Minggu, 13 Agustus 2017

Jangan Sinisi Kue Artis

LEPAS Subuh tadi aku kebetulan melintas di depan sebuah kedai kue. Kebetulan lokasinya sepelemparan bom molotov saja dari tempat tinggalku. Wow! Sungguh tak kuduga, ternyata di pagi yang masih tergolong buta itu, antrean di kedai kue tersebut sudah mengular. Ckckck! Gigih nian para pengantre itu. 

Benarlah apa yang dikatakan oleh salah seorang kenalanku. Dia bilang, selepas Subuh kedai kue tersebut sudah penuh dengan antrean. Semula aku kurang percaya dengan informasi yang disampaikannya.  Tapi sekarang, setelah menyaksikannya sendiri, aku percaya. Bahkan jadi berpikir, jangan-jangan kedai kue itulah yang santer dikabarkan sampai sekitar 8 jam masa mengantrenya.

Wah, wah. Kedai kue apa itu?  Hmm. Itu lho, kedai kue yang dimiliki oleh sepasang suami istri artis. Yang jualannya merupakan kue, yang didaulat menjadi oleh-oleh kekinian khas Jogja. *Pasti deh Anda bisa langsung paham siapa pasangan artis yang kumaksud, setelah membaca Yang Emplokable ...  ini*

Bagaimana, ya? Mungkin memang banyak orang yang merasa cocok dengan citarasa kue tersebut. Jadi, tak segan-segan untuk mengantre lama. Kalaupun tak bisa mengantre lama, toh bisa minta tolong pada armada gojek. 

Atau, mereka penasaran belaka dengan kue jualan artis. Ingin menuntaskan rasa ingin tahu mereka, apakah kue jualan si artis memang oke atau tidak. Kalau layak yang akan direkomendasikan di medsos, kalau tidak ya bakalan dicerca di medsos. *tepok jidat*

Menurutku sih, sah-sah saja orang berkomentar sesuai dengan citarasa masing-masing. Hanya saja, begini. Kalau merasa tidak suka mbokyao jangan mengumbar cercaan sebegitu rupa. Jangan sinis melulu sehingga mengundang orang-orang yang pada dasarnya tidak suka pada si artis menjadi makin menggumpal rasa ketidaksukaan mereka.

Yeah! Kalau menurutku nih, ya. Bila tak suka dengan para artis yang berbisnis kue, dengan mengatasnamakannya sebagai oleh-oleh khas suatu daerah, janganlah buru-buru nyinyir buta. Terlepas dari cocok atau tidaknya pelabelan "khas" tersebut, ayolah kita mengambil sisi positifnya saja. Sekalipun bisnis tersebut laris bukan sebab citarasanya yang istimewa melainkan sebab nama tenar di artis, ya sudahlah. Tak usah disinisi.

Hati-hati, lho. Jangan-jangan setelah ramai disinisi, dinyinyiri di medsos, kedai kue milik sang artis menjadi bangkrut. Padahal faktanya, ada sekian banyak tenaga kerja setempat yang diserap. Nah, kalau sampai bangkrut bagaimana? Para tenaga kerja yang diserap mau tak mau ya terpaksa menganggur lagi.

Sudahlah. Sekali lagi, tolong tak usah nyinyir terhadap kue artis. Terkhusus yang di Jogja, yang insya Allah aku lumayan paham latar belakangnya.

Jika Anda tidak suka, silakan saja. Tapi jangan lalu mengintimidasinya dengan cara nyinyir sepanjang waktu. Toh si artis yang bersangkutan tak sekadar hendak meraup banyak untung. Tapi sejauh pengetahuanku, juga demi menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Jogja. *Aku tidak mengarang, tapi sempat mendengarkan penjelasan dari sang pemilik kedai*

O, ya. Kedai kue oleh-oleh kekinian khas Jogja yang satunya pun tak jauh berbeda. Bukan laba tinggi belaka yang dikejar, melainkan ada komitmen khusus untuk dan demi masyarakat Jogja. Tentu supaya lebih baik. *Agar lebih jelas, bolehlah dibaca Dua Komitmen Cinta ... ini*

Jadi menurutku, kita tak perlu terlalu nyinyir pada fenomena oleh-oleh kekinian suatu daerah, yang dimiliki oleh para artis. Tak usah sinis. Hmmm. Sudahlah. Terima dengan manis saja. Think positive.

#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia


3 komentar:

  1. Di Bogor juga ada kue artis kak, belum pernah coba sih, masih suka sama lapis talas, he..

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!