SEDARI kemarin sore, langit menangis. Tangisannya konsisten berirama. Sesekali ditingkah deru angin dan petir yang menggelegarnya pelan saja. Alhamdulillah aku tak ikut menangis bersama langit. Tak menangis bukan sebab menahan tangis, melainkan memang sedang tak butuh menangis. Alhamdulillah.
Iya, Alhamdulillah. Kacaunya musim tak membuat ritme hidupku ikut-ikutan kacau. Jadwal tidurku mungkin dapat dibilang kacau. Tapi tidak demikian halnya dengan hatiku. Betul. Hatiku tak kacau. Balon hijauku 'kan tidak meletus. Jadi, aku tak punya alasan untuk berhati amat kacau. Haha! #Bagi yang tak paham, silakan mengingat lagu anak-anak yang berjudul "Balonku"
Tapi hari ini semua terasa dingin dan berangin. Semua tampak temaram kelam. Jemuran-jemuran pun merana menanti matahari. Seperti aku yang merana, gundah gulana, menanti cairnya honor tulisan. Ahhaaaiii....
Sedari kemarin sore hingga kini, langit tak berpendar benderang. Adanya hanya kelam, kelam, dan kelam. Membuatku seperti berada dalam pelukan Oktober ataupun Desember. Padahal faktanya, saat ini masih dalam pelukan Juni. Dan Juni, identik dengan kemarau.
Lalu, aku teringat "Hujan bulan Juni". Oh.... Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni.... Puisi itu, tak terasa sekarang menjadi agak terganggu rasa dan pemaknaannya. Gegara kerapnya musim yang salah mangsa.
Dan aku tahu, tulisan ini mesti segera kusudahi. Ada banyak hal dan tulisan lain yang menunggu untuk segera kuberesi. Oh, sungguh cuaca hari ini bikin hati tergoda untuk memalaskan diri. Tapi aku tak bisa begitu. Aku telah terikat pertalian dengan deadline. Kerja belum selesai.... Haha!
MORAL CERITA:
Hidup adalah pilihan yang mesti dijalani dengan ketabahan. Buktinya hari ini aku memilih giat bekerja dan menabahkan hati saat melihat banyak orang dengan santainya memolorkan diri....
DL memang tak mengenal kompromi.
BalasHapusbetttuulllllllllll
HapusKeren nih mbak buat dijadikan motivasi.
BalasHapusAlhamdulillahh...klo bisa memotivasi...dan smoga terutama bisa memotinasi diriku sendiri Mas :)
HapusMembaca tulisan di atas, berasa ditampar orang sekampung. Itu namparnya pakai ulekan buat nyambel. Beeeghhhhh..... tak kebayang sakitnya!
BalasHapus*Ah, sudah kadung tertampar, mending molor lagi ah....
#Kabur sebelum ditambah tamparan dari si empunya blog. :D :))
Mas Irham...hhhiyahhhhhh... hahaha...
Hapus