MUMPUNG Hari Jumat, mari kita bicara tentang sesuatu yang religius. Tapi ingat, religius itu wajib hukumnya pada tiap kesempatan lho.... Tidak terbatas pada ruang dan waktu, tidak melulu diperbincangkan saat Hari Jumat belaka, tapi justru wajib dibawa-bawa ke mana pun dan saat apa pun kita berada.
Begini. Kali ini mari kita bicara tentang ikhlas dan keikhlasan. Apa yang dimaksud dengan ikhlas? Mungkin kebanyakan dari kita masih mempertanyakan makna ikhlas, tetapi tak
kunjung menemukan jawaban tepatnya. Hmm. Memang seperti itulah adanya. Kita mesti
berhati-hati dalam memaknai dan mendefinisikan “ikhlas”. Jangan sampai gegabah
dan serampangan.
Bahkan, ketika seorang Sahabat mempertanyakan makna ikhlas,
Rasulullah SAW pun tak serta-merta menjawabnya. Setelah berdiam sejenak, beliau SAW kemudian memusatkan perhatian dan justru
menyampaikan pertanyaan serupa kepada Malaikat Jibril AS. Malaikat Jibril AS itulah
yang kemudian menanyakannya kepada Allah ta'ala tentang makna ikhlas yang sebenarnya.
Allah SWT pun menjawab pertanyaan tersebut dengan berfirman, “Suatu rahasia
dari rahasia-Ku yang Aku tempatkan di hati hamba-hamba-Ku yang Kucintai.”
Subhanallah. Ternyata ikhlas itu memang
dahsyat dan berat. Jika penggambaran ikhlas adalah sebagaimana yang disampaikan
Allah SWT melalui Jibril, berarti sangat banyak di antara kita (manusia) yang
tidak memiliki sifat ikhlas.
Simaklah. Bukankah dinyatakan bahwa hanya
hamba-hamba yang dicintai Allah SWT saja yang dapat memiliki rasa ikhlas?
Berarti hanya hamba-hamba pilihan ‘kan? Jadi, kalau kita ingin menjadi
hamba-Nya yang ikhlas (mukhlish),
kita mesti berusaha keras dulu agar bisa masuk kriteria dicintai-Nya.
Sejujurnya
memang sulit untuk menghadirkan rasa ikhlas yang sebetul-betulnya ikhlas di
hati kita. Ikhlas itu ‘kan sesuatu yang diniatkan semata-mata karena Allah
ta’ala, sungguh-sungguh lillahi ta’ala. Padahal kita sebagai manusia, acap kali
terlena dan tergoda oleh hal-hal di luar Allah SWT.
Yang namanya ikhlas itu terletak di hati. Maka tidak akan
tampak oleh siapa pun kecuali oleh Allah SWT. Lagi pula, orang yang melakukan
sesuatu secara ikhlas tidak akan mungkin ngomongin
sesuatu yang dilakukannya itu kepada orang-orang lain. Dia pasti takut kalau
kadar keikhlasannya justru akan berkurang gara-gara perbuatan itu.
Begitulah sosok orang yang ikhlas. Dia akan betul-betul
menjaga hatinya dari sifat pamer. Tidak akan pernah dia bersedekah dalam jumlah
banyak dengan niat ingin dianggap sebagai orang yang kaya raya. Kalau
bersedekah dia akan melakukannya secara diam-diam, sebisa mungkin hanya dia dan
Allah ta’ala yang tahu. Tidak akan pernah pula dia suka membantu orang lain
dengan niat untuk memperoleh pujian atau supaya dianggap eksis oleh orang-orang
di sekitarnya.
Bahkan, orang yang ikhlas itu sama sekali tak akan membatin tentang perbuatan baiknya. Jangankan pamer kepada orang lain bahwa dia telah banyak bersedekah. Membatin seperti "Aku dong, mampu bersedekah banyak..." saja tak akan sempat.
Hmm. Jadi, sudah seberapa ikhlaskah diri kita?
MORAL CERITA:
Bila kita telah mampu berbuat amal kebaikan, maka tak elok kalau kemudian menepuk dada tanda bangga. Belum tentu keikhlasan yang kita rasakan memang tercatat sebagai keikhlasan di mata Allah, lho.
#Kutipan dari buku 6 Spirit Mahadahsyat
#Lihat foto bukunya di bawah ini
Ikhlas memang sulit. Tapi tetap harus dicoba/diusahakan
BalasHapusBetul bingitzz Mbak, pokoknya dicoba dicoba dan terus terus...
Hapus