Sabtu, 05 Agustus 2017

Tanda Cinta untuk Ayam

Oleh-oleh yang kubawa untuk ayam tetangga

KALAU bepergian, jangan lupa bawa oleh-oleh walaupun sekadarnya. Tapi jangan bawa oleh-oleh yang berkualitas alakadarnya. Sekadarnya itu disesuaikan dengan isi dompet, tapi bukan abal-abal kualitasnya. Kalau kurang mampu untuk membeli oleh-oleh yang mahal ya yang murah. Tapi jangan murahan. Disesuaikan dengan standar kelayakan pada umumnyalah.

Di atas adalah nasehat yang disampaikan kepadaku oleh seorang teman yang hobi membawa oleh-oleh. Karena tiap kali pergi ke mana pun dia konsisten membawa oleh-oleh, baik untukku maupun untuk orang-orang lain di sekitarnya, aku percaya. Iya, aku percaya sebab dia tidak omdo alias omong doang.   

Oleh sebab itu, aku berusaha keras untuk mempraktikkannya. Tapi apa boleh buat? Karena terbiasa bepergian tanpa peduli pada tradisi oleh-oleh, masih saja aku kerap lupa untuk membeli oleh-oleh. Apalagi kecampuran kondisi bahwa kadangkalanya, aku memang bokek. *duh, kasihan betul aku*

Namun, Alhamdulillah tempo hari aku bepergian dan tidak lupa untuk membawa oleh-oleh. Meskipun oleh-olehnya tidak beli, yang penting aku ingat untuk membawanya pulang. Yang kuoleh-olehi pun bukan manusia, melainkan ayam.

Lho? Kok bisa begitu? Ampun, deh. Tetangga tak dibawakan oleh-oleh, malah ayam yang dioleh-olehi. Apakah ini yang disebut dengan dunia terbalik? Entahlah. Aku pun tidak tahu. Entah terbalik entah bukan, faktanya ya begitu itu. Hehehe ....

Ayam-ayam yang menunggu oleh-olehku


Mengapa untuk Ayam?

Jangan tanyakan mengapa oleh-olehku hanya untuk ayam. Jangan pula tanyakan mengapa manusia-manusia di sekitarku, yaitu para tetangga tercinta, malah tidak kubagi sedikit pun. Apa aku sedemikian sentimennya kepada mereka? Sehingga sengaja tidak membawakan-membelikan oleh-oleh untuk mereka? 

Tenang, tenang. Bukan begitu duduk perkaranya. Yuk, ah. Mari simak penjelasanku terlebih dulu. Jangan buru-buru berburuk sangka, ya. 

Hmmm. Begini. Yang kubawa itu 'kan makanan sisa. Masak makanan sisa kukasihkan tetangga? Memang sih, aku membawanya dari hotel.  Tapi statusnya itu, lho. Statusnya tetap sebagai makanan sisa 'kan? Lha wong aku mengumpulkannya dari piring teman-temanku saat makan siang di hotel. 

Ceritanya aku mengikuti sebuah acara. Labelnya sih, makan siang bersama dan membahas soal sisa; bahwa sebisa mungkin kita mesti meminimalkan sisa. Dan, sedapat mungkin memanfaatkan sisa. Sisa dari apa pun. 

Berhubung yang ada di depan mata adalah sisa-sisa makanan, ya akhirnya kami berpikir keras untuk memanfaatkan sisa-sisa makanan tersebut. Ndilalah kok ya semua teman yang hadir merupakan orang-orang kota. Jadi, solusi mereka tuh seragam: BUANG KE TEMPAT SAMPAH.  

Yeah! Walaupun tanpa diverbalkan, itulah yang sekiranya ada di benak mereka. Meskipun mungkin hati mereka merasa kurang sreg, solusi lain yang lebih bermanfaat tak terpikirkan. Nah! Pada titik inilah aku tampil sebagai hero. *Duileee*

Kuusulkan, aku akan membawa pulang semua sisa makanan. Solusiku adalah memberikannya kepada ayam-ayam tetangga. Sontak semua yang hadir langsung setuju berat. Mereka menyebut bahwa ideku brilianku. Ih, aku jadi malu. Padahal ini 'kan soal kebiasaan saja. Aku terbiasa melihat tetanggaku memberikan makanan sisa untuk ayam-ayamnya.  

Sisa kita menjadi penyambung hidup mereka

Sisa Itu (Bisa Jadi) Merupakan Tanda Cinta

Iya. Sisa itu bisa jadi merupakan tanda cinta. Contohnya ya makanan sisa yang kukumpulkan dan kujadikan sebagai oleh-oleh untuk ayam. Sisa makanan itu sudah tak dibutuhkan lagi sama sekali, tapi ternyata amat bermanfaat untuk menyambung hidup ayam-ayam. 

Oleh sebab itu, kalau hendak membuang sisa makanan sebaiknya tengok kanan kiri dulu. Jangan main buang begitu saja. Siapa tahu ada ayam yang sedang dirundung lapar? 

#ODOP
#BloggerMuslimahIndonesia




6 komentar:

  1. Okay, noted! Kalau bepergian, jangan lupa bawa oleh-oleh walaupun sekadarnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe .... Tapi jangan yg berkualitas alakadarnya yaa

      Hapus
  2. Aku juga punya beberapa ayam ka, kalau ada makanan tidak habis, umi selalu menyimpan buat mereka, soalnya ayam2 umi kurang suka pur, mereka lebih suka nasi, seperti kita ya, he.. ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa, herannya, ada ayam yg suka telur dan daging ayam juga lhoo

      Hapus
  3. Mbak, aku cuinta banget sama gayamu nulis. Wis to, enek ae idemu ki. Seneng aku :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahah ...duh, Dek. kaka jadi malu nih dengan sanjunganmuuu

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!