YUP! Hidup itu memang pilihan. Suka atau tidak suka, kita mesti memilih. Tak mungkin selamanya kita galau di satu titik. Atau, bengong melulu di satu tempat. Iya. Bagaimanapun kita harus memilih. Dan, pilihan kita itulah yang akan memberikan pengaruh terhadap jalan hidup kita selanjutnya.
Ya, hidup itu memang pilihan. Tuhan membebaskan kita untuk memilih. Mau memilih jalan hidup yang lurus atau yang tidak lurus? Mau menjadi orang jahat atau orang baik? Bebas. Kita bebas memilih. Asalkan kita siap menerima apa pun risikonya.
Kadangkala memang terasa berat untuk memilih. Apalagi kalau opsi yang tersedia sama pentingnya. Terpaksa deh kita mesti ekstra selektif untuk menentukan pilihan. Jangan sampai kita serampangan dalam melakukan seleksi, hingga akhirnya salah pilih.... #hiks-aku-pernah-salah-pilih
Namun, apa boleh buat? Namanya juga manusia. Meskipun sudah berhati-hati, kalau sudah takdir ya bisa saja kita mengalami salah pilih. Dengan konsekuensi yang berat dan menyakitkan pula. Duh! #hiks-mulai-baper
Ngomong-ngomong, mengapa tetiba aku bicara soal pilihan dalam hidup? Halah. Begitu saja ditanyakan. Kalau aku sedang membahas soal pilihan seperti ini, ya tentunya karena sedang terlibat dengan pilihan-pilihan. Hmm. Tak usah buru-buru kepo. Pilihan-pilihan yang mesti kuambil tidak terkait dengan Rangga dan NichSap, kok. Heh? #AADCmania
Lalu terkait dengan siapa, dong? Aih! Bukan dengan siapa, melainkan dengan apa. Ish, ish!
Jadi ceritanya, belakangan ini, aku sedang diserbu oleh banyak pilihan. Ada acara X dan Y, keduanya sama-sama menarik dan penting untuk diikuti, tapi jadwalnya sama. Ada projek A dan B, keduanya sama-sama menawarkan honor lumayan, tapi waktu pengerjaannya punya DL yang sama. Wah!
Lalu, ada tugas C dan D. Yang satu dibayar dengan ucapan terima kasih, satunya dibayar tunai sekian ratus ribu. Tapi yang dibayar dengan ucapan terima kasih adalah projek punya Pak Camat. Iya, betul. Pak Camat keren yang belum punya Bu Camat itu. Sementara yang dibayar adalah projek punya mantan. Duh! Bikin bingung banget, deh.
Kalau dipikir-pikir, hidupku tampak demikian penuh dengan pilihan rumit. Aih! Tapi tak mengapa. Berarti aku masih hidup 'kan? Sebab hidup itu memang pilihan. Bahkan, postingan ini pun merupakan hasilku memilih. Daripada nyesek di dada dan bikin sumpek, lebih baik kutuliskan saja. Terapi menulis, bok!
MORAL CERITA:
Meskipun acap kali terasa amat sulit, kita toh wajib memilih. Sebab hanya kematian, yang tak mewajibkan kita untuk memilih sesuatu.
Kadangkala memang terasa berat untuk memilih. Apalagi kalau opsi yang tersedia sama pentingnya. Terpaksa deh kita mesti ekstra selektif untuk menentukan pilihan. Jangan sampai kita serampangan dalam melakukan seleksi, hingga akhirnya salah pilih.... #hiks-aku-pernah-salah-pilih
Namun, apa boleh buat? Namanya juga manusia. Meskipun sudah berhati-hati, kalau sudah takdir ya bisa saja kita mengalami salah pilih. Dengan konsekuensi yang berat dan menyakitkan pula. Duh! #hiks-mulai-baper
Ngomong-ngomong, mengapa tetiba aku bicara soal pilihan dalam hidup? Halah. Begitu saja ditanyakan. Kalau aku sedang membahas soal pilihan seperti ini, ya tentunya karena sedang terlibat dengan pilihan-pilihan. Hmm. Tak usah buru-buru kepo. Pilihan-pilihan yang mesti kuambil tidak terkait dengan Rangga dan NichSap, kok. Heh? #AADCmania
Lalu terkait dengan siapa, dong? Aih! Bukan dengan siapa, melainkan dengan apa. Ish, ish!
Jadi ceritanya, belakangan ini, aku sedang diserbu oleh banyak pilihan. Ada acara X dan Y, keduanya sama-sama menarik dan penting untuk diikuti, tapi jadwalnya sama. Ada projek A dan B, keduanya sama-sama menawarkan honor lumayan, tapi waktu pengerjaannya punya DL yang sama. Wah!
Lalu, ada tugas C dan D. Yang satu dibayar dengan ucapan terima kasih, satunya dibayar tunai sekian ratus ribu. Tapi yang dibayar dengan ucapan terima kasih adalah projek punya Pak Camat. Iya, betul. Pak Camat keren yang belum punya Bu Camat itu. Sementara yang dibayar adalah projek punya mantan. Duh! Bikin bingung banget, deh.
Kalau dipikir-pikir, hidupku tampak demikian penuh dengan pilihan rumit. Aih! Tapi tak mengapa. Berarti aku masih hidup 'kan? Sebab hidup itu memang pilihan. Bahkan, postingan ini pun merupakan hasilku memilih. Daripada nyesek di dada dan bikin sumpek, lebih baik kutuliskan saja. Terapi menulis, bok!
MORAL CERITA:
Meskipun acap kali terasa amat sulit, kita toh wajib memilih. Sebab hanya kematian, yang tak mewajibkan kita untuk memilih sesuatu.
Betul. Aku selalu pilih jalanku sendiri uhuk #apa hubungannya?
BalasHapushahaha....klo enggak pilih jalan kita sendiri, lalu gimanaaa
Hapus