Enggak tahu kenapa aku tertarik untuk menjadikan gambar di atas sebagai pelengkap postinganku kali ini. Hmm. Entahlah? Itu juga hasil nemu di HP-ku. Yang bikin sih Adiba.... :D
DANGDUT semalam bikin aku kepayahan pagi ini. Dan pasti, seharian nanti. Kepayahan sebab didera kantuk berat. Ya, tentu saja begitu. Semalam dangdut berakhir lewat tengah malam. Itu berarti aku tak bisa tidur awal. Padahal, sejak pagi aku sudah lelah ikut mempersiapkan ini-itu dan membereskan pekerjaanku sendiri. Padahal pula, kepalaku sedikit pusing gegara cuaca panas yang amat cetar.
Jelas bahwa aku kurang tidur. Bagaimana bisa tidur awal kalau dentuman musik dangdut merobek-robek gendang telingaku? Berkali-kali aku mencoba abai pada suara. Berkali-kali membaca doa sebelum tidur. Sekuat tenaga berupaya memejamkan mata. Hasilnya? Justru suara kurang merdu yang diseksi-seksikan itu menerorku.
Iya, biduan dangdutnya kurang oke. Aku awam dangdut. Tapi merasakannya demikian. Sang biduan hanya menang centil dan genit saja. Kosa lagu dangdutnya tampak terbatas. Lha piye? Masak satu lagu rerata diulang sampai tiga kali?
Yang menjengkelkan, tema lagunya enggak banget semua. Itu... soal perselingkuhan dan pengkhianatan cinta. Seperti tak ada lagu lain yang lebih berkualitas. Sungguh! Lagu-lagu yang semalam dinyanyikan tak kukenal semua.
Ih, ih. Apalagi kata Adiba, yang sempat melihat sebentar, baju sang biduan terlampau mini plus atasan you can see. Aihh! Kok si mbak biduan enggak sadar lingkungan banget? Manggung di kampung gitu, lho. Mbokyao pilihan busana manggungnya yang lebih netralan. Pentas di kampung 'kan penontonnya heterogen. Mulai dari para orok hingga eyang-eyang. Haiyyah!
Ah, sudahlah. Malah keterusan jengkel gegara dangdut ini. Haha! Tapi, apa boleh buat? Kantuk ini sungguh-sungguh membunuhku. Apalagi pagi ini tadi, aku tak punya waktu buat bermalasan di tempat tidur. Ada acara jalan santai dalam rangka Hari Kartini. Mulainya pukul enam pagi.
Duh! Setelah semalam begadangan, bangun pagi dan langsung beraktivitas di pagi buta adalah tantangan tersendiri. Loyo. Mata pedas. Mau cuek enggak ikut, enggak mungkin juga. Tempat start di sebelah rumah juga. Musik sudah disetel keras-keras. Panitia memanggil-manggil warga melulu. Warga se-RT sudah banyak berkumpul di sekeliling rumah. Sempurna! Maksudnya, sempurna untuk segera membangkitkanku dari kubur... eh, tempat tidur.
Oahemm... zzzz.... Sudahlah. Apa pun itu, tulisan ini jelas merupakan curhatan pribadiku. Toh banyak tetangga yang hepi-hepi saja dengan dangdut semalam. Bisa jadi, aku saja yang rempong sendiri. Ya, begitu saja. Tepatnya anggap begitu saja.
Adapun dampak dari dangdut semalam, selain kantuk beratku, adalah... "aku makin mencintai Rhoma Irama". Haha! Ini betulan, lho. Seawam-awamnya aku terhadap dangdut, aku toh sedikit tahu lagu-lagu Bang Rhoma. Dan itu, jauuuhhh lebih berkualitas daripada lagu-lagu dangdut semalam.
MORAL CERITA:
Demi kemaslahatan bersama, tak ada salahnya kita sedikit mengalah. Asalkan mengalahnya dengan ikhlas dan memakai cara yang tak lebay.
Jelas bahwa aku kurang tidur. Bagaimana bisa tidur awal kalau dentuman musik dangdut merobek-robek gendang telingaku? Berkali-kali aku mencoba abai pada suara. Berkali-kali membaca doa sebelum tidur. Sekuat tenaga berupaya memejamkan mata. Hasilnya? Justru suara kurang merdu yang diseksi-seksikan itu menerorku.
Iya, biduan dangdutnya kurang oke. Aku awam dangdut. Tapi merasakannya demikian. Sang biduan hanya menang centil dan genit saja. Kosa lagu dangdutnya tampak terbatas. Lha piye? Masak satu lagu rerata diulang sampai tiga kali?
Yang menjengkelkan, tema lagunya enggak banget semua. Itu... soal perselingkuhan dan pengkhianatan cinta. Seperti tak ada lagu lain yang lebih berkualitas. Sungguh! Lagu-lagu yang semalam dinyanyikan tak kukenal semua.
Ih, ih. Apalagi kata Adiba, yang sempat melihat sebentar, baju sang biduan terlampau mini plus atasan you can see. Aihh! Kok si mbak biduan enggak sadar lingkungan banget? Manggung di kampung gitu, lho. Mbokyao pilihan busana manggungnya yang lebih netralan. Pentas di kampung 'kan penontonnya heterogen. Mulai dari para orok hingga eyang-eyang. Haiyyah!
Ah, sudahlah. Malah keterusan jengkel gegara dangdut ini. Haha! Tapi, apa boleh buat? Kantuk ini sungguh-sungguh membunuhku. Apalagi pagi ini tadi, aku tak punya waktu buat bermalasan di tempat tidur. Ada acara jalan santai dalam rangka Hari Kartini. Mulainya pukul enam pagi.
Duh! Setelah semalam begadangan, bangun pagi dan langsung beraktivitas di pagi buta adalah tantangan tersendiri. Loyo. Mata pedas. Mau cuek enggak ikut, enggak mungkin juga. Tempat start di sebelah rumah juga. Musik sudah disetel keras-keras. Panitia memanggil-manggil warga melulu. Warga se-RT sudah banyak berkumpul di sekeliling rumah. Sempurna! Maksudnya, sempurna untuk segera membangkitkanku dari kubur... eh, tempat tidur.
Oahemm... zzzz.... Sudahlah. Apa pun itu, tulisan ini jelas merupakan curhatan pribadiku. Toh banyak tetangga yang hepi-hepi saja dengan dangdut semalam. Bisa jadi, aku saja yang rempong sendiri. Ya, begitu saja. Tepatnya anggap begitu saja.
Adapun dampak dari dangdut semalam, selain kantuk beratku, adalah... "aku makin mencintai Rhoma Irama". Haha! Ini betulan, lho. Seawam-awamnya aku terhadap dangdut, aku toh sedikit tahu lagu-lagu Bang Rhoma. Dan itu, jauuuhhh lebih berkualitas daripada lagu-lagu dangdut semalam.
MORAL CERITA:
Demi kemaslahatan bersama, tak ada salahnya kita sedikit mengalah. Asalkan mengalahnya dengan ikhlas dan memakai cara yang tak lebay.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!