RABU senja aku dan Adiba kembali ke Jogja tercinta (ih, tercinta... padahal Jogja jelas-jelas telah membuatku terluka...). Yup! Sejak Senin lalu kami berdua memang bersilaturahmi dengan kerabat yang tinggal di wilayah Solo raya. Bukan di Solo kota, melainkan di Solo coret.
Alhamdulillah, Tuhan mengizinkan kami liburan murmer walaupun sekejap. Namun jangan salah, ada banyak hal yang amat patut dicatat dalam perjalanan kami itu. Secara fisik perjalanan kami terlihat sederhana. Tapi insya Allah, hati kami (terutama hatiku) telah berkelana jauuuuhhh sekali pada liburan singkat tersebut.
Yup! Insya Allah aku merasa makin mampu untuk berjalan tegak dalam menyongsong masa depan. Halaaaah. Apa ini? Hihi....
Singkat cerita, setelah ke sana kemari naik taksi plus BTS (= Batik Trans Solo) selama berkelana ke berbagai wilayah Solo raya, tibalah saatnya untuk balik ke Jogja. Sudah pasti seperti saat berangkat Senin lalu, kereta api adalah moda transportasi pilihan kami. Well. Prameks is the best!
Setelah sempat bengong satu jam lebih di Stasiun Purwosari, tersebab kehabisan tiket keberangkatan jam sebelumnya, kami akhirnya memasuki kereta Prameks pada pukul 17.07 WIB. Ih, pas mau naik kereta amat berjubel situasinya.
Oh la la! Begitu masuk gerbong aku sedikit syok. Keretanya lebih buruk daripada kereta yang kami naiki saat tempo hari berangkat dari Jogja. Tingkat kenyamanannya jauh berbeda. Padahal harga tiketnya sama, merek keretanya pun sama-sama Prameks.
Walhasil, aku berdiri. Adiba yang kusuruh duduk, nyempil di antara dua penumpang yang ramping. Bukan sebab aku ini merupakan ibu yang baik budi dan tanggap situasi sih.... Hanya saja, kalau aku yang nyempil duduk di situ, pasti diomeli dua penumpang ramping tadi. Lha wong sela-sela itu hanya cukup untuk ukuran Adiba, kok. Sementara ukuran emaknya lebih jumbo. Hehehe.... :D
Aku bergelantungan bagai monyet. Sudah pasti bersama banyaaaak penumpang lain. Termasuk sepasang sejoli bule entah dari Eropa mana. Capek? Ya iyalah. Mana di punggung menggelendot mesra ransel besar berisi pakaian kotor dan sepatu baru. Hmm. Pamer sedikit boleh, ya?
Jengkelkah aku? Oh, Alhamdulillah tidak. Aku toh pandai menghibur diriku sendiri manakala berhadapan dengan situasi terburuk dalam hidup. Haha! Mengapa mesti jengkel? Ambil saja hikmahnya. Dengan berdiri, jadi bisa saling lempar senyum dengan si bule. Dengan berdiri, aku jadi bisa leluasa memandangi pohon dan sungai yang berlari.
Tapi ketika sudah sekian lama, para penumpang yang berdiri rupanya sama-sama merasa makin capek. Penumpang yang rerata menggendong ransel berat akhirnya menyerah. Tanpa dikomando, mayoritas memutuskan untuk duduk nyantai di lantai gerbong. Bapak-bapak ganteng, emak-emak manis macam aku, mahasiswa, mahasiswi, dan anak SD.... lalu nyantai main gadget di lantai gerbong Prameks hingga Jogja! Haha!
Sudah pasti aku ikut melantai. Tapi aku tak main gadget. Aku justru mengamati mereka satu per satu. Sejak berdiri sesungguhnya aku sudah melakukan pengamatan, sih. Tapi saat melantai bisa makin intensif pengamatanku. 'Kan tak harus menjaga keseimbangan badan segala?
Seulas senyum manis sempat terpampang lama di wajahku. Sebuah senyum yang lahir dari selarik ingatan masa lalu. Dahulu saat masih fresh graduate, aku kerap kali mengalami seperti ini. Naik kereta ekonomi dan berjubelan asyik begini. Bahkan bersama Susi, seorang teman yang kini jadi peneliti bahasa, pernah berdiri dari Klaten hingga Purwokerto ketika hendak ke Jakarta. Sementara sejak Purwokerto entah sampai mana, kami duduk di..... lantai gerbong. Haha!
Begitulah adanya hidup. Selalu ada celah peristiwa yang bisa mengingatkan kita pada peristiwa-peristiwa masa silam. Entah peristiwa bagus ataupun buruk. Santai saja menghadapinya. Baper? Boleh-boleh saja. Asalkan baper yang profesional. Oke?
MORAL CERITA:
Nikmati saja tiap hal kurang mengenakkan dengan rasa syukur dan kegembiraan. Niscaya akan jauh-jauhlah rasa jengkel yang hendak hinggap di hati....
Nikmati saja tiap hal kurang mengenakkan dengan rasa syukur dan kegembiraan. Niscaya akan jauh-jauhlah rasa jengkel yang hendak hinggap di hati....
sik paling aku ingat kok ...bergelantungan bagai monyet yah Tan... kenapa bukan bule gantengnya, po sepatu barunya ihiiirrrr
BalasHapusah, engkau memang selalu sirik kepadaku Tan
Hapus