TAk kenal maka tak paham. Tak paham maka tak sayang. Jika kenal saja tidak, bagaimana mungkin akan cinta? Tampaknya kronologi rasa yang seperti itulah yang menderaku manakala berhadapan dengan Merapi. Sebab hanya tahu Merapi selayang pandang, saya cenderung acuh tak acuh terhadap eksistensinya.
Mulanya perasaan acuh tak acuh terhadap Merapi, kukira akan mengabadi dalam diri. Hingga tibalah tanggal 19 November 2016. Tatkala itu bersama dengan para blogger Jogja, aku berkesempatan untuk mengenal Merapi secara lebih intim. Yang mencomblangi adalah disbudpar (= Dinas Kebudayaan dan Pariwisata) Sleman, melalui minitrip di MGM (= Museum Gunung Merapi).
Alhasil, perkenalan lebih intim itu pun sukses mengubah perasaanku terhadap Merapi. Yang semula acuh tak acuh menjadi cinta. O la la! Rupanya aku mulai jatuh cinta pada Merapi setelah mendengar penjelasan detil tentangnya. Tentunya juga setelah menguprek-uprek isi MGM dan menonton film "Mahaguru Merapi".
Pak Wasito dari disbudpar Sleman (paling kiri dan memegang mikropon) sedang bercerita tentang Merapi, MGM, dan potensi wisata di Sleman pada umumnya. |
Berdasarkan semua informasi yang mampu kurangkum, pahamlah aku akan satu hal. Ya, aku jadi memaklumi keengganan masyarakat sekitar puncak Merapi untuk pindah tempat tinggal. Bagaimanapun Merapi adalah denyut nadi kehidupan mereka. Potensi ancamannya memang besar. Namun, mereka pun mafhum bahwa manfaat Merapi jauh lebih besar daripada potensi ancamannya. Itulah sebabnya mereka memilih bersetia total "menjaga" Merapi.
Memandangi replika ini sekian menit bikin aku tersadar: betapa bangunan MGM yang megah dan berhalaman luas tetap kalah megah dari Merapi. |
Menelusuri bagian demi bagian di dalam MGM berarti membangun keutuhan cinta terhadap Merapi. Selain replika Merapi, ada banyak "pernik" yang bakalan bikin kita makin memahami Merapi. Beberapa di antaranya foto-foto informatif mengenai wajah gunungapi di Indonesia, maket bangunan MGM, foto irisan bebatuan yang terkandung dalam Merapi, foto tentang garis imajiner yang menghubungkan Merapi-keraton-Parangtritis, bongkahan bom merapi, dan contoh aneka bebatuan dari Merapi.
Maket bangunan MGM. Tapi bangunan aslinya berwarna abu-abu kombinasi merah. Bukan putih seperti pada maket. |
Pandangilah dan cermatilah dengan seksama foto-foto di sini, jika Anda ingin tahu wajah gunungapi di Indonesia. |
Inilah penampakan bom Merapi. |
Aneka macam batu yang dikandung Merapi, yang sangat menggoda para ahli terkait dari seantero bumi ini untuk menelitinya. Wow! |
Sungguh tepat jika MGM menjadi objek tujuan wisata edukasi. Maka tak heran tatkala kami minitrip tempo hari, mayoritas pengunjungnya adalah anak sekolah. Mulai dari TK hingga SMA/SMK. Tak hanya dari sekolah-sekolah yang ada di wilayah DIY, tapi juga dari provinsi-provinsi lain. Tampaknya anak-anak TK sangat menikmati bagian depan MGM yang penuh undak-undakan (tangga). Mereka antusias bermain-main di situ. Biasalah. Anak-anak kecil selalu suka berlarian naik turun tangga 'kan?
Sebagai tambahan informasi, undak-undakan di teras depan MGM itu terinspirasi oleh filosofi undak-undakan Candi Ratu Boko. Sementara undak-undakan yang berada di halaman belakangnya terinspirasi oleh open theater Candi Sambisari. Berbeda dengan yang di depan, undak-undakan yang berada di bagian belakang tidak menyatu dengan bangunan MGM, tapi dipisahkan oleh satu halaman yang lumayan luas.
MGM memang sangat membantu kita untuk memahami Merapi. Maka datanglah ke sini jika Anda ingin tahu seluk-beluk Merapi secara detil. Tapi jangan datang pada Hari Senin, ya. Datanglah pada Hari Selasa-Minggu, mulai pukul 08.30 - 15.30 WIB. Tiket masuknya hanya Rp5.000,00. Kalau ingin menonton "Mahaguru Merapi", bayar lagi Rp5.000,00. Sangat terjangkau, bukan?
Gambar lapisan bebatuan yang diambil dari Merapi. Cantik sekali 'kan? Hanya dengan tiket Rp5.000,00 dan menikmati yang cantik-cantik informatif begini? Siapa takut? |
Singkat cerita, separo hari menjelajah MGM membuatku kembali tersadarkan bahwa eksistensi Merapi bagi masyarakat Jogja amat penting. Tidak sekadar dipandang memiliki banyak potensi geologis. Tapi lebih dari itu, menjadi salah satu elemen dari mitos penting yang amat diyakini oleh masyarakat Jogja. Mitos yang manakah? Yakni mitos mengenai adanya garis imajiner yang menghubungkan Merapi-Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat-Parangtritis (laut selatan); sebuah mitos yang punya beberapa tafsiran. Konon, garis imajiner tersebut pernah difoto satelit. Hasilnya? Terbukti ada.
Demikian ceritaku tentang minitrip ke MGM. Seru dan informatif 'kan? Tak mengherankan jika banyak orang yang mengunjunginya. Hanya saja, pemkab Sleman mesti memikirkan nasib wisatawan berduit pas-pasan yang mengandalkan transportasi umum. MGM itu lokasinya di Jalan Kaliurang KM. 22 dan tidak berada di tepi jalan raya. Jadi kalau mau ke MGM dengan naik bis jurusan Yogya-Kaliurang, niscaya bingung mencari ojek setelah turun di mulut gang yang menuju lokasi. Mengapa di mulut gang tidak ada ojek yang stand by? Kondisi inilah yang bikin diriku kelabakan cari tumpangan ketika hendak ikut minitrip dengan teman-teman blogger Jogja.
Wah sayang banget pas ke Jogja aku gak kesana huhuhu ... Sebetulnya ke tempat seperti MGM ini berguna banget ya Mbak, untuk edukasi apalagi buat anak2 sekolah.
BalasHapuseh, Mbak Winda pas ke Jogja itu tanggal 19 November juga kan yaa...pas pagi sampai siangnya kami ke MGM, lalu malamnya, teman-teman blogger Jogja yang lolos acara JNE langsung jumpa Mbak Winda di Harper deh...(aku enggak lolos hiks)
HapusNah, nambah pengetahuan kan? Dan inget, MGM beda dengan TNGM. Kalau TNGM lebih ke keanekaragaman hayatinya. Kayane perlu nih, kapan-kapan undang blogger untuk jalan-jalan ke TNGM, tracking bareng, hehehe,.. :)
BalasHapusyoi Mbak Titin... tapi aku langsung kauundang khusus wae, ntar klo enggak, ada kemungkinan tak lolos hiks
Hapus