ADA satu jenis pertanyaan yang selalu menggalaukanku. Mengapa menggalaukan? Sebab aku tak mampu menjawabnya dengan baik. Kalau aku mampu menjawabnya dengan baik, dengan mudah dan lancar, pastilah tidak bikin aku galau. Iya 'kan?
Maunya sih, aku mampu menjawab pertanyaan tersebut dengan baik. Dengan mudah dan lancar. Penuh daya antusiasme sebab aku menguasai jawabannya. Namun, apa dayaku? Ternyata--meskipun berulang kali ditanya dengan pertanyaan sejenis--aku tetap saja gagap untuk menjawab.
Hmm. Sungguh terlalu memang. Memang sungguh-sungguh sebuah keterlaluan yang nyata. Nyata-nyata keterlaluan. Apalagi sebenarnya, pertanyaan yang menggalaukanku itu biasa saja. Tidak rumit. Tidak sulit. Sebab sebenarnya, jawaban atas pertanyaan tersebut menunjukkan kualitasku sebagai manusia. Huft!
Aku yakin--bahkan sangat yakin--bahwa sangat mungkin, pertanyaan yang menjadi momok bagiku itu tak jadi soal bagi orang lain. Tidak bakalan menggalaukan sedikit pun bagi orang lain. Terlebih bila orang lain itu berkepribadian futuristik. Serba terencana tiap inci langkah kakinya dan penuh perencanaan masa depan.
Nah, nah. Itu dia masalahnya. Karena bagi banyak orang lain tidak sulit, berarti pada dasarnya (((PADA DASARNYA))) masalah memang terletak pada diriku sendiri. Iya, DIRIKU SENDIRI. *tepuk jidat sendiri kuat-kuat*
Lalu apa sih, pertanyaan yang menjadi momok bagiku alias selalu menggalaukanku itu? Haha! Malu aku untuk menjelaskannya. Tapi harus dijelaskan, ya? Supaya tulisan ini ada poin pentingnya untuk diambil? Yeah! Supaya Anda--para pembaca blog ini--terhindar dari sikap buruk sepertiku. Hehehe ....
Baiklah. Pertanyaan yang kumaksud adalah pertanyaan yang nada dan isinya kurang lebih seperti ini:
Tiga tahun lagi, lima tahun lagi, sepuluh tahun lagi, kamu mau jadi apa?
Nah! Pertanyaan seperti itulah yang menjadi momok bagiku. Yang senantiasa bikin galau diriku. Entah mengapa bagiku, pertanyaan yang (tampaknya) sederhana itu menjadi susaaaah sekali untuk kujawab.
Iya, selalu begitu. Selalu saja aku merasa kesulitan untuk menjawabnya. Pada akhirnya memang menjawab bila dipaksa/terpaksa untuk menjawab. Hanya saja, menjawabku dengan penuh kegamangan. Tidak yakin sama sekali dengan jawaban yang kulontarkan sendiri.
Parah berat memang. Yeah, apa boleh buat? Tapi hikmahnya begini. Tiap kali usai galau sebab berhadapan dengan pertanyaan tersebut, aku jadi bermawas diri lagi. Berpikir ulang lagi tentang hidupku. Dan, masa depanku. Baik masa depan dunia maupun akhirat.
Maunya sih, aku mampu menjawab pertanyaan tersebut dengan baik. Dengan mudah dan lancar. Penuh daya antusiasme sebab aku menguasai jawabannya. Namun, apa dayaku? Ternyata--meskipun berulang kali ditanya dengan pertanyaan sejenis--aku tetap saja gagap untuk menjawab.
Hmm. Sungguh terlalu memang. Memang sungguh-sungguh sebuah keterlaluan yang nyata. Nyata-nyata keterlaluan. Apalagi sebenarnya, pertanyaan yang menggalaukanku itu biasa saja. Tidak rumit. Tidak sulit. Sebab sebenarnya, jawaban atas pertanyaan tersebut menunjukkan kualitasku sebagai manusia. Huft!
Aku yakin--bahkan sangat yakin--bahwa sangat mungkin, pertanyaan yang menjadi momok bagiku itu tak jadi soal bagi orang lain. Tidak bakalan menggalaukan sedikit pun bagi orang lain. Terlebih bila orang lain itu berkepribadian futuristik. Serba terencana tiap inci langkah kakinya dan penuh perencanaan masa depan.
Nah, nah. Itu dia masalahnya. Karena bagi banyak orang lain tidak sulit, berarti pada dasarnya (((PADA DASARNYA))) masalah memang terletak pada diriku sendiri. Iya, DIRIKU SENDIRI. *tepuk jidat sendiri kuat-kuat*
Lalu apa sih, pertanyaan yang menjadi momok bagiku alias selalu menggalaukanku itu? Haha! Malu aku untuk menjelaskannya. Tapi harus dijelaskan, ya? Supaya tulisan ini ada poin pentingnya untuk diambil? Yeah! Supaya Anda--para pembaca blog ini--terhindar dari sikap buruk sepertiku. Hehehe ....
Baiklah. Pertanyaan yang kumaksud adalah pertanyaan yang nada dan isinya kurang lebih seperti ini:
Tiga tahun lagi, lima tahun lagi, sepuluh tahun lagi, kamu mau jadi apa?
Nah! Pertanyaan seperti itulah yang menjadi momok bagiku. Yang senantiasa bikin galau diriku. Entah mengapa bagiku, pertanyaan yang (tampaknya) sederhana itu menjadi susaaaah sekali untuk kujawab.
Iya, selalu begitu. Selalu saja aku merasa kesulitan untuk menjawabnya. Pada akhirnya memang menjawab bila dipaksa/terpaksa untuk menjawab. Hanya saja, menjawabku dengan penuh kegamangan. Tidak yakin sama sekali dengan jawaban yang kulontarkan sendiri.
Parah berat memang. Yeah, apa boleh buat? Tapi hikmahnya begini. Tiap kali usai galau sebab berhadapan dengan pertanyaan tersebut, aku jadi bermawas diri lagi. Berpikir ulang lagi tentang hidupku. Dan, masa depanku. Baik masa depan dunia maupun akhirat.
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia
Jadi Mbak pengen jadi apa? Maunya apa?
BalasHapus*biar tambah galau. ��
hahahaha .....
HapusKalo baca buku pengembangan diri, suka disisipin pertanyaan semacam itu.
BalasHapusSepertinya pertanyaan itu sangat penting mengingat yang banyak orang inginkan hanya sukses namun gak tau harus kaya gimana.
Iyaaa, pertanyaan itu sebetulnya mengajak kita untuk melakukan langkah riil ya?
Hapus