Ya, betul. Itu pemandangan Malioboro terkini. Tak usah ragu ataupun merasa keliru. Lihatlah lampu jalannya yang khas itu! |
BELUM sah ke Jogja bila belum menyusuri jalanan padat Malioboro. Demikian azam kebanyakan (atau malah semua) orang yang sedang berwisata ke Jogja. Padahal, di Jogja teramat banyak objek wisata lain yang tak kalah menarik. Apalagi pada waktu sekarang ini. rasanya tiap detik bermunculan objek wisata baru. Aih! Ini sih statemen yang agak lebay kukira. Masak tiap detik? Haha!
Namun, begitulah faktanya. Malioboro selalu giat menebarkan pesonanya kepada siapa saja. Sebagai mantan perantau yang akhirnya ber-KTP kodya Jogja, aku pun kurang begitu paham penyebab pastinya. Entahlah. Entah sihir apa yang dimiliki Malioboro sehingga dirindukan oleh sekian banyak orang. Entah poin pesona yang mana yang paling diminati.
Apa boleh buat? Jalan legendaris tersebut dari waktu ke waktu tak pernah pudar pesonanya. Justru makin ke sini terasa makin menarik hati. Hati siapa saja. Hatimu, hatiku, dan hatinya. Sampai-sampai niatku untuk membenci Jogja kubatalkan demi Malioboro. Serius. Statemenku ini bisa dikroscek bila Anda japri diriku.... #sedikitmodus
Kupikir memang agak susah untuk menentukan penyebab utama keterkenalan Malioboro. Mengapa? Sebab Malioboro itu so complicated pesonanya. Kita bisa cuci mata di situ. Bisa jajan es dawet buah di situ. Bisa belanja batik di situ. Bisa belanja aneka pernik khas Jogja di situ. Bisa kencan dengan seseorang di situ. Bisa bikin film di situ. Bisa bikin foto kalender di situ. Bisa selpie-selpie di situ. Sekadar nongkrong cantik pun asyik-asyik saja di situ. Pokoknya di situ!
Apalagi sejak Desember 2016 lalu, tampilan Malioboro makin kekinian. Tak lagi kumuh. Tak lagi penuh dengan deretan sepeda motor yang berjajar parkir di tepian timur jalan. Sebagai gantinya, tempat yang semula menjadi area parkir itu kini menjadi area pedestrian yang nyaman. Ada kursi-kursi cantik. Fungsinya ganda. Bisa untuk rehat bilamana lelah berjalan. Atau, sekadar untuk properti selpie.
Mereka berjalan menuju utara.... |
Mereka masih menuju utara.... |
Sebab gambar diambil ketika Imlek, bertebaran lampion-lampion merah di sekitar gapura Kampung Ketandan sana. Ya, lihatlah di kejauhan sana itu! |
Emak-emak (sok) kekinian pun tak mau kalah untuk ikutan berselpie-ria. Duh! |
Nah! Demi melihat foto-foto di atas, Anda tentu makin ingin ke Malioboro. Hayooo, mengaku sajalah. Bila sudah pernah berkunjung ke situ, kerinduan Anda pasti jadi membuncah. Hehehe.... Kalau memang demikian, mengapa tak segera mengagendakan kunjungan ulang?
O, ya. Selain kehadiran area pedestrian yang nyaman, ada lagi yang asyik. Datanglah ke Malioboro pada Sabtu sore. Lalu silakan cari teman-teman dari Komunitas Malamuseum, di sekitar Kantor Pariwisata DIY. Untuk apa? Untuk bergabung dalam acara Malioberen. Acara apakah itu? Yakni acara plesiran plus di sepanjang Malioboro.
Dalam Malioberen, wisatawan diajak berjalan-jalan sembari diberi edukasi sejarah terkait masa lalu Malioboro. Gratis atau berbayar? Berbayar, dong. Tapi membayar seikhlasnya, kok. Keren 'kan? Sudahlah bisa refreshing. Sudahlah tambah wawasan. Sudahlah bisa narsis bersama Mbak-Mas Komunitas Museumalam yang cakep-cakep. Eh, membayar seikhlasnya pula. Nikmat Tuhan yang manakah yang hendak engkau dustakan?
Jadi? Ya sudahlah langsung berkunjung saja ke Malioboro. Kalau mau ikutan Malioberen dapat melihat infonya lebih detil di sini. Jangan lupa, ajak diriku juga. Hehehe....
Dan kukira, sekian postingan tentang Malioboro Street terkini ini. Aku dan warga Jogja lainnya menanti Anda sekalian lho, ya.
MORAL CERITA:
Mempromosikan destinasi wisata kota sendiri adalah sebagian dari ibadah dalam arti luas. Menurutku begitu.
O, ya. Selain kehadiran area pedestrian yang nyaman, ada lagi yang asyik. Datanglah ke Malioboro pada Sabtu sore. Lalu silakan cari teman-teman dari Komunitas Malamuseum, di sekitar Kantor Pariwisata DIY. Untuk apa? Untuk bergabung dalam acara Malioberen. Acara apakah itu? Yakni acara plesiran plus di sepanjang Malioboro.
Dalam Malioberen, wisatawan diajak berjalan-jalan sembari diberi edukasi sejarah terkait masa lalu Malioboro. Gratis atau berbayar? Berbayar, dong. Tapi membayar seikhlasnya, kok. Keren 'kan? Sudahlah bisa refreshing. Sudahlah tambah wawasan. Sudahlah bisa narsis bersama Mbak-Mas Komunitas Museumalam yang cakep-cakep. Eh, membayar seikhlasnya pula. Nikmat Tuhan yang manakah yang hendak engkau dustakan?
Jadi? Ya sudahlah langsung berkunjung saja ke Malioboro. Kalau mau ikutan Malioberen dapat melihat infonya lebih detil di sini. Jangan lupa, ajak diriku juga. Hehehe....
Dan kukira, sekian postingan tentang Malioboro Street terkini ini. Aku dan warga Jogja lainnya menanti Anda sekalian lho, ya.
MORAL CERITA:
Mempromosikan destinasi wisata kota sendiri adalah sebagian dari ibadah dalam arti luas. Menurutku begitu.
asyik. Alamat rumah baru, nganyari
BalasHapusAsyik, ke Malioboro lagi, sekadar jalan-jalan tanpa rogoh kocek dalam
hahaha....ayuklah Mbak Ima...mestinya kita ke Malioboro barengan lhoo
HapusItu gambar yang terakhir mirip kayak di Pekanbaru yah.
BalasHapusOhh, bgitukah? Tapi diriku belum pernah ke Pekanbaruuu...
HapusMalioboro semakin cantik dan rapi :)
BalasHapusIya, Mbak. Alhamdulillah begitu. Semoga tahun-tahun ke depan tidak balik kumuh deeh...
HapusSejak direnovasi dan dibenahi dan jadi cantik kayak gini
BalasHapusSaya belum kesana lagi, trauma macetnya.
Besok akhir pekan mo ngajak tammu dari KL ke malioboro
Semoga akhir pekan ini jadi akhir pekan istimewa bagi panjenengan dan tamu dari KL itu, Bu. Selamat menikmati new Malioboro...
Hapus