ALTAR Jogja, 15-6-2018, pagi hari yang kondusif ....
Kondusif? Yoi, kondusif. Baik kondusif situasi keamanannya maupun cuacanya. Langit cerah, tidak mendung sama sekali, tapi tingkat kecetaran panasnya masih dalam kadar rendah.
Sempurna!
Jadi, orang-orang yang melaksanakan shalat Idulfitri relatif merasa nyaman. Tenang. Tak gelisah. Aman.
Kalaupun ada sedikit kehirukpikukan, itu hanya disebabkan oleh tangisan para balita. Biasalah. Gara-gara balon mereka meletus atau diam-diam kabur dari genggaman.
Singkat cerita, rangkaian shalat Idulfitri pun komplet terjalani. Tanpa adanya gangguan yang berarti. Maka tiba saatnya untuk pulang.
Namun, apa boleh buat? Justru saat pulang inilah aku merasa terganggu. Bukan sebab terganggu oleh bayang-bayang wajah teduhmu lho, ya. Tapi oleh pemandangan buruk berikut ini ....
Batinku terusik. Rasa gemasku membuncah. Mengapa bekas tempat sujud seketika menjadi lautan sampah begitu?
Sementara berkali-kali, sejak sebelum shalat dimulai, sudah ada peringatan untuk tidak nyampah. Jamaah yang mempergunakan koran diharap menaruh koran bekas alas shalatnya ke tempat khusus. Adapun tempat khusus yang dimaksudkan tersedia di dekat pintu keluar.
Mungkinkah sebab khusuk shalat dan takzim mendengarkan khotbah, orang-orang menjadi lupa?
Tapi tak mungkin deh, kalau alasannya lupa. Lha wong sesaat setelah khatib mengucapkan salam penutup, peringatan tersebut kembali dikumandangkan. Mosok ya isih lali?
Duileee! Aku jadi mikir keras. Apa memang peringatan disampaikan hanya untuk dicueki? Sebagaimana halnya peraturan yang dibikin untuk dilanggar? Atau, senada dengan janji manis yang dibuat untuk kemudian dikhianati?
Entahlah. Mungkin salah panitianya yang tidak punya inisiatif untuk menyediakan tikar. Atau, salah masing-masing orang yang berpikir bahwa nanti bakalan ada pemulung yang memunguti.
Menurut kalian bagaimana?
MORAL CERITA:
Kesadaran kita untuk tidak nyampah sembarangan memang amat minim.
Masya Alloh, situasinya kok plek banget kayak di tempatku. Kecuali soal sampah ya, Mbak. Karena alhamdulillah tahun ini Masjid Agung di kotaku sudah jadi. Nggak ada lagi salat di alun-alun seperti tahun-tahun sebelumnya. Ukuran masjid yang diperluas dan bertingkat mampu menampung semua jamaah. Tapi sy kurang tahu sih kalau di lokasi lain. Semoga nggak ada sampah juga deh
BalasHapusMasyaAllah, kok iso? Tapi Alhamdulillah ora plek ketiplek soal sampahe
HapusDi lapangan Minggiran, Mantrijeron sudah diumumkan bahwa sampah alas shalat (koran atau plastik) ditempatkan di gawang lapangan sepak bola. di lapangan relatif bersih tapi di sepanjang jalan yang digunakan untuk shalat tetap saja berceceran sampah alas shalat.
BalasHapusMungkin perlu sosialisasi lagi dan wara-wara yang tegas. Datang bersih, maka pulang juga harus bersih. Sebagian besar masih kurang kesadarannya
iyo, mbak. Kesadaran warga yg mesti digedor-gedor terus
Hapus