SAMPAI sekarang aku masih geli dengan peristiwa seru pada hari pertama Ramadan tahun ini. Yakni pada saat bukber alias buka bersama. Hmm. Tepatnya sih aku merasa geli kecampuran sedikit rugi. Sedikit bete juga. Sedikit merasa bersalah juga. Hehehe....
Begini kisahnya. Tak disangka tak dinyana, pada tanggal 1 Ramadan itu, jelang pukul lima sore hujan menderas. Betul-betul deras. Sampai-sampai suara Pak Ustaz yang memberi tausiah nyaris tak terdengar. Padahal, sudah pakai mikropon. Eh? Atau jangan-jangan karena posisiku di serambi mushala, ya? Jadi, derai hujan lebih memonopoli telingaku?
Mengapa aku tidak masuk ke dalam mushala? Sebab pada awal Ramadan itu akulah sang tukang piket. Aku dan teman-teman satu grup bertugas mengurus hal ikhwal perbukberan. Karena serambi adalah markas bagi minuman dan makanan yang akan dibagikan ke jamaah, tukang piket bersiaga di situ.
Bila hari cerah, segalanya berjalan biasa-biasa saja. Lancar. Datar. Tapi hujan yang membadai bikin segalanya penuh warna. Seru. Bahkan, "keseruan" sudah dimulai semenjak pengambilan nasi kotak dan literan teh panas dari sang donatur.
Bayangkanlan betapa repotnya membawa kotak-kotak nasi di bawah hujan lebat. Walaupun sudah berpayung, tetap saja kotak nasi basah. 'Kan kotaknya terbuat dari kardus/kertas. Ditambah lagi jalanan licin. Maklum jalan tanah liat. Sudah begitu, rumah sang donatur lumayan jauh.
"Alhamdulillah enggak ada yang kepleset ya, Mas?" kataku kepada salah seorang pemuda pengangkut nasi kotak.
"Lho! Sudah kepleset," sahutnya sembari cekikikan. "Itu si X, Mbak. Tadi jatuh."
"Hah? Lha nasinya?"
"Untung bisa diselamatkan. Korban satu laah...."
OMG. Alhamdulillah hanya korban satu kotak nasi. Tapi bukan berarti yang lain baik-baik saja. Tumpukan kotak-kotak nasi (terutama yang bagian teratas) melembek terkena air hujan. Selain kebasahan selama perjalanan, juga kebasahan saat kami tumpuk di serambi mushala. Ternyata oh, ternyata! Tempias air hujan ke serambi itu sangatlah membasahkuyupkannya. Waaaa.... Pontang-pantinglah kami menyelamatkannya.
Yang tak kalah seru, kala aku mesti menuang teh dari jumbo ke gelas-gelas. Apa boleh buat? Terpaksa kuikhlaskan teh-teh itu sedikit bercampur air hujan. Posisi tak mungkin digeser ke tempat yang bebas tempias. Hadeuuh. Aku cengar-cengir saja, sih. Inilah poin yang bikin aku merasa sedikit bersalah.
Ketika Magrib tiba, teh plus tempias air hujan sukses melenyapkan dahaga kami. Ketika tiba saatnya untuk shalat berjamaah, kami yang kebagian di serambi pun shalat dengan menahan gigil dingin. Alhamdulillah aku lumayan terlindungi kalau pas berdiri. Mengapa? Sebab jamaah di sebelah kananku berpostur tinggi besar. Haha!
Lalu, apa yang bikin aku sedikit bete sedikit rugi? Nah, ini dia. Gegara sibuk menyiapkan dan membagikan konsumsi bukber, aku tak sadar kalau banjir datang. Ya, banjir semata kaki tapi sukses menghanyutkan sandal-sandal yang diletakkan di sebelah kanan mushala. Dan sandalku, terletak di situ.
Ketika orang-orang heboh seusai shalat, aku belum ngeh. Maklum, lagi asyik ngloroti gelas-gelas. Aku hanya agak heran melihat beberapa orang setengah berlari mengejar entah. Mereka menerjang banjir dan kulihat sambil coba meraih-raih sesuatu.
Ketika aku hendak pulang, kucari-cari sandal jepitku. Oh la la! Tak ada di tempatnya semula. Seseorang memberitahuku, sandal yang di situ hanyut semua. Sebagian ditemukan, sebagian hilang. Aku disuruhnya mencari ke tumpukan sandal yang ditemukan. Hah! Ada satu. Yang satunya mana, dong?
Setelah sekian waktu aku cari-cari tetap tak ada, kesimpulannya jelas. Memang hanyut dan tak berhasil ditemukan. Tragis. Aku bete. Mau tak mau, aku pulang tanpa alas kaki. Tak kusangka, masalahnya tak sesederhana yang kukira. Sebab banjirnya deras, antara jalan datar-batu besar-kerikil tajam-bekas galian-kubangan menjadi tak tampak. Walhasil, berkali-kali aku meringis sebab menginjak sesuatu yang tajam.
Sungguh! Awal Ramadan yang sangaaat berkesan. Kiranya, inilah bukber paling hiruk pikuk yang pernah kuikuti. Bagaimana kisah Ramadanmu sejauh ini, Kawan?
MORAL CERITA:
Pengalaman konyol dan seru acap kali bisa menjadi bahan untuk latihan menulis.
haha konyol nian kisahnyaa,
BalasHapusHahahaha! Iya, Mbak Eka...dan itu nyata lhooo. Esoknya aku merasa kurang enak badan sebab terlalu lama kedinginan
Hapusmbak agustin pejuang tangguh. selamat menikmati bukber yang heboh ciaattttt
BalasHapuspejuang tangguh????? hehehe
HapusHuahaha,...
BalasHapusKayanya beneran heboh deeeh,..
bukan kayaknya mbaakk...beneran inii
HapusKayaknya setiap bukber emang pasti hiruk pikuk apalagi kalau acaranya di rumah hihi
BalasHapushihi...ini hiruk pikuknya tak terkendali Mas...
Hapus