ODOP-ku hari ini masih berbau-bau gerhana. Hahaha.... Topik yang kekinian gitu, lho. Yeah! Kalau kemarin kisahku terkait gerhana adalah kisah yang konyol plus sedikit mengharukan, hari ini... pun sama saja. Hahahaha.... :D #'Kan sudah kubilang kalau selalu ada hal komedi dalam hidupku? Dalam kisahku?
Tapi ada juga sedikit bedanya, kok. Bedanya ini. Kalau kisah yang kemarin merupakan kisah yang mengharukan dalam nuansa lebay (yaiyalah lebay, lha wong aku terharu pada diriku sendiri), kali ini aku mau bertutur tentang kisah mengharukan yang sejati. Halah! Apa pula ini?
Maksudku begini. Aku hendak mengisahkan perihal bapak tercintaku. Dahulu kala, ketika menyambut datangnya GMT (= Gerhana Matahari Total) yang terjadi pada tanggal 11 Juni 1983, beliau bela-belain beli tipi. Padahal tatkala itu, aliran listrik dari PLN belum nyampai kampung kami. Dan kini aku curiga, dulu itu uangnya diperoleh dari hasil ngutang. Duh, ini lho poin mengharukannya terletak di sini.
Kala itu kami tinggal di kampung. Lumayan jauh dari ibukota kabupaten. Jadi, tipi alias televisi tergolong barang mewah bagi kami. Bapakku toh seorang guru dengan gaji pas-pasan. Sementara ibuku seorang ibu rumah tangga murni tanpa campuran... eh, tanpa penghasilan. Maka tipi tak termasuk dalam daftar kebutuhan keluarga.
Tapi dunia kami berubah manakala GMT tiba. Berhari-hari sebelumnya TVRI sudah berkoar-koar tentang gerhana. Tentunya berikut bahayanya jika dilihat dengan mata telanjang. Hasil nyata koar-koar itu adalah... ibuku ketakutan. Bukan takut pada dedemit, lho. Tapi takut terhadap bahaya gerhana.
Maklum saja. Anak-anak beliau --yang kala itu masih segede upil-- suka bersilaturahmi ke rumah tetangga jauuuuh. Adapun tujuan silaturahminya ya numpang nonton tipi. 'Kan mencemaskan kalau harus dibiarkan berjalan di bawah temaramnya matahari bergerhana? Hihihi.... :D
Ih, Anda perlu tahu bahwa aku pernah demikian katrok adanya. Jadi kalau kini bisa nulis di blog, hitungannya ya sudah sangat keren. Hahaha.... Padahal, gaptek-gapteknya masih tersisa di sana sini.
O, ya. Kala itu tempat kami tinggal termasuk wilayah yang terkena GMT. Jadi sejak pagi, hingga malam, suasana memang temaram kelam. Jalanan dan pasar pun lengang. Jendela dan pintu rumah tertutup rapat serapat-rapatnya. Aih! Mana ada yang update status di medsos dan selfie-selfie?
Tapi kami sekeluarga tenang-tenang saja terkurung dalam rumah. 'Kan punya tipi baru. Bapak, ibu, aku, dan adik perempuanku manis-manis melihat prosesi GMT dari TVRI. Enggak tahu deh si bungsu, Boy Nugroho, kala itu ngapain di rahim ibu. Entah tenang-tenang atau nendang-nendang? Ibuku enggak cerita, sih. Hihihi.... :D
Alhamdulillah kala aku kecil ada gerhana. Jadi, bapakku malah beli tipi. Walaupun masih tipi hitam putih dan dinyalakan pakai aki (bukan aki-aki, lho), sudah sangat membanggakan hatiku. Membuatku merasa bahagia sejahtera, merasa jadi anak orang kaya. Hihihi.... Maklumlah. Kala itu hanya orang berpunya yang mampu beli tipi. .
Sudahlah. Kuakhiri saja memori manisku nan dramatis komedis ini. Semoga Anda menjadi makin bersyukur bila ternyata punya masa kecil yang tak sekatrok diriku. Tapi jangan lupa, klik link yang kuberikan ini, ya. Ada gambar-gambar ciamik di situ. Gambar GMT kemarin....
MORAL CERITA:
Tiap orang punya masa lalu yang berlainan. Masa lalu yang mungkin bagai cerita sinetron bagi orang yang tak mengalaminya.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!