. Setelah melipat mukena dan sajadah, lalu sarapan semangkuk bubur kacang hijau gretongan dari masjid, aku celingukan cari teman buat pulang. Terutama yang kucari adalah tetangga yang janjian bareng aku. Di manakah dia?

Aku tunggu beberapa saat, tak muncul sama sekali orangnya. Yang bermunculan dari dalam masjid justru beberapa tetangga yang lain. Yang tidak janjian bareng denganku. Tapi tak soal. Yang penting aku tidak berjalan kaki sendirian melintasi areal persawahan nan sunyi.

Hingga sampai rumah aku tak jumpa dengan tetangga yang janjian denganku. Namun, aku yakin dia pasti mengira aku yang mengkhianatinya. Maka tanpa mampir rumah dulu, aku langsung berkunjung ke rumahnya. Begitu melihatku dia langsung protes. Tuh kan! Dia amat yakin bahwa aku telah meninggalkannya begitu saja. Padahal, yang terjadi justru sebaliknya.

Akhirnya kami tertawa terbahak-bahak, setelah sadar akan salah paham yang terjadi. Dan kami berdua memutuskan mendatangi tetangga depan rumahku, yang telah memberikan info sesat. "Budheeee....! Gara-gara Budhe kami saling tuduh....! Kami protessss!" 



2 komentar:

  1. kemarin nggak begitu nampak, karena di Sidoarjo hanya beberapa persen saja, nggak sampai gerhana matahari total, tapi syahdu dengan mengerjakan sholat gerhana :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama Mba, di Jogja pun tak bgitu terasa...syahdu juga kuraskana...buktinya aku sampai mengisak-isaki diri sendiri...qiqiqiqi..

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!