Jumat, 28 Desember 2018

Kenalan dengan Qurotul Ayun

4 komentar


BERUNTUNGLAH aku diperkenankan oleh-Nya untuk berkawan dengan banyak anak muda keren. Bukan sekadar keren dalam penampilan fisik, melainkan keren dalam prestasi. Itu merupakan sesuatu, lho. Selain membuatku (merasa) awet belia, mau tak mau juga membuatku kerap cemburu.

Yeah!  Cemburu dalam hal prestasi 'kan boleh-boleh saja. Justru dianjurkan toh? Supaya kita terpacu semangat untuk berprestasi juga. Tak jadi soal berapa pun usia kita. Hehehe ....

Salah satu anak muda keren yang kukenal adalah Qurotul Ayun. Gadis asal  Jember yang kini menetap di Yogyakarta. Tentu menetap sembari bekerja dan berkarya. Bukan sekadar menetap untuk memenuhi Yogyakarta. Haha!

Siapa Ayun sebenarnya? Dia adalah anak muda sarat prestasi. Bekerja di sebuah penerbitan, nyambi sebagai reporter dan blogger, dan menjadi penulis. Yup, yup. UNFORGETTABLE INDIA adalah buku karyanya. Kalian sudah membacanya atau belum, nih?



Sejauh pengamatanku, Ayun merupakan sosok cerdas, bertakwa, baik hati, dan tidak sombong. Caelaaa. Kedengarannya Pramuka banget, ya? Apakah kamu memang seorang Pramuka sejati, Dek Ayun? Haha!

O, ya. Secara pribadi, ada satu hal darinya yang sungguh mengesankanku. Yakni ... dia ternyata tak melupakanku setelah pertemuan pertama kami. Tepatnya pertemuan pertama yang sekaligus perkenalan kurang intensif. Dalam sebuah acara yang melibatkan blogger.

Tentu saja aku terkesan dan terharu sebab masih diingatnya. Apa boleh buat? Terpaksa kuakui deh, biasanya 'kan aku dilupakan begitu saja. Huaaaahahaaahaaaa! #tragis.com

Eh, sudah ya. Sekian dulu ceritaku tentang Qurotul Ayun. Seorang anak muda penuh dinamika, yang bercita-cita untuk mengelilingi dunia dan menjadi juragan kos-kosan.

Semoga kalian terinspirasi dan termotivasi untuk selalu berprestasi seperti dirinya. Tak harus dalam bidang yang sama dengannya. Cukuplah dalam bidang kalian masing-masing. Poin utamanya 'kan "meraih prestasi semaksimal mungkin". Oke?

MORAL CERITA:
Berkawanlah dengan siapa saja tanpa memandang batasan usia. Yang terpenting justru kualitasnya. Bukan berapa usianya.







Selasa, 25 Desember 2018

Rembugan di Rembug Kopi

8 komentar
BELAKANGAN ini di mana-mana kedai kopi bermunculan. Bak cendawan di musim hujan. Tak terkecuali di Jogja. Tentu dengan konsep, menu, dan rentang harga yang berbeda-beda. Sudah pasti masing-masing kedai punya plus minus. Punya poin unggulan yang ditawarkan. Punya juga sisi kurang yang dikeluhkan konsumen. Alhasil, para calon konsumen bisa memilih sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka.




Salah satu kedai kopi yang baru-baru ini kukunjungi adalah Rembug Kopi. Itu lho, yang berlokasi di Jalan Veteran. Yang persis berada di samping masjid. Jadi mau nongkrong selama apa pun di situ, dijamin tak bakalan ketinggalan shalat lima waktu berjamaah. Bila sampai ketinggalan, kesalahan pasti terletak pada diri orang yang ketinggalan itu. Bukan semata-mata kesalahan setan.

Nah! Lokasi dekat masjid adalah poin utama yang bikin aku merekomendasikan Rembug Kopi sebagai tempat nongkrong. Poin selanjutnya adalah variasi menu dan harga yang terjangkau. Wah!  Singkong dan pisang gorengnya endeuusss, lho.



Meskipun bukan penikmat kopi, jangan menolak bila diajak nongkrong di Rembug Kopi. Sebab ada banyak jenis minuman selain kopi di situ. Camilannya pun rupa-rupa. Dan rata-rata, porsinya mengenyangkan.





Tapi ada hal yang bikin kesal. Pelayanannya kurang cepat. Aku bagi pengalamanku tempo hari, ya. Tatkala itu aku dan temanku memesan jus alpukat. Kami tunggu lamaaa, eh, yang muncul pemberitahuan kalau alpukatnya ternyata belum matang.

Lalu, kami ganti menu. Aku memilih rembug anget. Temanku memilih smooties pisang. Eh, ternyata pisangnya enggak ada. Temanku pun kembali berpindah haluan. Dia memilih smooties mangga. Alhamdulillah ada.

Etapiii ... jamur krispi kami lamaaa bangeeet tersuguhkannya. Untung enak. Jadi, lumayan bisa meredam kekesalan kami. Haha! Untung pula desain interiornya membahagiakan. Kalau tidak, waaah ....

Demikian ceritaku tentang Rembug Kopi. Kapan kalian mengajakku untuk bercerita-cerita di situ? Jangan menjawab kapan-kapan lho, ya.





Jumat, 21 Desember 2018

Berkawan dengan Mantan

0 komentar
ALANGKAH kerennya bila kita mampu berkawan dengan mantan ....

Mantan tambatan hati lho, ya. Bukan sekadar mantan gebetan. Bukan pula mantan majikan.

Mengapa keren?  Sebab faktanya, berkawan dengan mantan tak semudah order OJOL. Huaaahaaahaa!

Yup, yup. Berkawan dengan mantan itu butuh niat dan upaya kuat. Butuh energi yang besar pula.

Sudahlah. Pokoknya mustahil bisa berkawan dengan mantan bila kita belum bisa move on. Sementara move on sejati hanya akan tercapai, jika kita berkelimpahan rasa ikhlas. Itulah sebabnya kukatakan bahwa berkawan dengan mantan merupakan hal keren.

Yang jadi pertanyaan kemudian.... Mungkinkah berkawan dengan mantan? Jawabnya tegas, "Sangaaat mungkin."

Why not? Sudah ada banyak contoh, kok. Iya. Ada banyak orang yang mampu berkawan dengan mantan. Aku salah satunya. *Ecieee, cie, cie, cie .... Yang pingin disebut keren? Haha! *

Jadi begini, lho. Berkawan dengan mantan memang tak mudah. Tapi bukan hal yang mustahil untuk dilakukan. Jangankan berkawan dengan mantan. Sekadar berdamai dan tak mencacimakinya saja sudah berat.

Tapi yaaa itu tadi. Balik-baliknya ke niat dan upaya yang kuat. Sungguh-sungguh hendak berkawan dengan mantan atau tidak? Bila iya, ayolah berusaha keras untuk ikhlas atas takdir-Nya. Yakni takdir bahwa kita dan mantan tak berjodoh.

Hmm. Ketahuilah wahai kalian. Ikhlas adalah koentji utama untuk move on 1000%. Tanpa keikhlasan, move on hanyalah obsesi absurd. Serius iniiih.

Baiklah. Cukup sekian inspirasi mantan dariku. Semoga dapat membuat Jumat kalian kian berlimpah berkah dari-Nya SWT.

MORAL CERITA:
Jangan pernah berusaha melupakan mantan. Sebab biasanya makin ingin kita lupakan, kenangan tentangnya justru kian menjadi-jadi. Maka sesungguhnya, aku berpose di situ sembari senyum-senyum karena tidak setuju dengan tulisan "lupakan mantan ". Xixixi ....



Lokasinya di hutan mangrove Kulon Progo niiih ....
 


Selasa, 18 Desember 2018

Wedang Ronde Mbah Payem

38 komentar
Kupotret Mbah Payem dari seberang jalan



SEJAUH pengamatanku, penjual wedang ronde di seantero Jogja bejibun jumlahnya. Mungkin nyaris sama bejibunnya dengan penjual gudheg. Di sekitar tempat tinggalku saja ada beberapa. Salah satunya adalah Wedang Ronde Mbah Payem. Yang lokasi jualannya di Jalan Kauman, Ngupasan.

Tahukah kalian? Wedang Ronde Mbah Payem adalah wedang ronde yang legendaris dan sangat kondang. Sampai-sampai bila kalian meng-googling-nya, maka bruuul .... Keluarlah segala macam informasi tentangnya. Baik yang berupa tulisan maupun video. Eh? Apa sih, istilahnya? Pokoke sing ning YouTube kuwi, lho. Haha!

Wedang Ronde Mbah Payem nyaris hadir tiap malam. Yup! Kubilang nyaris karena kenyataannya, pernah juga tidak hadir. Entahlah apa penyebabnya. Mungkin Mbah Payem sedang punya keperluan lain selain jualan. Mungkin pula sedang sakit atau sekadar capek. Maklumlah. Beliau 'kan sudah berusia lanjut sekali. Konon 90 tahun, lho.

Memang uhui hulai-hulai sekali. Hampir berusia seabad dan masih kuat begadang. Wow banget 'kan? Apalagi Mbah Payem sendiri yang memasak wedang rondenya. Mengupas dan mengiris jahe. Membersihkan dan memasak kolang-kalingnya. Menumbuk beras ketan untuk dijadikan ronde. Dan sebagainya. Jadi semenjak pagi, Mbah Payem sudah mulai beraktivitas.

Jangan tanyakan ke mana anak dan cucunya. Ini perkara kebahagiaan dan semangat bekerja dengan cinta. Bukan perkara anak dan cucunya abai sehingga beliau mesti mencari duit sendiri.

Plis, deh. Jangan gemar mengambil sudut pandang negatif, ya. Tirulah nama blog ini: PIKIRAN POSITIF. Insya Allah bila terbiasa berpikiran positif, bakalan bahagia hidup kita. Seperti halnya Mbah Payem yang bahagia dengan meracik dan menjual wedang rondenya

Mbak Payem memang penjual ronde yang berdedikasi. Beliau sudah setengah abad lebih berjualan wedang ronde. Konon sejak tahun 1965 atau beberapa tahun sebelumnya. Wah, wah. Mbah Payem boleh dibilang sebagai saksi zaman, nih. Yakni zaman orla, orba, orde reformasi, orde sekarang ini ....

Cobalah hitung. Kira-kira berapa mangkuk wedang ronde yang telah dijualnya? Pokoknya banyak sekaliii.

O, ya. Tentu saja tulisan ini bukanlah review atas Wedang Ronde Mbah Payem. Aku 'kan tidak ahli menikmati wedang ronde. Jadi bagiku, di mana-mana citarasa wedang ronde tuh sama saja. Haha! Tapi percayalah bila kukatakan bahwa Wedang Ronde Mbah Payem bercitarasa istimewa.  Menurut penilaian kawan-kawanku yang ahli perwedangrondean, citarasa Wedang Ronde Mbah Payem segar orisinal.

Hmmm. Pantesan almarhum Presiden Soeharto menggemarinya. Bila tengah menginap di Gedung Agung, presiden terlama kita itu selalu menyuruh ajudan untuk membeli Wedang Ronde Mbah Payem. Keren juga Mbah Payem, ya?

Jangan lupa. Mbah Payem membuat rondenya dari tepung beras ketan hasil tumbukan sendiri. Bukan membeli tepung beras ketan yang sudah jadi. Maka wajar kalau rondenya lebih istimewa daripada ronde di penjual lain.

Baiklah. Kupikir sekian saja ceritaku tentang Wedang Ronde Mbah Payem. Jangan lupa, fokus utama dari tulisanku ini adalah semangat dan dedikasi Mbah Payem dalam menyiapkan jualannya. Bukan review atas wedang rondenya. Tapi teteeeup. Aku merekomendasikan kalian untuk mencicipi Wedang Ronde Mbah Payem ini. Hehehe ....

MORAL CERITA:
Tirulah Mbah Payem yang selalu bekerja dengan ikhlas sepenuh cinta.


N.B.
Yang disebut ronde adalah  yang bulat-bulat berisi kacang tumbuk itu.



Jumat, 14 Desember 2018

Penulis Itu Wajib Bersabar

8 komentar
TEMPO hari aku menulis "Kapan Penulis Berdemonstrasi?". Eh, kok sekarang ingin menulis (semacam) sekuelnya. O la la! Takdirnya ternyata begitu. Sungguh takdir tak bisa dilawan 'kan?  

Baiklah. Mari segera kita bahas, apa saja alasannya sehingga penulis wajib bersabar. Memangnya kalau tidak bersabar kenapa? Jelas kenapa-kenapa, dong. Gawat pokoknya. Haha! 

Kalian mesti tahu, kalau tidak sabaran seorang penulis tuh berpotensi depresi berat. Seriuuus. Betapa tidak? Sejak mulai mengeksekusi ide saja sudah butuh kesabaran. Yakni sabar dalam mencari referensi yang terkait dengan tulisannya. 

Selanjutnya saat menulis, sang penulis mesti sabar untuk menganyam kalimat demi kalimat. Mesti sabar dalam melawan bosan saat berjuang menyelesaikan tulisan. Mesti sabar pula dalam usaha memaksimalkan kualitas tulisannya. 

Sampai di sini, sudah cukupkah sabarnya? Tentu saja belum. Masih ada sederet stok sabar yang dibutuhkan. 

Setelah tulisan beres, lalu dikirim ke media massa/penerbit, sang penulis mutlak bersabar menunggu kabarnya. Tepatnya sih, mesti bersabar dan harap-harap cemas. Apakah tulisannya akan diterbitkan atau ditolak? 

Berhubung tak semua redaktur media massa rajin memberikan pemberitahuan, kesabaran itu pun butuh diperpanjang. Maksudnya begini. Supaya tahu nasib tulisannya, sang penulis harus memantau media massa yang dikirimnya tulisan. Itu 'kan butuh kesabaran tersendiri. 

Setelah tahu tulisannya terbit, tak serta-merta kesabaran bisa ditanggalkan. Belum saatnya, dooong. Sebab faktanya, proses pencairan honor tulisan (kadangkala royalti buku juga) tak semulus cairnya sebongkah es batu. 

Jadi intinya, penulis memang wajib bersabar. Apa boleh buat? Bukankah seluruh sendi dalam pekerjaannya menuntut begitu? 


Naskah SST yang sependek ini pun butuh kesabaran yang tak sebentar 




MORAL CERITA:
Maka belilah buku karya temanmu. Jangan terbiasa memintanya secara gratisan. Bahkan kalau perlu, jadilah reseller buku-buku karyanya. Haha! 



Jumat, 07 Desember 2018

Bagaimanapun Kita Tetap Butuh Narkoba

31 komentar
PADA suatu kesempatan tatap muka dengan BNN Kabupaten Sleman ....

"Bro dan sist, bagaimanapun narkoba itu ada manfaatnya. Kita tetap butuh narkoba. Itulah sebabnya tak mungkin pabrik narkoba ditutup. Penutupan pabrik bukanlah solusi bagi penyalahgunaan narkoba." Demikian penjelasan dari Ibu Siti Alfiah.


Ibu Siti Alfiah sedang memaparkan seluk-beluk narkoba dan penyalahgunaannya

Aku tertegun. Setengah heran, setengah tak percaya. Aku salah dengar? Atau, beliau yang salah ucap?

O la la! Aku memang tidak salah dengar. Sang ketua BNN Kabupaten Sleman itu pun tidak salah ucap. Dari penjelasan lanjutannya aku menjadi paham. Ternyata, oh, rupanya. Narkoba memang tetap kita butuhkan untuk keperluan medis.

Tentu dengan resep dokter. Dalam takaran yang terukur. Sesuai dengan kebutuhan. Misalnya nih ya, penggunaan narkoba sebagai peredam sakit pasca khitan. Bayangkan saja andaikata tak ada narkoba. Bagaimana nasib mereka yang khitan? Bisa jadi akan meringis sampai pingsan sebab tak kuasa menahan sakit. Haha!


STOP narkoba


Namun amat perlu disadari bahwa di balik kegunaannya, ada sederet bahaya besar jika narkoba disalahgunakan. Itulah sebabnya genderang perang terhadap narkoba selalu ditabuh sekencang-kencangnya. Bukan terhadap narkobanya an sich, melainkan terhadap PENYALAHGUNAANnya.

Aku tegaskan sekali lagi, ya. PENYALAHGUNAAN narkoba itulah yang wajib kita perangi. Nah, lho. Sebutannya saja "penyalahgunaan". Ya pasti salah. Sudah salah sejak awalnya. Iya 'kan?

Percayalah. PENYALAHGUNAAN narkoba adalah ancaman nyata terhadap kelangsungan bangsa. Sejauh ini telah terlalu banyak generasi bangsa yang tumbang gara-gara kecanduan narkoba. Maka kita wajib bergandengan tangan, demi memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

Presiden Jokowi pun sudah menyatakan dengan tegas bahwa Indonesia berada dalam situasi darurat narkoba. Yang kemudian direspons oleh aparat terkait dengan kerja maksimal, dalam upaya memberantas penyalahgunaan narkoba. Yang hasilnya bisa kita pantau dari pemberitahuan media massa.

Ketidaktahuan dan Mitos Seputar Narkoba 

Tak dapat dimungkiri. Meskipun kerap ada pemberitaan tentang penyalahgunaan narkoba, tak banyak dari kita yang betul-betul ngeh. Maksudku, yang paham sepenuh jiwa mengenai dampak buruknya. Termasuk aku (sebelum beruntung ikutan acara BNN tempo hari).

Bahkan ketika kawan adikku meninggal sebab over dosis, aku tetap santai. Dalam arti, aku tidak merasa bahwa kematiannya merupakan semacam warning. Idem ditto dengan kebanyakan tetangga, aku cuma kepo. Kok bisa ya, anak yang tak banyak tingkah, bukan dari keluarga broken home, justru tumbang oleh narkoba? Di kos-kosan. Di kota tempatnya kuliah.

Aku pun tak serta-merta mencemaskan adikku, yang juga anak kos. Sementara adikku lumayan akrab dengan almarhum ketika TK-SMA. Yeah .... Kukira, ketidaktahuan tentang bahaya narkoba adalah penyebabnya. Aku (dan banyak orang di luaran sana) tidak merasa cemas sebab kurang paham.

Apa boleh buat? Faktor ketidaktahuan itulah yang menyebabkan orang cenderung abai. Apalagi ditambah dengan adanya mitos-mitos menyesatkan seputar narkoba.


Beberapa mitos seputar narkoba

Banyak orang yakin bahwa tidak semua narkoba berbahaya. Faktanya apa pun jenisnya, penyalahgunaan narkoba selalu berbahaya. Banyak pula yang yakin, penyalahgunaan narkoba hanya berdampak pada si korban. Faktanya, orang lain di sekitarnya juga terdampak.

Percayalah. seorang pengguna narkoba itu mengganggu. Betapa tidak? Sebab selalu butuh duit untuk membeli narkoba, kebutuhan duitnya senantiasa bertambah pesat. Akibatnya, orang tua (bila si pengguna belum berpenghasilan sendiri) kewalahan. Bila orang tua sudah tak sanggup lagi menyuplai duit, ia bisa nekad mencuri. Nah! Kalau kalau sudah berani mencuri tentu sudah mengganggu masyarakat 'kan? Belum lagi jika ia juga mengganggu dengan hal-hal lainnya. 

O, ya. Dalam kasus kawan adikku, berhubung orang tuanya kaya raya ia tak sampai mencuri. Tapi ibu dan bapaknya memang mengeluh sebab sedikit-sedikit dimintai duit. Dalam jumlah yang besar pula. 

Namun, faktor ketidaktahuan mengenai penyalahgunaan narkoba beserta dampaknya tak membuat mereka curiga. Mereka hanya bertanya-tanya, sesungguhnya uang itu untuk apa? Sama sekali tak berpikiran, jangan-jangan untuk membeli narkoba. Alhasil putra sulung mereka, yang makin lama makin tak pernah pulang kampung, kian terpuruk. 

Aku yakin. Hingga detik ini masih banyak orang tua yang sangat awam narkoba. Sekalipun ciri-ciri pengguna narkoba ada pada diri anak-anaknya, mereka tak ngeh. Jadi, alangkah lebih baiknya jika sosialisasi perihal penyalahgunaan narkoba kian digencarkan. Di berbagai kesempatan.

Kupikir, pertemuan PKK pun butuh disisipi sosialisasi rutin tentang bahaya narkoba. Sayang sekali lho, jika forum tersebut hanya disisipi iklan panci atau sepeda motor. Selaku anggota PKK yang rajin hadir ke pertemuan, aku bahkan tak mengerti, mengapa ada sales sepeda motor melakukan "sosialisasi" di forum PKK. Dan ia dengan percaya diri mengatakan, "Saya ke sini sudah seizin kelurahan lho, ya." 

Ngomong-ngomong, ada satu mitos seputar narkoba yang menurutku "halah bangeeet". Yakni mitos bahwa narkoba bisa melupakan masalah. Duileee! Alih-alih melupakan masalah. Yang terjadi justru sebaliknya. Menjadikan narkoba sebagai tempat berlindung dari belitan masalah merupakan kesesatan yang nyata. 

Ketika fly di bawah pengaruh narkoba, kita memang lupa daratan. Segala permasalahan hidup terlupakan sesaat. Iya. Sesaat belaka. Begitu pengaruh narkoba berangsur memudar, datang lagi tuh si masalah. Apa mau fly lagi? Tentu. Si pecandu narkoba tentu bakalan fly lagi, lagi, dan lagi. Entah sampai kapan? Andaikata tak ada seorang pun yang menolong, kemungkinan ya sampai ajal menjemputnya. Sungguh miris! 

Demikianlah mitos-mitos seputar narkoba. Yang menyesatkan dan sedikit menggerus informasi perihal tingginya bahaya narkoba. Terlebih bila ditambah dengan ketidaktahuan. Maka sungguh sempurna untuk dijadikan celah oleh para bandar/pengedar narkoba. 

Fakta Penyalahgunaan Narkoba di Yogyakarta  

Menyandang predikat sebagai kota pelajar adalah satu kebanggaan bagi Yogyakarta. Namun di sisi lain, ada konsekuensi tersendiri yang mesti ditanggung. Salah satunya konsekuensi menjadi sasaran empuk bagi pengedar narkoba. 

Sebagai kota pelajar yang dihuni oleh banyak pendatang, pastilah Yogyakarta rentan penyalahgunaan narkoba. Apalagi banyak pendatang yang berusia muda (usia SMA dan kuliah S-1) hidup sebagai anak kos. Di kos-kosan umum yang notabene bebas aturan. Bukan di asrama milik sekolah atau yayasan tertentu yang aturannya ketat.

Alhasil, Yogyakarta menduduki peringkat pertama dalam kategori penyalahgunaan narkoba pernah pakai di kalangan pelajar dan mahasiswa. Sebuah prestasi yang sungguh-sungguh memprihatinkan kita semua 'kan? Mereka adalah masa depan bangsa Indonesia, lho.

Sementara secara umum pada tahun 2008, Yogyakarta menempati peringkat ke-2 nasional dalam penyalahgunaan narkoba. Syukurlah dengan kerja keras dan kerja sama seluruh pihak terkait, peringkat itu dapat diperbaiki. Dari tahun ke tahun bisa diturunkan. Dan pada tahun 2017, sudah sampai di peringkat ke-31. 



Peta penyebaran narkoba di wilayah hukum Yogyakarta



Tahukah kalian? Berapa rentang usia para penyalahguna narkoba di Yogyakarta? Sungguh menyedihkan. Ternyata usia 10-59 tahun. Bukankah itu sama saja dengan sepanjang usia produktif? Ketika anak-anak mulai remaja, yang berarti mulai mampu menemukan potensi terbaik mereka, hingga orang dewasa yang mestinya sedang produktif berkarya.

Sekali lagi, apa boleh buat? Narkoba memang punya manfaat bila tak dipergunakan secara serampangan. Tapi jahatnya tiada terkira bila disalahgunakan.  

Sekarang terserah kita. Hidup adalah pilihan. Jika ada pilihan yang baik, mengapa kita mesti memilih yang buruk? Jika mulai detik ini kita bisa menghindari narkoba, mengapa mesti berpikir untuk coba-coba mencicipinya? Plis, deh. Sekalipun kalian berhobi wisata kuliner (yang berarti suka dengan icip-icip), tak usah iseng mencicipi narkoba. 

Kalau memang merasa bete dirundung masalah, curhatkan saja ke keluarga. Ke teman juga boleh. Tapi pastikan dulu, teman kalian bukan bandar narkoba. Kalau curhat pada bandar narkoba ya sudahlah. Berarti kalian telah masuk ke lubang buaya yang ganas.

Maka memilih dan memilah teman memang wajib dilakukan. Orang tua pun mesti melakukan pengawasan ketat terhadap pergaulan anak-anaklnya. Terlebih bila di lingkungan pergaulan anak kok banyak yang merokok. Selain terkait dengan masalah kesehatan yang bakalan muncul sebab rokok, perlu dipikirkan pula keterkaitannya dengan narkoba. Mengapa? Sebab rokok adalah jembatan menuju narkoba. Nah ....

Percayalah. Mendekati narkoba berarti mendekati masalah. Padahal, hidup tanpa narkoba saja sudah penuh dengan masalah. Apa enggak capek tuh jadinya? Maka daripada menjadi pecandu atau mantan pecandu narkoba, lebih baik tak usah melakukan pedekate sama sekali terhadapnya. Plis, deh. Tolong camkan ini!




Selasa, 04 Desember 2018

Penambangan Pasir Liar?

3 komentar
SETELAH sekian waktu berdomisili di seputaran titik nol Jogja, aku rindu suasana pedesaan. Maklumlah. Aku ini 'kan memang lahir sebagai wong ndeso, orang desa. Bagaimanapun ya tetap rindu pada suasana desa. Bete kalau melihat mal dan hotel melulu. Hehehe ....

Maka sebagai penawar rindu, kuputuskan untuk berkunjung ke rumah seorang kawan lama. Dia kupilih sebagai target kunjungan sebab berdomisili di pedesaan. Dan kebetulan, aku juga belum pernah mengunjunginya.

Tak kusangka. Ternyata desa tempat tinggal kawanku sungguh sesuatu. Tak sekadar tenang dan damai. Tak sekadar banyak pepohonan bin asri. Tapi juga dekat sekali dengan sungai. Dan, sungai itu berkontribusi secara ekonomi bagi warga setempat.

Begini ceritanya ....

Sungai yang membentang di sepanjang tepian desa itu kaya akan pasir. Maka warga setempat menambangnya. Menambangnya dengan mesin, lho. Tidak manual dengan cangkul belaka. Jadi prosesnya lebih cepat dan lebih ringan, hasilnya pun lebih banyak. 

Para penambang pasir tak perlu repot-repot mengangkut pasir ke tempat pembeli.  Justru sebaliknya. Para pembelilah yang mendatangi mereka. Langsung ke bibir sungai. Dengan truk. 

Yoiii. Cara menambangnya memang praktis. Pasir disedot dari sungai dengan mesin, lalu dialirkan dengan slang besaaar ke bak truk. Setelah muatan penuh,  truk pun kembali naik ke jalan. Tentu dilanjut dengan acara bayar-membayar, setelah segala urusan kelar.


Dua truk sedang antre untuk mengisi pasir


Sebuah truk sedang mengisi pasir di bibir sungai



Konon harga satu unit mesin penambang pasir itu sekitar 30 jutaan. Supaya ringan, para penambang membelinya secara berkelompok. Tiap kelompok biasanya terdiri atas 5-6 orang. Jadi, masing-masing anggota kelompok cukup iuran 5 atau 6 juta. Apakah terdengar masih lumayan mahal?  Hmm. Bisa jadi begitu. Tapi mengingat balik modalnya cepat, jatuh-jatuhnya ya tidak mahal. 

Mari berhitung. Bila dalam sehari seorang penambang membawa pulang sejuta rupiah, berarti dalam seminggu sudah balik modal. Iya 'kan? Dan, sejuta sehari bukanlah mitos. Faktanya ya memang bisa didapatkan. Itu sudah keuntungan bersih, lho. Tidak lagi dipotong sana-sini. Sebab uang keamanan-kebersihan atau apalah istilahnya, sudah langsung dibayar oleh si pembeli pasir.

Pendek kata, penambangan pasir di desa kawanku membahagiakan semua orang. Baik para penambang pasir beserta keluarganya maupun warga desa pada umumnya. Warga yang tidak ikut menambang pasir pun kecipratan rezeki dari situ, lho. Jangan lupa. Selain membayar pasir, truk-truk pengangkut pun mesti membayar beberapa iuran. Nah, iuran tersebut dikelola kampung. Dikumpulkan hingga setahun, lalu dibagi-bagi kepada seluruh warga.

Sebenarnya aku ikut berbahagia mengetahui kisah bahagia terkait penambangan pasir tersebut. Tapi kurasakan ada pertanyaan yang mengganjal di benak, setelah kawanku berujar, "Beberapa  waktu lalu kami digrebek petugas kepolisian. Padahal, kami sudah mengurus izin ke dinas terkait. Masak dibilang kalau kami penambang liar? Lagi pula, ini 'kan desa kami sendiri? Selain itu, pada tanggal tertentu ada oknum yang meminta paksa uang keamanan. Cenderung memeras, gitu."

Wah, wah, wah. Rasanya ada yang tidak beres, deh. Dan menurutku, siapa pun itu yang melakukan ketidakberesan, yang jelas para penambang pasir telah dikerjain. Ah, entahlah.

*Sengaja nama desanya kurahasiakan demi kemaslahatan bersama*





 

PIKIRAN POSITIF Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template