Minggu, 29 Oktober 2017

Ada Sampah di Depan Istana

SEBAB sedang berdomisili dekat titik nol, wajar bila aku kerap melintasi area tersebut. Yakni sebuah area yang sejauh ini masih menjadi favorit banyak orang. Baik orang-orang Jogja sendiri maupun orang-orang dari luar Jogja. *

Maklum saja. Kawasan titik nol Jogja memang cocok untuk melakukan apa saja. Untuk nongkrong kek, untuk berfoto-ria kek, untuk janjian ketemuan dengan teman lama nek, untuk COD-an jualan nek, untuk menyepi dalam keramaian dik, dan sebagainya.

Pendek kata, nongkrong di situ memang bikin lupa waktu. Meskipun kalau sang mentari sedang sangat terik, tempat nongkrong di situ menjadi sama sekali enggak teduh. *Duh, mengapa pohon besar di situ dulu ditakdirkan tumbang, ya?*

Dan memang, teriknya sang mentari jadi tak berarti jika dibandingkan dengan reward yang kita terima. Reward apa? Itu lho, reward yang berupa kepuasan batin sebagai hasil nongkrong dan foto-foto di situ. 

Jangankan bagi mereka yang berasal dari luar Jogja. Yang ber-KTP Jogja sepertiku saja, banyak kok yang hobi berlama-lama di situ. Ayo yang Jogja, yang Jogja, mengaku saja. Hehehe ....

Tapi beberapa waktu lalu, pada suatu sore jelang senja, kebahagiaanku di kawasan titik nol terasa sedikit terganggu. Bukan terganggu oleh bayangan mantan lho, ya .... melainkan terganggu oleh sampah.

  
Bukan hendak pamer kaki ataupun sepatu, melainkan mau menunjukkan bahwa ada sampah di sebelah kakiku ...

Iya. Aku terganggu oleh sampah. Lihat saja foto di atas. Meskipun cuma sebatang sedotan bekas, tetap saja sampah namanya. Sedotan bekas ini tercecer di trotoar bagian barat. Yang dekat dengan Gedung Agung. 

Hmmm. Padahal Gedung Agung itu 'kan istana kepresidenan? Meskipun tak sedang ada presidennya, bukankah staf pengelolanya memadai? Maksudku,  kalau hanya untuk mengecek kebersihan lingkungan sekitar istana, para sekuritinya bisa nyambi 'kan? Begitu ada yang kotor, bisa calling-calling kepada staf yang berwenang.


Di kejauhan kulihat ada sampah ....

Mengapa bisa dengan manisnya mendarat tepat di depan pintu gerbang istana seperti ini?

Yup! Terlepas dari sampah yang mengganggu itu, kawasan titik nol tetaplah menawan. Punya daya tawan tersendiri terhadap hati-hati yang sendiri dan tengah mencari ruang nyaman. Eeeaaa! *Nyengiiir panjang dan lamaaa*

Jadi, semua kembali diserahkan kepada pihak pemkot. Maukah pemkot Jogja lebih teliti dalam menjaga kebersihan di kawasan titik nol? Bisakah menjamin agar tidak kecolongan lagi seperti ini? Mestinya sih, jawabannya bisa ....

MORAL CERITA:
Secuil sampah di depan istana itu bisa menjadi batu sandungan. Ibarat "karena nila setitik, rusak susu sebelanga". Iya 'kan?



  

6 komentar:

  1. bukan hanya pemkotnya mba, melainkan semua elemen masyarakat juga harus diedukasi bagaimana caranya supaya ngga membuang sampah sembarangan lagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oiya, Mas. Betuull banget. Lupa aku. Iya. Acap kali aku pun gemeeees pada mereka ug suka brangbrung buang sampah sembarangan.

      Hapus
  2. BIasalah mbak, orang-orang disekitar gak semuanya peka terhadap kebersihan lingkungan. Hheheee....

    BalasHapus
  3. Mulai belajar dari membuang hal-hal kecil ke tempat sampah. itu yang aku lakukan. Heheheh. terima ksih bu sudah diingatkan....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuhuuuu .... Jangan lupa, mantan juga perlu dibuang ke tempat sampah

      Hapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!