KERIUHAN soal royalti dan pajak yang tinggi bagi kaum penulis
membuatku berpikir tentang sesuatu. Yakni tentang perlunya mereka (kaum
penulis itu) memiliki sumber pendapatan lain selain dari nguprek-uprek
naskah tulisan. #Duh! Sedih, ya?Penulis kok dipaksa punya pekerjaan lain ....#
Bagi seorang penulis tenar, tentu sumber
pendapatan lain itu bisa berupa undangan jadi pembicara di banyak kota.
Atau berupa apa saja yang sekiranya butuh nama besarnya. Tapi bagaimana
halnya dengan penulis yang tidak setenar dan seberuntung itu? Nah, di
sinilah letak pentingnya punya sumber pendapatan lain.
Menurutku sih, yang paling ideal bagi seorang penulis adalah sumber
pendapatan lain yang berupa passive income. Jadi selain bisa terus
berkarya dengan ikhlas hati berbudi bawa laksana (ini malah jadi pramuka
hihihi .... ), demi kemaslahatan umat manusia, dia tak perlu galau
dengan kondisi finansial keluarganya. Apalagi passive income itu ‘kan
tak perlu ditangani langsung tiap saat.
Ada banyak cara untuk
memperoleh passive income. Dan, yang paling kupikirkan saat ini adalah
dari investasi saham. Aku tahu banyak yang akan bilang kalau investasi
saham itu berisiko tinggi. Tapi, bukankah jauh lebih berisiko jika kita
tak berinvestasi sama sekali?
Hmmm. Bagaimana ya? Kayaknya aku
perlu berguru dulu mengenai cara menanam saham. Supaya tak
terjerembab ke lubang kerugian dunia akhirat. O, ya. Sebenarnya sih ini tak berlaku untuk penulis ala-ala macam aku
saja, ya. Tapi bagi siapa saja yang ingin punya passive income.
MORAL CERITA:
Investasi memang perlu kita lakukan.
*Ini awalnya merupakan status di fesbuk. Kupindahkan ke sini dengan sedikit editan, dengan maksud dokumentasi. Semoga menginspirasi*
Kebetulan disebelah saya saat ini ada buku "rich dad poor dad" Robert T. Kiyosaki.
BalasHapusBukunya sangat inspiratif berkaitan postingan mbak saat ini hehe.
Saya pun berpikir demikian sebaiknya untuk memulai investasi sedini mungkin.
Melek finansial, memahami aset dan liabilitas, passive income dan active income.
Mbak udah pernah baca buku yg saya maksud? Sangat inspiratif mbak hehe.
belum pernah baca ituh, baru sekilas aja, dulu minjam...heu heu heu... kayaknya kubutuh segera membacanya detil deh
HapusAku masih gamang, rencana pengen LM, tapi bojoku nyuruh invest di usaha aja, bukan yang passive. duh ... kudu semedi.
BalasHapusDijalani dua-duanya jeeengg
HapusMasih beda pendapat, diriku penginnya invest saham..Bapake nyimpennya duit melulu. Hadeh..pending dulu
BalasHapushehehe... atau LM aja, MBak?
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusbener juga ya, kalau "bekerja" di bidang seni, kadang realitanya duitnya masih belum cukup untuk bikin dapur ngebul. Malah dibikin mumet sama pajak, otomatis harus cari kerja sampingan :D
BalasHapusbgitulah, Mbak Sari. Syeedddih. Tapi itu realita yang mesti disiasati.
HapusSetuju ak mbak :-)
BalasHapusPengen juga sih investasi saham, ak dulu pernah belajar saham di kuliah, jadi pengen dipraktekin, hehe
lhaaah...klo sudah pernah belajar teorinya, langsung praktik ajaa....aku nih baru mau belajar malahan
HapusInvestasi, menjadi solusi dimana kita sdh punya modal.
BalasHapusJadim kita emang harus kumpulin modal dulu
HapusSaya pernah baca tulisan Dee Lestari saat ramai-ramai tentang pajak. Prihatin juga dengan penulis. Di saat masyarakat gencar diminta menaikkan minat baca. Tapi nasib penulis yang seharusnya jadi ujung tombak malah seperti itu
BalasHapusiya, Mbak. Kurang diapresiasi.
Hapus