Karena hadir ke TKP dengan berjalan kaki, aku sempat memotret gerbang ini. Sayang sekali tak bisa tepat dari depan. Mau menyeberang jalan raya di depannya susah. Sedang padat lalin .... |
ALHAMDULILLAH Allah SWT menggerakkan hatiku untuk bertekad hadir ke reuni SMP. Atas takdir-Nya pula aku akhirnya betul-betul hadir di acara tersebut. Kalau tidak, tentu aku tak bakalan menulis postingan ini. Hihi ....
Yeah, reuni SMP. Setelah 29 tahun terpisah, pada 28 Juni 2017 itu kami diperjumpakan kembali. Tentu saja dengan gaya dan pencapaian masing-masing. Ada yang bergaya sangat eksekutif. Ada yang bergaya pejabat. Ada yang bergaya PNS tulen. Ada yang bergaya tentara. Ada yang tampil dengan aura pebisnis.
Huft. Di mataku semua tampak serius. Tapi Alhamdulillah, ada yang nyempil tampil nyeniman. Untung, untung, untung. Bikin daku yang datang dengan aura blogger ala-ala menjadi sedikit nyaman. Haha!
Kalau yang ini sih, kelihatannya tak ada yang bergaya pejabat tinggi negara .... |
Rupanya ada satu personil yang ketinggalan ikut berpose. Dia yang paling kiri, yang bergaya intel, padahal sebenarnya dia itulah yang perlu diinteli. Haha! |
Semua yang hadir pasti hadir dengan alasan yang berlainan. Alasan globalnya sih, kangen teman SMP. Tapi aku yakin bahwa masih ada alasan khusus masing-masing. Misalnya ingin tahu nasib anak tercantik kala itu. Atau, ingin tahu seberapa sukses hidup si juara kelas kala itu. Atau seperti alasanku, hadir sebab tak ingin mengecewakan para penggemar ... *mohon jangan disambit sepatu*
Kehirukpikukan di sekitar meja pendaftaran PPDB, eh, meja pendaftaran kehadiran |
Meskipun panitia telah berusaha keras
mengundang semua alumni, sebagian teman tetap tak hadir. Ada yang sudah
meninggal dunia, memang berhalangan hadir, jejaknya sulit terlacak, dan
ada yang sengaja tidak mau hadir. Alasan ketidakhadiran mereka juga
bermacam-macam. Dugaan (jail)-ku, ada yang minder sebab merasa dirinya
tak sesukses teman-teman lain.
Perasaan
minder tersebut dapat kumaklumi. Sebab pada sebuah reuni, tak jarang
sosok yang telah sukses duniawi tampil amat provokatif. Tak hanya pada
tampilan perlentenya, tapi juga pada cara bicaranya. Itu 'kan menjadi
teror tersendiri.
Jangankan teman-teman yang pada dasarnya kurang pede.
Aku yang kadangkala berlebihan kadar pede pun sekali waktu bisa
terprovokasi. Nah, nah. Poin ini lho, yang bikin aku maju mundur cantik untuk hadir ke sebuah acara reuni. Mengapa mesti diadakan reuni bila sekadar menjadi ajang pamer kesuksesan duniawi? *mohon dimaklumi kalau aku merasa sewot, ya*
Mestinya kita datang ke sebuah acara reuni dengan semangat hore-hore. Seperti halnya dulu saat masih sama-sama culun. Buang dulu semua tendensi, kecuali tendensi untuk mencecap manisnya persahabatan masa lalu. Kalaupun ketemu dengan seorang teman dan merasa lupa, padahal dulunya memang tak kenal, ya nikmati saja. Kalau perlu, ajak narsis bareng. Hehe ....
Sejujurnya tak semua yang ikut narsis bersamaku ini kuingat sosoknya. Yang kutahu, mereka adalah para panitia reuni kami. Haha! |
Mumpung menjadi penerima tamu dadakan, numpang narsis dulu. Why not? |
Lalu, apa yang kuperoleh dari reuni tersebut? Eh, masih nanya. Ya jelas sederet foto-foto dan kaos reuni, dong. Haha?
MORAL CERITA:
Kalau datang ke reuni sekolah jangan membawakan aura intimidasi untuk teman-teman lama. Itu jahat dan norak, lho!
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!