ALHAMDULILLAH, Alhamdulillah. Nikmat manakah yang akan aku dustakan? Sungguh, jalan hidupku tak indah dan tak mudah. Tapi amat tak beralasan jika aku mengeluh. Apalagi jika sampai menggugat-Nya. Enggak banget, deh. Aku tak mau menjadi pecundang kehidupan.
Sekali lagi, nikmat manakah yang akan aku dustakan? Bukankah sepagi ini saja, sederet hal baik sudah kupeluk? Bisa membuka mata kembali setelah rehat semalam. Dalam kondisi bugar, tak kurang suatu apa. Penglihatanku masih terhitung normal. Masih bisa melihat embun pagi, matahari, dan kijing manis depan rumah.
Telingaku masih dimampukan untuk mendengar desir angin. Lidahku masih sempurna mencecap rasa kopi dan roti. Kepalaku pun enggak pusing meskipun barusan terpapar sepotong hati bersianida.... :D
Ingatanku juga masih berfungsi baik. Buktinya, hanya hutang yang kulupakan. Sementara untuk hal-hal lain, aku sangat ingat. Salah dua di antaranya, aku ingat bahwa hari ini merupakan Hari Buku Internasional; juga merupakan hari lahir seorang kawan lama banget.
Ngomong-ngomong, si kawan lama bangetku itu pun sebuah nikmat yang patut kusyukuri. Coba bayangkan. Sudah dua puluh tahunan kami tak pernah kopdar. Tak mesti setahun sekali dia meneleponku. Sementara aku, sama sekali tak pernah meneleponnya. Eh, lha kok aku selalu terdeteksi olehnya? Padahal, aku beberapa kali ganti nomor HP. Rasanya semesta selalu punya logika untuk menghubungkan kami.
Dia SWT memang Mahatahu. Termasuk tahu bahwa aku sedang butuh sebuah jeda. Maka pagi ini, dibuat-Nya aku kepagian ke kantor pos. Dengan begitu pagiku yang biasanya rempong dengan aneka cucian, hari ini menjadi berbeda. Aku diberi-Nya waktu untuk sejenak kongkow cantik di tepi jalan raya. Sembari fesbukan pula. Haha! Kekinian syekalee....
Dan, aku lagi-lagi mesti bersyukur. Ternyata ada efek domino yang indah dari aktivitas fesbukanku itu. Melalui cara yang tak terduga, semesta mendadak membuatku bertemu seorang teman SMP yang kini mukim di Malaysia. Alhamdulillah. Tersambung lagi satu tali silaturahmi.
Rasa syukurku masih berlanjut dari tepi jalan itu. Sekonyong-konyong, seseorang mendekatiku. Lalu bla-bla-bla, basa-basi obrolan pembuka disambung sedikit diskusi tentang hot issue. Hmmm. Sebuah pertemuan singkat, tak lebih dari sepuluh menit, tapi menghasilkan satu kesimpulan yang bernas dan bermakna. Alhamdulillah. Lega dada ini bisa mengungkapkan ide tentang hot issue tersebut. Kiranya pertemuan singkat kami adalah salah satu hikmah dari "kepagianku ke kantor pos".
Demikianlah sebagian kisahku pada 23 April 2016. Tepatnya sebagian. Bukankah 23 April ini masih akan berlangsung hingga pukul 24.00 WIB nanti? Dan nanti malam, ada panggung dangdut di sebelah rumah. Sudah pasti malamku bakalan tergubraks karenanya. Entahlah.... Untuk yang satu ini aku mesti bersyukur atau tidak?
MORAL CERITA:
Bersyukurlah untuk tiap hal yang kita genggam. Sepahit dan seburuk apa pun. Percayalah. Syukur itulah yang akan menetralkan rasa pahit dan buruk tersebut. Yang bisa bikin kita senantiasa bahagia.
Sekali lagi, nikmat manakah yang akan aku dustakan? Bukankah sepagi ini saja, sederet hal baik sudah kupeluk? Bisa membuka mata kembali setelah rehat semalam. Dalam kondisi bugar, tak kurang suatu apa. Penglihatanku masih terhitung normal. Masih bisa melihat embun pagi, matahari, dan kijing manis depan rumah.
Telingaku masih dimampukan untuk mendengar desir angin. Lidahku masih sempurna mencecap rasa kopi dan roti. Kepalaku pun enggak pusing meskipun barusan terpapar sepotong hati bersianida.... :D
Ingatanku juga masih berfungsi baik. Buktinya, hanya hutang yang kulupakan. Sementara untuk hal-hal lain, aku sangat ingat. Salah dua di antaranya, aku ingat bahwa hari ini merupakan Hari Buku Internasional; juga merupakan hari lahir seorang kawan lama banget.
Ngomong-ngomong, si kawan lama bangetku itu pun sebuah nikmat yang patut kusyukuri. Coba bayangkan. Sudah dua puluh tahunan kami tak pernah kopdar. Tak mesti setahun sekali dia meneleponku. Sementara aku, sama sekali tak pernah meneleponnya. Eh, lha kok aku selalu terdeteksi olehnya? Padahal, aku beberapa kali ganti nomor HP. Rasanya semesta selalu punya logika untuk menghubungkan kami.
Dia SWT memang Mahatahu. Termasuk tahu bahwa aku sedang butuh sebuah jeda. Maka pagi ini, dibuat-Nya aku kepagian ke kantor pos. Dengan begitu pagiku yang biasanya rempong dengan aneka cucian, hari ini menjadi berbeda. Aku diberi-Nya waktu untuk sejenak kongkow cantik di tepi jalan raya. Sembari fesbukan pula. Haha! Kekinian syekalee....
Dan, aku lagi-lagi mesti bersyukur. Ternyata ada efek domino yang indah dari aktivitas fesbukanku itu. Melalui cara yang tak terduga, semesta mendadak membuatku bertemu seorang teman SMP yang kini mukim di Malaysia. Alhamdulillah. Tersambung lagi satu tali silaturahmi.
Rasa syukurku masih berlanjut dari tepi jalan itu. Sekonyong-konyong, seseorang mendekatiku. Lalu bla-bla-bla, basa-basi obrolan pembuka disambung sedikit diskusi tentang hot issue. Hmmm. Sebuah pertemuan singkat, tak lebih dari sepuluh menit, tapi menghasilkan satu kesimpulan yang bernas dan bermakna. Alhamdulillah. Lega dada ini bisa mengungkapkan ide tentang hot issue tersebut. Kiranya pertemuan singkat kami adalah salah satu hikmah dari "kepagianku ke kantor pos".
Demikianlah sebagian kisahku pada 23 April 2016. Tepatnya sebagian. Bukankah 23 April ini masih akan berlangsung hingga pukul 24.00 WIB nanti? Dan nanti malam, ada panggung dangdut di sebelah rumah. Sudah pasti malamku bakalan tergubraks karenanya. Entahlah.... Untuk yang satu ini aku mesti bersyukur atau tidak?
MORAL CERITA:
Bersyukurlah untuk tiap hal yang kita genggam. Sepahit dan seburuk apa pun. Percayalah. Syukur itulah yang akan menetralkan rasa pahit dan buruk tersebut. Yang bisa bikin kita senantiasa bahagia.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!