KEMARIN seorang kawan lama, kawan SMP-ku dahulu kala, berkomentar pada salah satu postingan di blog ini. Intinya dia bilang bahwa kesukaanku mengisi mading (= majalah dinding) di masa lalu, kini betul-betul termaksimalkan. Aku dipandangnya sebagai sosok yang sukses mencapai cita-cita. Yakni cita-cita sebagai penulis.
Hmm. Aku jadi sedikit terpukau, lalu tercenung sesaat gegara komentar tersebut. Benarkah cita-citaku sedari dulu memang menjadi penulis? Entahlah. Rasanya waktu itu aku malah bersikukuh ingin menjadi presiden. Tapi soal kegilaanku untuk mengisi mading SMP, itu benar adanya. Pokoknya aku narsis banget dengan naskah-naskah mading. Seingatku naskahku yang lolos tampil selalu berupa puisi.
Selulusku dari SMP, Alhamdulillah selain ada madingnya, di SMA tempatku belajar juga ada majalah sekolahnya. Aku ingat betul, majalah terbitan SMA-ku itu bernama DERAP PELAJAR. Dan lagi-lagi, naskahku yang lolos tampil ya puisi. Huft! Puisi puisi puisi....
Sebenarnya selain menulis puisi untuk mading, aku juga banyak menulis surat untuk para sahabat pena. Nah, lho. Zaman dahulu gitu, lho. Sahabat pena is the best. Kalau zaman sekarang 'kan sahabat fesbuk. Hihihi....
Lalu, apa korelasi surat dengan mading? Hmm. Begini maksudku. Keduanya toh sama-sama melibatkan kegiatan menulis. Menuangkan perasaan dan pikiran melalui bahasa tulis. Nah! Berarti dari keduanya kemampuanku menulis terasah. Hingga akhirnya, beginilah aku sekarang. Walaupun belum menjadi penulis keren plus beken, Alhamdulillah sudah bisa jajan dari honor nulis.
Jadi kesimpulannya, aku terlatih patah hati....eh, bukaannn, maksudku terlatih menulis sejak remaja belia dulu. Bahkan sesungguhnya, sejak SD aku pun sudah aktif menulis. Dengan bentuk tulisan dan tema apa pun.
Aku pun pernah disuruh mewakili sekolah untuk ikut lomba menulis cerita pas SD. Lalu sebagai projek pribadi nan ambisius, aku bikin buku kumpulan puisi hingga menghabiskan dua buku tulis; yang mana aku tulis rapi semua puisiku di situ. Lalu, aku taruh sembarangan di ruang tamu dengan tujuan dibaca siapa pun yang datang. Biasanya sih yang suka kepo waktu itu teman-teman bapakku, sesama guru.
Kalau puisi-puisiku itu dipuji, aku bahagianya minta ampun. Andai bisa koprol, tentu aku akan melakukannya. Hmm. Oh la la! Ternyata dulu itu, aku gila pujian atas karya-karyaku. Dasar! Alhamdulillah sekarang enggak lagi. Entah kalau malah gila beneran????
MORAL CERITA:
Apa yang Anda suka di masa lalu, apa yang Anda lakukan di masa lalu, bisa merealita di masa kini. Maka berhati-hatilah dengan kesukaan dan kelakuan Anda. Nah!
Di atas adalah hasil coretan Adiba. Entah apa maksudnya. Kalimatnya sih meniru orang lain. Hmmm. Mana pakai cap bibir segala. Sama sekali tidak mirip denganku. Tapi laptopnya idem ditto dengan komputer mejaku. Terlalu banyak berisi gambar dan susunan kata. Entah itu sebuah cerita atau apa? Tapi kubiarkan saja. Siapa tahu itu merupakan embrio dari sesuatu yang dari masa depannya kelak?
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!