AKHIRNYA pada hari kedua di bulan Agustus 2017 lalu, aku kesampaian mencicipi sate ayam kampung di kedai Sate Podomoro. Aku mencicipinya di kedai yang berada di Jalan Mataram Jogja. Itu lho, yang terletak di sebelah utara Hotel Melia Purosani. Yang di dekatnya ada sebuah bangunan masjid yang kini sedang dibangun. *aih, di Jogja pembangunan terasa tidak pernah berhenti*
Aku ke situ bersama dengan seorang sahabat yang baru saja lulus ujian. Bukan ujian kehidupan, lho; melainkan ujian doktoral. Yup, yup. Bolehlah dibilang bahwa aku mentraktirnya makan sate sebab dirinya telah berhasil lulus. Sudah berhasil menggondol gelar doktor yang telah sekian lama diperjuangkannya. Alhamdulillah. *mestinya yang nraktir siapa, sih?* Hehehe ....
Melimpah
Baiklah. Mari balik ke tema utama, yaitu sate. Terkhusus sate ayam yang dijual di kedai Sate Podomoro. Apa keistimewaan sate ayam yang dijual di kedai tersebut?
Pertama, dagingnya berasal dari ayam kampung. Inilah penyebab dari lebih mahalnya harga Sate Podomoro jika dibandingkan dengan harga sate ayam pada umumnya.
Kedua, bumbu kacangnya melimpah dan rasa kacang tanahnya terjaga. Dalam arti, tidak dicampuri tepung atau bahan lain untuk menyubal.
Ketiga, tiap porsi sate selalu dihidangkan lengkap dengan irisan cabai dan bawang merah yang melimpah.
Inilah formasi setengah lengkap sate ayam kampung yang legendaris itu |
Bila ditambahi sepiring lontong atau nasi, barulah lengkap |
Bagaimana Rasanya?
Aku dan sahabatku yang baru jadi doktor itu *pentiiiing gelarnya disebut-sebut* sepakat bahwa rasanya stabil. Baik stabil di hati maupun stabil di bibir. Maksudnya, sebagaimana rasa sate ayam pada umumnya.
Yang menjadi pembeda utama dari sate ayam pada umumnya adalah bahan dagingnya. Karena dagingnya adalah daging ayam kampung, tentu lebih alot daripada sate ayam nonkampung. Namun, tak usah cemas. Sebutannya memang lebih alot. Tapi bukanlah jenis alot yang bisa merontokkan gigi, kok.
Tiga Cabang
Kondisi kedai yang kudatangi terlihat amat bersahaja. Eh, tak kusangka .... Ternyata di balik kebersahajaannya itu, Sate Podomoro memiliki tiga cabang. Cabang-cabangnya tersebar di tiga kota. Yakni di Magelang, Klaten, dan Jogja.
Aku kurang tahu (sebab memang tidak mencari tahu), apakah kondisi fisik cabang-cabangnya juga sebersahaja kedai yang kudatangi? *agendakan untuk tahu*
Harganya?
Aku kurang paham harganya. 'Kan makan satenya dengan mempergunakan voucher. Tapi selentingan kabar yang kudengar, kurang lebih empat belas ribu rupiah seporsi. *maafkan aku yang lupa menengok daftar harga di kedai*
Aku membayar sate pakai ini |
Sate Podomoro disebut sate legendaris sebab eksisnya sejak tahun 1959. Kalau ada yang menyebutkan sejak tahun 1975, rasanya aku kok kurang percaya. Mengapa? Sebab tulisan 'sejak 1959' terstempel jelas di balik voucher yang kudapat.
Sejak tahun 1959, ya, tuh lihat stempel aslinya menginformasikannya begitu ... |
Bagaimana? Anda mau mencicipi Sate Podomoro juga? Yuk, ah. Langsung capcus ke sana saja. Insya Allah sah, eh, halalan thoyyiban. Tapi jangan ke sana pada hari Jumat, ya. Kalau Jumat libur. O, ya. Jam bukanya mulai pukul 09.30 WIB-pukul 21.30 WIB.
#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia
Mau.. ^^
BalasHapusUmi aisyah suka sekali sate kak..
Ayuuukk 😀😀
HapusWaaaah... kayaknya enak tuh sate ayamnya.
BalasHapusEnak banget, Bang, apalagi graaaatiiiizz
Hapus