Senin, 11 September 2017

Penulis dan Passive Income

KERIUHAN soal royalti dan pajak yang tinggi bagi kaum penulis membuatku berpikir tentang sesuatu. Yakni tentang perlunya mereka (kaum penulis itu) memiliki sumber pendapatan lain selain dari nguprek-uprek naskah tulisan. #Duh! Sedih, ya?Penulis kok dipaksa punya pekerjaan lain ....#

Bagi seorang penulis tenar, tentu sumber pendapatan lain itu bisa berupa undangan jadi pembicara di banyak kota. Atau berupa apa saja yang sekiranya butuh nama besarnya. Tapi bagaimana halnya dengan penulis yang tidak setenar dan seberuntung itu? Nah, di sinilah letak pentingnya punya sumber pendapatan lain.

Menurutku sih, yang paling ideal bagi seorang penulis adalah sumber pendapatan lain yang berupa passive income. Jadi selain bisa terus berkarya dengan ikhlas hati berbudi bawa laksana (ini malah jadi pramuka hihihi .... ), demi kemaslahatan umat manusia, dia tak perlu galau dengan kondisi finansial keluarganya. Apalagi passive income itu ‘kan tak perlu ditangani langsung tiap saat.

Ada banyak cara untuk memperoleh passive income. Dan, yang paling kupikirkan saat ini adalah dari investasi saham. Aku tahu banyak yang akan bilang kalau investasi saham itu berisiko tinggi. Tapi, bukankah jauh lebih berisiko jika kita tak berinvestasi sama sekali?

Hmmm. Bagaimana ya? Kayaknya aku perlu berguru dulu mengenai cara menanam saham. Supaya tak terjerembab ke lubang kerugian dunia akhirat. O, ya. Sebenarnya sih ini tak berlaku untuk penulis ala-ala macam aku saja, ya. Tapi bagi siapa saja yang ingin punya passive income.

MORAL CERITA:
Investasi memang perlu kita lakukan.

*Ini awalnya merupakan status di fesbuk. Kupindahkan ke sini dengan sedikit editan, dengan maksud dokumentasi. Semoga menginspirasi*




15 komentar:

  1. Kebetulan disebelah saya saat ini ada buku "rich dad poor dad" Robert T. Kiyosaki.

    Bukunya sangat inspiratif berkaitan postingan mbak saat ini hehe.

    Saya pun berpikir demikian sebaiknya untuk memulai investasi sedini mungkin.

    Melek finansial, memahami aset dan liabilitas, passive income dan active income.

    Mbak udah pernah baca buku yg saya maksud? Sangat inspiratif mbak hehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. belum pernah baca ituh, baru sekilas aja, dulu minjam...heu heu heu... kayaknya kubutuh segera membacanya detil deh

      Hapus
  2. Aku masih gamang, rencana pengen LM, tapi bojoku nyuruh invest di usaha aja, bukan yang passive. duh ... kudu semedi.

    BalasHapus
  3. Masih beda pendapat, diriku penginnya invest saham..Bapake nyimpennya duit melulu. Hadeh..pending dulu

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. bener juga ya, kalau "bekerja" di bidang seni, kadang realitanya duitnya masih belum cukup untuk bikin dapur ngebul. Malah dibikin mumet sama pajak, otomatis harus cari kerja sampingan :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. bgitulah, Mbak Sari. Syeedddih. Tapi itu realita yang mesti disiasati.

      Hapus
  6. Setuju ak mbak :-)

    Pengen juga sih investasi saham, ak dulu pernah belajar saham di kuliah, jadi pengen dipraktekin, hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. lhaaah...klo sudah pernah belajar teorinya, langsung praktik ajaa....aku nih baru mau belajar malahan

      Hapus
  7. Investasi, menjadi solusi dimana kita sdh punya modal.

    BalasHapus
  8. Saya pernah baca tulisan Dee Lestari saat ramai-ramai tentang pajak. Prihatin juga dengan penulis. Di saat masyarakat gencar diminta menaikkan minat baca. Tapi nasib penulis yang seharusnya jadi ujung tombak malah seperti itu

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!