HOALAHHOO.... Mimpi apa aku semalam? Pada usianya yang ketujuh hari, sepasang sandal jepitku pun raib sudah. Sepasang sandal jepit biasa saja. Harganya tak sampai sepuluh ribu. Kubeli gegara Bukber Paling Hiruk Pikuk.
Tatkala sandalku yang hanyut pas bukber heboh itu belum ketemu, esoknya aku memang langsung beli sandal baru. Sandal jepit rumahan sekaligus murahan. Maklumlah, aku sudah punya sandal untuk bepergian yang harganya juga bikin ingin bepergian... dari kenyataan. Haha!
Sandal jepit baru kuletakkan di teras depan. Bersebelahan dengan sepatu sandal manis berwarna merah jambu. Sebagaimana biasanyalah. Sehari-hari memang kuletakkan alas kaki di situ. Kalau siap sedia di situ 'kan tak ribet manakala aku hendak keluar rumah.
Tapi pagi ini, aku terhenyak. Mataku nanar menatap tepi teras. Hanya ada sepasang sandal manis merah jambu. Padahal, tak ada orang rumah yang lagi keluar rumah. Hilang! Itulah satu kata pertama yang muncul di benakku.
Setelah selidik sana selidik sini di seputaran teras, aku makin yakin. Ya, tentu saja. Aku makin yakin kalau sandal jepitku itu memang benar-benar hilang. Huft! Ambil napas dalam-dalam, enggak boleh marah. Tahan, tahan. Marahnya ntar usai berbuka saja. Haha!
Ya, sudah. Entah apa maksud-Nya selalu membuatku kehilangan alas kaki. Paling kerap hilangnya di teras depan pula. Pernah sih, aku kehilangan alas kaki dari teras belakang. Tapi tak sekerap dari teras depan. Boleh... boleh saja kok kalau Anda berkomentar bahwa mungkin aku kurang sedekah. Hmmm. Komentar itu 'kan bebas, ya?
Baiklah. Apa pun komentar Anda, kali ini aku yakin kalau sandal jepitku diambil manusia. Maling. Pencuri. Sebab sepatu sandal di sebelahnya tetap dalam kondisi rapi. Lalu, hilangnya pun langsung sepasang. Lagi pula, bakda Subuh aku memang sempat dengar langkah kaki di dekat teras. Kukira tetanggaku. Eh, tahunya....
Kalau yang menggondolnya anjing, situasi TKP akan acak-acakan. Hilangnya pun bakalan cuma sebelah. Seperti pengalamanku yang sudah-sudah. Lagi pula, si anjing yang suka nyolong alas kakiku sudah ramai-ramai disate beberapa bulan lalu. Uhuks! #Catat baik-baik: aku tidak ikut dalam keramaian itu.
Tetanggaku yang nekad mencurinya? Insya Allah tidak. Justru para tetanggaku hingga radius sekian puluh meter adalah orang-orang yang berdedikasi tinggi padaku. Hehehe.... Maksudku, kalau aku sudah koar-koar bahwa sandalku hilang, mereka akan sigap menghubungi tatkala menemukan sandal di mana pun.
Jadi, ini jelas maling. Terasku berada di tepi jalan. Dalam situasi sepi, orang lewat yang butuh sandal (mungkin sandal yang dipakainya pas putus jepitnya) bisa tergiur melihat sandal di teras itu. Ah! Belum rezekiku saja. Ini takdir namanya. Haha!
Tatkala sandalku yang hanyut pas bukber heboh itu belum ketemu, esoknya aku memang langsung beli sandal baru. Sandal jepit rumahan sekaligus murahan. Maklumlah, aku sudah punya sandal untuk bepergian yang harganya juga bikin ingin bepergian... dari kenyataan. Haha!
Sandal jepit baru kuletakkan di teras depan. Bersebelahan dengan sepatu sandal manis berwarna merah jambu. Sebagaimana biasanyalah. Sehari-hari memang kuletakkan alas kaki di situ. Kalau siap sedia di situ 'kan tak ribet manakala aku hendak keluar rumah.
Tapi pagi ini, aku terhenyak. Mataku nanar menatap tepi teras. Hanya ada sepasang sandal manis merah jambu. Padahal, tak ada orang rumah yang lagi keluar rumah. Hilang! Itulah satu kata pertama yang muncul di benakku.
Setelah selidik sana selidik sini di seputaran teras, aku makin yakin. Ya, tentu saja. Aku makin yakin kalau sandal jepitku itu memang benar-benar hilang. Huft! Ambil napas dalam-dalam, enggak boleh marah. Tahan, tahan. Marahnya ntar usai berbuka saja. Haha!
Ya, sudah. Entah apa maksud-Nya selalu membuatku kehilangan alas kaki. Paling kerap hilangnya di teras depan pula. Pernah sih, aku kehilangan alas kaki dari teras belakang. Tapi tak sekerap dari teras depan. Boleh... boleh saja kok kalau Anda berkomentar bahwa mungkin aku kurang sedekah. Hmmm. Komentar itu 'kan bebas, ya?
Baiklah. Apa pun komentar Anda, kali ini aku yakin kalau sandal jepitku diambil manusia. Maling. Pencuri. Sebab sepatu sandal di sebelahnya tetap dalam kondisi rapi. Lalu, hilangnya pun langsung sepasang. Lagi pula, bakda Subuh aku memang sempat dengar langkah kaki di dekat teras. Kukira tetanggaku. Eh, tahunya....
Kalau yang menggondolnya anjing, situasi TKP akan acak-acakan. Hilangnya pun bakalan cuma sebelah. Seperti pengalamanku yang sudah-sudah. Lagi pula, si anjing yang suka nyolong alas kakiku sudah ramai-ramai disate beberapa bulan lalu. Uhuks! #Catat baik-baik: aku tidak ikut dalam keramaian itu.
Tetanggaku yang nekad mencurinya? Insya Allah tidak. Justru para tetanggaku hingga radius sekian puluh meter adalah orang-orang yang berdedikasi tinggi padaku. Hehehe.... Maksudku, kalau aku sudah koar-koar bahwa sandalku hilang, mereka akan sigap menghubungi tatkala menemukan sandal di mana pun.
Jadi, ini jelas maling. Terasku berada di tepi jalan. Dalam situasi sepi, orang lewat yang butuh sandal (mungkin sandal yang dipakainya pas putus jepitnya) bisa tergiur melihat sandal di teras itu. Ah! Belum rezekiku saja. Ini takdir namanya. Haha!
MORAL CERITA:
Kita tak boleh menuduh orang sembarangan. Teliti dulu penyebab-penyebab yang memungkinkan kita sampai "terpaksa" menuduhnya.
Kalau kemarin ada berkah dibalik trauma hujan, semoga kemalingan sandal jepit juga akan mendatangkan keberkahan .... Bener Bund,nanti habis buka puasa saja marahnya,hiks hiks hiks. Aduhh kok ya adiaa saja ceritanya
BalasHapusIya Mbakkk...selaluuu ada saja ceritaku ya...cerita kocak bin ajaib... iya, smoga berkah
Hapus