LEPAS sehari dari Hardiknas, aku puas berakrab-akrab dengan dua buku yang terkait dengan dunia pendidikan. Yang satu merupakan karya Tetsuko Kuroyanagi, berjudul Totto-chan (Gadis Kecil di Tepi Jendela). Yang satunya lagi karya seorang teman mayaku yang baru, yaitu Padhe Cholik yang merupakan blogger ciamik, berjudul Madrasah Itu Bernama Ibu.
Dua buku yang berbeda masa penulisannya dan berlainan gaya penulisannya, tapi sama-sama terkait dengan pendidikan. Tepatnya pendidikan anak. Totto-chan (Gadis Kecil di Tepi Jendela) memperbincangkan model pendidikan di sekolah. Sementara Madrasah Itu Bernama Ibu memperbincangkan pendidikan anak dalam keluarga.
Titik berat perbincangan dalam buku karya Tetsuko Kuroyanagi adalah si anak. Yakni si anak yang menjadi peserta didik. Sementara titik berat perbincangan dalam buku karya Pakdhe Cholik adalah sang ibu. Yup! Madrasah Itu Bernama Ibu memang mengemukakan 40 kiat menjadi wanita hebat. Yakni wanita yang terkhusus mengemban amanah sebagai ibu.
Alhamdulillah. Pada saat Tuhan memintaku berjeda melalui demam, ada dua buku penuh gizi yang menemaniku. Tapi gegara demam ini pula yang bikin aku telat bayar buku ke Pakdhe Cholik. Haha! Waktu itu aku gak kuat jalan ke ATM untuk transfer sih....
O, ya. Kedua buku itu sukses bikin aku menangis. Totto-chan (Gadis Kecil di Tepi Jendela) membuatku menangis bersama Pak Kobayashi. Yakni ketika Pak Kobayashi memandangi sekolah lokomotifnya terbakar bom yang dijatuhkan Amerika. Bahkan, tangisanku persis sama dengan tangisanku puluhan tahun lalu. Saat aku pertama kali membaca buku ini. Duh! Jangan-jangan aku akan pula menangis jika membacanya lagi kelak.
Sementara Madrasah Itu Bernama Ibu membuatku menangis ketika kulihat foto Pakdhe Cholik bersama Emak. Huaaa.... Pakdhe Cholik beruntung bisa merasakan cinta dan kasih sayang ibu secara utuh. Komplet. Indah. Manis. Aku iri. Ini yang bikin aku menangis.
Namun, tangisanku bukanlah tangisan yang asal mellow. Percayalah. Itu semua hanya disebabkan oleh halusnya perasaanku.... (Aih!). Yang ujung-ujungnya membuatku untuk memancangkan tekad dan semangat. Yakni tekad dan semangat untuk menjadi ibu yang jauh lebih baik bagi Adiba. Mohon kuatku aku, Tuhan.
MORAL CERITA:
Sungguh selain doa-doa kepada-Nya, membaca selalu memberiku banyak kekuatan.
#O, ya. Berikut ini penampakan dua buku yang barusan kuceritakan....
saya juga sdh baca bukunya pakde mbak...
BalasHapusmenyentuh dan membuka mata lebar kita sbg seorang ibu
Iya, Bunda... Alhamdulillah bikin saya makin sadar akan kekurangan diri ini selaku seorang ibu
HapusTerima kasih ulasannya Jeng.
BalasHapusTuhan memberikan Emak yang baik kepada saya. Keuletan, kasih sayang yang diberi bumbu suara menggelegar membuat saya tidak manis-manis manja sebagai anak tunggal.
Salam hangat dari Jombang.
Sama-sama, Pakdhe. Semoga saya mampu pula mendidik anak tunggal saya sehingga bisa jadi manusia yang baik di mata-Nya.
Hapus