Selasa, 23 April 2019

SEXY KILLERS di Mataku


BERMULA dari ajakan seorang kawan, pada 10 April 2019 lalu aku ikut nobar film Sexy Killers. Meskipun belum tahu apa pun tentangnya, aku antusias memenuhi ajakan tersebut. Mengapa begitu? Hmm. Tak ada alasan khususnya, sih. Aku antusias sebab kepo belaka.

Tatkala itu dalam imajinasiku, film Sexy Killers dipenuhi adegan baku tembak berujung maut. Tokoh utamanya perempuan bertubuh seksi. Parasnya manis, tapi sadis. Profesinya adalah pembunuh bayaran. 

Akan tetapi, imajinasiku rupanya terlalu liar. Sexy Killers bukanlah sebuah film action seperti yang kuduga, melainkan sebuah film dokumenter. Paraaah. Pantas saja nobarnya di kampus. Tidak di gedung bioskop.

Kebetulan kawan yang mengajak tidak memberitahuku. Dan sebaliknya, aku tidak menanyakannya. Klop! Hehehe .... Bahkan poster di bawah ini, baru kuminta dari kawanku saat hari H. Beberapa menit sebelum film diputar.





Dari poster di atas, ditambah berselancar bersama Eyang Gugel, barulah aku betul-betul paham mengenai acara nobar yang sedang kuikuti. O la la! Ternyata aku menjadi salah satu peserta dari rangkaian acara nobar Sexy Killers, yang berlangsung sejak tanggal 5-11 April 2019, yang tersebar di 476 titik di seantero wilayah NKRI.


Kisah yang Disampaikan Sexy Killers 

Seperti yang tercantum pada poster di atas, Sexy Killers berkisah tentang seluk-beluk bisnis batubara di Indonesia. Terutama dalam kaitannya dengan dunia perpolitikan dan isu-isu lingkungan hidup. Terkhusus yang batubaranya dari hasil penambangan di Kalimantan Timur.

Film dibuka dengan adegan bulan madu sepasang suami istri. Eit! Jangan buru-buru berpikir "biru" dulu. Adegannya tidak vulgar, kok. Hanya ditampakkan kaki-kaki yang saling bertautan di bawah selimut. Dalam keremangan kamar, di sebuah ranjang. *Penonton seruangan terdengar berkasak-kusuk tidak jelas*

Tepat ketika imajinasi penonton mulai melantur, terjadilah peralihan adegan. Adegan ranjang pun beralih ke adegan buka-bukaan kulkas dan laptop. Dikompleti dengan adegan sang istri yang mengeringkan rambut usai keramas.

Sudah pasti ditampilkan pula aneka barang lain yang membutuhkan listrik untuk pengoperasiannya. Tentu disertai dengan narasi mengenai daya listrik yang dibutuhkan. Dan ujungnya, sang narator secara retoris menanyakan tentang sumber energi listrik tersebut. *Penonton terdiam, tampak mulai serius menyimak*

Selanjutnya ....

Penonton diajak meninjau beberapa area penambangan batubara. Yakni asal muasal energi listrik untuk PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap). Yang ternyata, kondisi masyarakat di sekitarnya memprihatinkan.

Sawah yang merupakan sumber penghidupan mereka rusak. Digali-gali demi terkeruknya batubara, yang kemudian diangkut ke PLTU-PLTU di Jawa dan Bali. Sumber air bersih pun musnah. Dinding-dinding rumah mereka retak. Seiring dengan retaknya hati mereka sebab aktivitas penambangan batubara yang tak sesuai aturan.

Lalu ....

Saat projek penambangan usai, yang mestinya lubang-lubang bekas galian ditutup seperti sediakala, ternyata ditinggal begitu saja. Sama sekali tak bertanggung jawab. Apalagi lokasi penambangan itu sangat dekat dengan permukiman penduduk. Bahkan, ada yang lokasinya persis di belakang sebuah sekolah.

Akibatnya, banyak anak yang terperosok ke dalam lubang-lubang tersebut hingga menemui ajal mereka. Huft!  Tunas-tunas bangsa yang terpaksa berguguran sebab keteledoran penguasa dan pengusaha. *Penonton bergumam geram ketika di layar tampil Gubernur Kalimantan Timur dan beliau dengan ringan berkata, " .... Itu takdir. Di mana-mana juga ada korban jiwa ...."

Benar bahwa kematian adalah takdir. Namun, bukankah pihak penambang wajib bertanggung jawab untuk memulihkan bekas-bekas galian projeknya? Maka sangat dapat dimaklumi bila perkataan sang gubernur bikin geram.

Cerita pilu tak berakhir di situ. Ketika batubara diangkut ke Jawa, timbul masalah lain di perjalanan. Ternyata pengangkutannya yang melintasi perairan Karimun Jawa sangat berpotensi merusak biota laut. Penyebabnya, acap kali tongkang-tongkang batubara itu buang sauh sembarangan. Tak peduli, apakah sauhnya melukai terumbu karang atau tidak. *Penonton mengeluh massal*

Setibanya di PLTU tak berarti masalah habis. Asap tebal yang disemburkan cerobong-cerobong PLTU ternyata menimbulkan polusi. Meskipun belum ada penelitian khusus, faktanya kondisi kesehatan masyarakat sekitar PLTU terganggu. Seorang tenaga medis mengakui bahwa pasiennya bertambah sejak ada PLTU di daerahnya. Seorang nenek yang bertahan tak mau menjual tanahnya untuk projek PLTU (dan otomatis hidup berdampingan dengan PLTU), jadi sering berobat ke dokter.

Yang terparah, ada seorang perempuan dari seberang pulau yang terpaksa kos di Jakarta untuk berobat. Dalam kondisi pas-pasan dan memprihatinkan, selama berbulan-bulan. Ia terserang kanker nasofaring. Akan tetapi, takdir berkata lain. Upaya panjangnya untuk sembuh berujung kematian. *Beberapa penonton terdengar beristigfar*

Sementara itu selain polusi, masih ada hal yang juga mengganjal. Yakni menurunnya penghasilan petani dan nelayan di sekitar pembangunan projek PLTU. Kok bisa begitu? Hmm. Lebih baik langsung tonton saja filmnya di YouTube, ya. Agar kalian tahu penyebabnya dan bisa langsung ikut terharu biru.

Demikianlah adanya. Sejak layar menampilkan kondisi area penambangan batubara hingga akhir film, perasaan penonton diaduk-aduk. Sebentar dibikin sedih, sebentar dibuat kesal. Kadangkala dibikin geram, kadangkala dibuat tertawa getir.

Mengapa? Sebab Sexy Killers menyadarkan bahwa Indonesia kita tercinta ini sungguh kaya dan istimewa. Punya hutan dan laut yang indah, serta hasil tambang berlimpah. Namun sayang sekali, justru kekayaan itu pula yang membuatnya dieksploitasi tiada henti.

Siapa saja yang mengeksploitasi? Tak lain dan tak bukan, yang dimaksud dalam Sexy Killers, pengeksploitasinya adalah para pebisnis batubara. Yang ternyata, mereka terkait erat dengan kalangan elite politik negeri ini. Termasuk dengan capres cawapres #01 dan #02 dalam pilpres 2019, beserta timses masing-masing. *Penonton serempak bilang "huuuu" ketika silih berganti keempat capres cawapres ditampilkan*

Alhasil ....

Selesai nobar Sexy Killers aku merasa sedikit limbung. Sempat terlintas pikiran untuk golput saja pada pilpres 2019. Sebab kenyataannya (menurutku), kubu #01 dan #02 sama-sama punya andil besar dalam kerusakan lingkungan di lokasi-lokasi penambangan batubara. Demikian pula dalam kemerosotan tingkat kesehatan dan penghasilan warga di sekitar area PLTU.

Duileee, Sexy Killers!???

Kampanye Golput  

Ada wacana bahwa Sexy Killers sengaja ditayangkan dekat-dekat pilpres pileg 2019 dengan tujuan politis. Ada yang menyatakan sebagai ajakan untuk golput. Ada pula yang menyatakan sebagai propaganda untuk tidak memilih salah satu pasangan capres cawapres. Aih! Mana yang benar?

Kalau menurutku, semua bisa benar dan semua bisa salah. Tiap orang 'kan boleh-boleh saja berwacana apa pun. Apalagi isu yang disodorkan Sexy Killers berkaitan erat dengan pihak-pihak yang "bertarung" di pilpres 2019. Sudah begitu, waktu rilisnya pun jelang pelaksanaan pilpres 2019.

Namun,aku tak suka berburuk sangka. Maka aku enggan merepotkan diri dengan wacana-wacana yang--menurutku--melelahkan jiwa dan raga itu. Bukankah lebih asyik jika aku menganggap Sexy Killers sebagai sumber tambahan referensi? Yakni referensi mengenai "wajah asli" dari pengelolaan negeri ini. *Ternyata mirip dengan kisah dalam novel Pergi karya Tere Liye* 

O, ya. Aku tidak golput, lho. Pada akhirnya Sexy Killers justru kujadikan sebagai alasan penguat untuk menentukan capres cawapres pilihanku. Nah, lho. Jika si pembuatnya bermaksud mengajak golput, berarti ajakannya enggak mempan terhadapku. Hehehe .... 

Mendiskreditkan Pemerintah? 

Dari berselancar ke sana kemari bersama Eyang Gugel, aku menjadi tahu aneka ragam tanggapan terhadap Sexy Killers. Ada penonton yang seketika nyolot dan bertekad menjadi golput. Ada yang menganggap bahwa film dokumenter tersebut terlalu mendiskreditkan pemerintah. Ada yang apatis. Ada yang biasa-biasa saja, tapi tetap mempertanyakan sesuatu. 

Sudah pasti aku yang budiman ini termasuk ke dalam golongan yang terakhir. Stay cool. Biasa-biasa saja, tapi menyimpan pertanyaan besar, "Kok dampak positif dari bisnis batubara dan kehadiran PLTU tidak ditampilkan sama sekali, ya?"

Aku yakin bahwa dampak positifnya pastilah ada. Mana mungkin segalanya terus dijalankan, jika tak ada dampak positifnya sama sekali? Iya 'kan? *Kalau di antara kalian ada yang tahu jawabannya, mohon beri tahu melalui kolom komentar ya ....* 

Pengaruh Sexy Killers Bagiku

Sexy Killers membuatku tercenung dan termenung. Anak-anak yang tenggelam di lubang bekas galian tambang, para petani yang kehilangan sawah subur mereka, seorang perempuan yang meninggal setelah sekian lama menderita kanker nasofaring .... Semua terasa menepuk bahuku keras-keras. Membuatku merasa bersalah.

Intinya, Sexy Killers menyadarkanku untuk bersikap lebih bijak dalam penggunaan listrik. Bukan sekadar demi penghematan biaya yang mesti kubayar, melainkan sebagai sebentuk penghormatan. Yakni penghormatan kepada mereka yang telah menjadi korban, baik langsung maupun tidak langsung, demi terwujudnya listrik murah.

Aku pun merasa malu sebab kerap mengomel bila ada pemadaman listrik. Selanjutnya, perasaan sebalku pada kalian yang boros listrik membuncah. Hambokyo jangan mentang-mentang mampu membayar abonemennya, lalu boros-boros alias tidak bijak dalam mempergunakan listrik. Ingat anak cucu woooiii.  

Dan akhirnya, aku mendadak merasa miskiiin banget. Sebab ternyata, oh, rupanya, banyak para elite politik yang kaya raya dari penguasaan tambang batu bara. Hehehe ....

MORAL CERITA:
Ayolah makin bijak mempergunakan listrik!






79 komentar:

  1. Sedih melihat ada upaya eksploitasi tanpa memperhatikan dampak negatifnya, terutama kerusakan lingkungan dan dampak negatif yang dialami oleh masyarakat sekitar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, hal-hal seperti itulah yang wajib segera dibenahi. Semoga oleh presiden terpilih nanti, bisa menjadi prioritas

      Hapus
  2. Hahahaa. Thankyou for sharing Mbak. Aku nonton Sexy Killers +-8 jam sebelum berangkat ke TPS. Sempat mikir dan browsing dunia politik untuk memantapkan pilihan. Buat aku, film itu juga referensi sih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe... Sama-sama. Tapi sungguhan enggak golput kan? Haha!

      Hapus
  3. Setuju mbaaaa, sebenarnya film tersebut mengedepankan tentang energi bertepatan dengan hari bumi juga kali ya, cuman biar banyak yang nonton di aplud menjelang pemilu dan berhasil

    Tapiiii..

    Saya liat kok ya udah gak heboh lagi kayak kemaren, lama2 menghilang aja tanpa bekas :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, orang memang lebih terpaku pada isu yang lebih seksi, yaitu politik. Padahal esensinya tuh, menurutku, ya memang di isu hemat energinya.

      Hapus
  4. nak tengok jugalah nanti. thank u 4 sharing

    BalasHapus
  5. kemaren aku lihat film ini juga di bahas sama dedi corbuizer di youtube chanelnya, dia bilang film ini memang mengkampanyekan golput, makanya di tayangin pas pemilu, cuma buat aku sendiri gak begitu ngaruh, karna memang belum nonton filmnya wkwk :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha..... Pastilah enggak gitu ngaruh karena memang belum nonton :D

      Hapus
  6. Setelah nonton film ini saya jadi banyak berpikir tentang bagaimana negara kita itu sebenarnya dibangun. sedih aja gitu kalimantan dirusak untuk bisa menyuplai jawa dan seluruh indonesia. gak adil untuk orang kalimantan. saya tanya lah teman saya yang asli sana. kata dia emang dari dulu udah kayak gitu.

    moral saya sebagai orang yang tinggal di pulau jawa dipertanyakan. enak banget selama ini pakai listrik untuk berbagai keperluan, terus kalau ada mati lampu ngamuk-ngamuk. ya alloh untuk kemudahan itu nyawa orang lain, nyawa saudara kita di tempat lain harus terenggut.

    semoga ke depannya ada solusi untuk bisa mengurangi atau bahkan meniadakan pemanfaatan batubara dan diganti dengan solusi yang lebih ramah lingkungan. udah ada sih yang panel surya itu ya. saya cek cek harganya lumayan tuh. kalau untuk keperluan orang banyak boleh lah pemerintah kasih subsidi. biar kita bisa menggunakan listrik tanpa membunuh saudara kita sendiri.

    panjang ya komen saya. hahaha. emosional sih notnonnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Idem, Mas. Saya pun baru tersadarkan dengan sesadar-sadarnya, betapa manjanya penduduk yang tinggal di Jawa. Sudah begitu, tarif listrik naik dikit aja langsung pada tereak sekencang-kencangnya.


      Tapi gimana ya? Sejauh ini listrik dengan energi batubara masih yang murah. Untuk listrik energi surya, semoga ke depannya segera bisa lebih dimassalkan.

      Hapus
  7. Saya sudah nonton juga. Film dokumentar yang sarat dengan politik. Tapi ya sah sah saja.
    Pembuatannya sangat apik lah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, memang sarat dengan nuansa politik. Padahal menurut aku, yang jauh lebih penting untuk digaungkan adalah isu hemat energi dan lingkungan hidup.

      Hapus
  8. Sekarang malah Balikpapan sepi karena sudah berkurang yg nambang batubara. Banyak tempat perbelanjaan tutup, hotel sepi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, wah, berarti itu sisi lainnya ya... Penambangan batubara bikin roda ekonomi berputar juga ternyata.... BTW itu berarti sisi positif yang tak ditampilkan film ini ya

      Hapus
  9. Belum nonton, tapi ikut gemes, dan sedih gitu bacanya.

    Btw, aku ngerasa banget kalau listrik mati berjam-jam ngeluh, rasanya mati gaya. Tapi teman-temanku di luar Jawa cerita lebih parah lagi. Lha, mbok ya bersyukur sudah bergelimang listrik ya, mbak. Trus digunakan seperlunya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak. Kita yang tinggal di daerah Jawa yang bergelimang fasilitas, rasanya kok enggak etis kalau kebanyakan mengeluh.

      Hapus
  10. ini yg buat bagus sih, cuma bisa menggiring opini juga, apalagi kmren ditayangin pas masa tenang
    pro dan kontra memang
    semoga presiden terpilih emmang yang berjunag untuk rakyat meskipun dibelakangnya banyak oknum2 yg ga bertanggung jawab

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, yang terpenting adalah komitmen sang pemimpin yang terpilih nanti. Yang tentunya dibantu oleh para pakar terkait dalam pelaksanaan pembenahannya. Mari sama-sama kita tunggu saja.

      Hapus
  11. Mantab ulasannya. Dan paling mantab ternyata nggak golput. Semoga terpilih Presiden, wakil presiden dan parlemen yang amanah :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Kakak.

      Iya, dong. Enggak boleh golput. Kita pilih yang terbaik dari calon yang ada. Lagi pula, bukankah hidup itu pilihan? Selamanya kita akan selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan. Hehehe ....

      Yup, yup. Semoga siapa pun nanti pemimpin terpilihnya bisa amanah.

      Hapus
  12. aku juga nonton ini mbaa.. dan menyadarkan ku untuk lebih bijak menggunakan listrik..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yoiiii, Mbaaak. Kukira hal itulah yang mestinya jadi poin utama dari film tersebut.

      Hapus
  13. Sudah tidak aneh sih keserakahan penguasa dan pengusaha, dampaknya banyak warga yang meninggal dunia...
    waduh padahal saya cas hp tiap malem sambil maen game, pemborosan listrik juga ya hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Selalu ada kedip-kedipan mata antara penguasa dan pengusaha.

      BTW... bener bangeeet. Kebiasaan malammu itu memang agak pemborosan, Kak. Hahaha! Kalau ngecas HP dimatiin dululaaah. Nunggu dan bersabar sebentar dong, ah. Bukankah jauh lebih lama nunggu kepastian? Jiahaahahaaa....

      Hapus
  14. Enggak cuma dunia tambang, bisnis lainnya juga gitu. Intinya seharusnya dampak negatif terhadap lingkungan bisa diminimalkan tapi malah sama mereka dibiarkan. Biarlah nanti jadi tnaggung jawab di akhirat. Termasuk buat Pak Gubernur

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yoi, Mbak. Yang terpenting adalah ada tanggung jawab maksimal dan meminimalkan dampak buruknya.

      Hapus
  15. Aku kemarin ga nontin karena males download karena lagi irit data.. Hihi..tapi aku sudah menduga ini semacam ajakan untuk golput berjamaah, ntah apa motivasinya. Padahal meurutku kalaupun diantara 2 pilihan ga ada yang sempurna, minimal pilihlah yang paling baik diantaranya. Mininal menurut kita, krn ini bagian dari ihtiar...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Klo gak nobar di kampus, aku puuuun gak donlot deeh. Hihihi... Yoiii, kita milih yang paling dikit mudaratnya lah.

      Hapus
  16. Percaya nggak percaya yah mbak, akutu belum nonton lho sampe sekarang HAHAHAHA nggak tauuu aku kok males ajaaaa. Males aja ngikutin ribut2nya di medsos. Nanti deh aku bakal nonton kalo udah mood wakakakkaak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh, baiklah Kaaakaak. Tak ada kewajibannya untuk menontonnya kok. Yang penting bijaklah menggunakan listrik. Wokeeeee...

      Hapus
  17. Menurut saya ini kaya buah simalakama. Dibiarin kok merusak lingkungan, ditutup kita gak punya listrik. Hayoh, gimana coba kalo udah kaya gitu? Satu-satunya jalan ya mau gak mau hemat listrik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tepat. Kita wajib kian bijak menggunakan listrik. Dan film ini, sayang sekali tak memunculkan dampak positif dari PLTU dan penambangan batubara.

      Hapus
  18. Pengen nonton tapi nanti kalo udah sepi, biar berasa kali yah nontonnya, jadi lebih fokus nggak terbawa dengan suasana sekarang hehehe

    BalasHapus
  19. sejauh yang kutahu, sedang ada plan dari pemerintah untuk memperbaiki area pertambangan, semoga segera ya agar semua bisa tenang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, aku pun yakin semua sedang dibenahi. Semoga keyakinan tersebut segera bisa terealita dan masyarakat tenang.

      Hapus
  20. hampir sama dengan apa saya bayangkan Mba pertama denger film ini, ternyata ini berkaitan dengan politik ya. semoga Indonesia menjadi lebih baik dan mensejahterakan bangsanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe.... Iya, Mbak. Judul filmnya memang menggoda untuk disalahimajinasikan.

      Hapus
  21. Dampak dari pembangunan dan modernisasi, mau gimana ya kita inii, hiksss ngurangin sampah plastik aja masih sulit lha ini film bikin makin baper sama masa depan Indonesia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaaa, tapi baper bukan solusi, mari segera bergerak saja smaksimal mungkin sesuai dg kapasitas kita masing2.

      Hapus
  22. Kalau banyak orang nonton Sexy Killers jadi golput, saya sih enggak. Dengan nonton ini mata saya jadi makin terbuka sih. Hemat memakai listrik harus jadi hal pertama yang dilakukan. Sebab percuma juga nonton film ini dan merasa prihatin tapi nggak ada perubahan pola perilaku soal pemakaian listrik. Dan berharap juga supaya pertambangan ilegal (yg jadi sumber masalah utama) bisa ditutup.

    BalasHapus
  23. Kirain tadinya lagi ngebahas yang seksi-seksian gitu...;(

    BalasHapus
  24. Pas lihat thumbnailnya bersliweran di youtube, kupikirrrr apaaaan! keknya sama ama mbak deh, mikirnya film tembak-tembakan, hahaha. baru ngeh setelah salah satu youtuber bahas tentang ini, dan akhirnya nonton, dan sempet ngangguk-angguk mengiyakan. tapi akhirnya aku nyoblos juga sih, hehehe

    BalasHapus
  25. sebenernya aga males sama sexy killer ini karena latar belakang pembuatnya yang... yaaaah... nggak bisa dibilang 100% kredibel tapi bbener kata mba tinbe, ambil positifnya! emang kita harus mulai hemat energi kok karena energi yang kt pake skrg ga sustainable

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuhuuuuu, pokoknya yang terpenting kita selalu berusaha ngambil jemuran orang eeeh.. Ngambil sisi positif dari suatu hal. PIKIRAN POSITIF.

      Hapus
  26. Saya setuju dengan sikap yang diambil oleh mbak Tin. Melihat film begini bukan berarti lantas membutakan cara pandang dan pemikiran kita. Tetap harus bijak, apalagi dikait-kaitkan dengan Pemilu. Makasih sharingnya, mba Tin..

    BalasHapus
  27. Setuju mb. Pesan moral yg aku ambil adalah bijak menggunakan listrik.

    Dan habis nonton ini aku tetep nyoblos, karena golput bukan solusi, bisa jadi justru memperparah keadaan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Mbak. Golput malah merugikan. Apalagi golput hanya karena film ini.

      Hapus
  28. sejujurnya aku belum selesai nonton dokumenter sexy killers ini mb. kemarin coba nonton sebentar tapi nggak kuat. takut kasian sama warga di sana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, kalau terfokus pada sisi manusiawinya memang bikin nyesek.

      Hapus
  29. Setelah nonton film ini sebaiknya memang bijak menyikapi... Dan film dokumenter sebaiknya menyampaikan pula sisi seberangnya, hasil penggunaan industri itu misalnya, atau hal-hal yang terjadi jika tidak ada industri itu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, itu dia. Film ini sepihak. Bagaikan cinta bertepuk sebelah tangan hihihi

      Hapus
  30. Aku besok mau ke Kalimantan Timur. Ada markas di sana yang harus aku temui. Ya gak apa apa sih kalau diajak ngopi sama pengusaha batubara. Ehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ihiir ihir asyeek... Mau ngedeketin pengusaha batubara

      Hapus
  31. Keren ya bund filmnya. Banyak pesan moral yang bisa dipetik. Tentang ekonomi, politik dll.

    "Akibatnya, banyak anak yang terperosok ke dalam lubang-lubang tersebut hingga menemui ajal mereka.." ini beneran bikin gemes deh. Sekarang kalau mau nonton dimana bund? Penasaran.

    BalasHapus
  32. Ini film rame juga yang nonton ya. Aku belum sempat nonton euy.
    Miris sih kalau demgar faktanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebab momentumnya pas juga dengan pilpres, Mbak .... Selain itu, banyak digelar nobar dan diskusi tentangnya. Ya sudah. Jadi viral.

      Hapus
  33. Aslik, sedih banget nonton film ini. Kok bisa ya ada pejabat bilangnya seperti itu sama rakyatnya yang jadi korban?

    BalasHapus
  34. Iya juga sih mb..menurutku film ini nggak cover both side. Klopun efek negatif perusahaan batu bara ini ada,tapi positifnya juga ada. Ada program CSR juga kan ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Mbak. Penonton lebih dibawa ke emosi buruk.... hehehe ..... jadi kalau tidak kritis, penonton bahkan lupa ada manfaat dari penambangan batubara dan PLTU.

      Hapus
  35. Aku sudah nonton di yutub nih. Rasanya nyesel saat tau banyak yang kena dampaknya tapi aku enggak bisa apa-apa. Bahkan pemimpinnya malah seperti menyepelekan hal itu. Geram! Akhirnya mau kembali memegang teguh menjaga ibu bumi ini dari keluarga dulu. Semoga terus memberi manfaat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak. Kita minimal wajib menggunakan listrik dg bijak.

      Hapus
  36. Sedih setelah liat film ini, eksploitasi oleh kaum elit, memakan hak-hak masyarakat sekitarnya. Tapi ya itu, sisi positifnya jadi lebih menghargai listrik.. Pandangan saya juga sebelum liat ini film, judulnya kok ada sexynya gitu, dikirain film apaan, hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha .... yup, selalu ada sisi baik dari sesuatu...

      Hapus
  37. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  38. saya sudah lama tahu film ini tapi belum kepikiran nonton, mungkin ini pertanda sudah waktunya saya nonton drama versi negeri tercinta ini.

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!