RUPANYA senja kemarin orang-orang di kampungku, terkhusus jamaah mushala yang setia hadir untuk ikut kajian jelang berbuka, merasa trauma pada hujan. Mereka akui atau tidak, faktanya memang begitu. Mereka trauma! Daku juga siiih.... :D
Masih ingat ceritaku seminggu lalu 'kan? Itu lho, yang heboh-heboh pas bukber hari pertama. Kalau lupa (atau malah belum baca sama sekali), silakan klik di sini deh. Hehehe.... Kiranya peristiwa seminggu lalu itulah yang menjadi penyebab ketraumaan massal kami. Iya. Kemarin kami kira situasinya akan sama dengan situasi seminggu sebelumnya itu.
Kemarin saat jelang lima sore, hujan turun tiba-tiba. Padahal sedari pagi hingga siang, matahari amatlah cetar sinarnya. Oh! Pada detik pertama hujan, aku langsung bersyukur untuk dua hal. Pertama, Alhamdulillah hujan turun ketika aku sudah sampai rumah. Jadi, tidak basah kuyup kehujanan. Biasalah. Tiap sore Ramadan aku 'kan hobi berburu yang enak-enak di pasar tiban Ramadan. Kedua, bersyukur dengan membaca doa ketika turun hujan.
Namun pada detik berikutnya, aku ingat sesuatu sehingga terserang gundah. Batinku pun bermonolog. Hari ini Senin. Sama persis dengan hari bukber heboh itu. Tepat seminggu lalu, saat hari pertama Ramadan, hujan juga turun tiba-tiba. Makin lama makin deras dan ujungnya adalah hanyutnya sandal-sandal kami. Duh? Akankah kehirukpikukan bukber terulang?
Walaupun terhantui selintas rasa trauma, aku tetap berangkat ke mushala. Ingat, ini bukan soal rajin atau tidak rajin. Ini perkara tanggung jawab, bro. Hari Senin adalah giliranku jadi tukang piket. Pada hari-hari lain bolehlah aku bolos sesekali. Tapi Senin is a must. Haha!
Maka terjadilah yang terjadi. OMG! Mushala jauh lebih sepi daripada hari-hari sebelumnya. Kuamati, yang hadir mayoritas orang-orag yang senasib denganku. Hehehe.... Maksudnya, sama-sama jadi tukang piket pada Hari Senin.
Berbekal pengalaman traumatis seminggu sebelumnya, kami mempersiapkan lagkah-langkah antisipasi bila hujan kembali membadai. Seperti waktu itu. Tapi Alhamdulillah, situasi tak seburuk yang kami kira. Hujan reda ketika waktu berbuka hampir tiba. Itu artinya, nasi kotak yang berjejer di serambi mushala aman sentosa sejahtera. Teh panas kami pun tak tercampur acid rain.
Hanya saja, nasi kotak tersisa banyak sebab sebagian besar jamaah tak hadir. Solusinya, para tukang piket dan mereka yang masih semliwer di dekat mushala memperoleh bonus nasi kotak. Bisa untuk oleh-oleh pulang. Alhamdulillah.... :D
MORAL CERITA:
Selalu ada bonus untuk orang-orang yang penuh dedikasi pada tugas. Hihi....
Ahhayy hi hi hi apapun tugasnya, harus dilakukan dengan penuh dedikasi, tak terkecuali memenuhi tanggung jawab tugas piket,....he he sudah move on ceritanya
BalasHapushaha...move on berbonus
Hapusada berkah di balik hujan
BalasHapusyup, yup....berkah dan berkatan sego dus
Hapusnyimak mbak he
BalasHapussilakan.... hehehe..
Hapus