RAMADAN datang lagi. Alhamdulillah. Sobat PIKIRAN POSITIF pasti telah siap untuk menyambutnya. Sudah memantapkan mental dan fisik untuk menjalankan ibadah puasa Ramadan 'kan? Yuk, semangat, yuk. *Sambil menepuk bahu sendiri.*
Kiranya tahun ini kita menjalani Ramadan Pandemi #2. Kalau tahun lalu 'kan Ramadan Pandemi #1. Siapa yang menyangka ya, kalau pandemi bakalan berkepanjangan begini?
Apa boleh buat? Daripada menunggu berakhirnya pandemi Covid-19 dengan mengomel dan emosional, hambokyao menunggunya dengan berdoa dan melakukan hal-hal bermanfaat. Misalnya membaca curhatan kerinduanku terhadap Pasar Tiban Kauman ini.
Mengapa aku merindukannya? Bukankah tiap tahun ada Ramadan, yang berarti tiap tahun ada pasar tiban? Dalam kondisi normal memang begitu. Namun, berhubung sejak Maret 2020 negeri kita dinyatakan pandemi, Pasar Tiban Ramadan di Kauman pun libur.
Aku belum tahu, apakah pada tahun 2021 ini bakalan ada atau tidak. Entahlah. Just wait and see. Kalau ada, berarti sejak Selasa sore nanti aku bisa jajan aneka kudapan kegemaran.
Seperti apa sih, keseruan Pasar Tiban Kauman? Kok aku sampai segitu merindukannya? Hehehe ....
Ya jelas rindu, dong. Kehadirannya 'kan membantuku banget dalam menyiapkan menu berbuka dan sahur. Di situ dijual aneka lauk, sayur, kudapan, dan minuman. Mulai dari yang kekunoan hingga yang kekinian. Alhasil, Ramadan adalah bulan di mana komporku hanya bertugas memasak air.
Baik. Ayo kita lihat sekelumit keseruannya dalam beberapa foto berikut. Jika ingin tahu lebih banyak, tentu dapat berselancar sendiri di internet. Pasar Tiban Kauman ini tenar, kok. Sudah banyak yang membahasnya. Namun, mungkin baru aku warga setempat yang menuliskannya di blog.*Sombong.*
Gerbang Pasar Tiban Kauman (2019) |
Suasana dalam gang saat pagi hari (belum ada penjual) |
Lokasi
Lokasi Pasar Tiban Kauman sangat strategis. Berada di kawasan pusat kota. Beberapa meter saja dari Titik Nol. Jika kalian dari arah Malioboro, belok kanan setelah perempatan.
Setelah melewati lampu bangjo di pertigaan dekat RS PKU Muhammadiyah, bersiaplah menengok ke kiri. Gang Pasar Tiban ada di sebelah kiri kalian. Tak perlu khawatir kesasar. Mulut gangnya pasti dihias-hias dan penuh motor diparkir.
Yang Dijual dan Harganya
Seperti telah kusinggung sebelumnya, di pasar tiban ini dijual rupa-rupa. Ada lauk, sayur, kudapan, dan minuman. Komplet.
Bagi ibu rumah tangga rempong dan mageran buat memasak, pasar ini adalah solusi pualiiing jitu. Tinggal bawa uang secukupnya dari rumah, pilih-pilih menu di TKP, lalu pulang menunggu azan Magrib. Lauk yang akan dikonsumsi untuk sahur bisa disimpan di kulkas dulu. Kalau hendak sahur, tinggal dipanaskan.
Harga makanan dan minuman di Pasar Tiban Kauman memang sedikit lebih mahal ketimbang di tempat lain; juga ketimbang pada hari-hari biasa. Selisihnya bisa seribu rupiah. Lumayan toh kalau kita jajan 10 item?
Akan tetapi, kondisi tersebut tak menyurutkan minat para calon pengunjung. Nilai nostalgianya itu lho, yang tak bisa dibeli. Terutama nostalgia terhadap kudapan-kudapan zadoel seperti kicak, jenang saren, mentho, mata kebo, dan serabi kuah.
Mentho |
Bubur Saren |
Moto Kebo |
Serabi kuah dan kicak |
Kicak
Di antara sekian kudapan, yang paling diburu pengunjung adalah kicak. Terkhusus kicak Mbah Wana. Insyaallah lain waktu akan kubahas tersendiri tentang kicak ini.
Apa itu kicak? Kicak adalah ketan yang diberi topping kelapa parut campur gula pasir, lalu di atasnya diberi irisan nangka dan daun pandan.
Kicak merupakan kudapan khas Ramadan yang berasal dari Kauman. Pelopor pembuatnya almarhumah Mbah Wono. Adapun sekarang warung Mbah Wono yang menjual kicak serta aneka lauk dan sayur dikelola oleh anaknya.
Bebas Polusi Asap Knalpot dan Debu
Pasar Tiban Kauman adalah pasar tiban Ramadan tertua di Yogyakarta. Yup! Sang pelopor. Hadirnya pada tahun 80-an dan mencapai puncak kejayaan pada era 90-an. Setelah di berbagai titik di wilayah Yogyakarta ada pasar tiban serupa, pamornya meredup. Akan tetapi, tentu kekhasannya tak tergantikan.
Itulah sebabnya generasi zadoel lebih suka berkunjung ke Pasar Tiban kauman. Untuk klangenan dan bernostalgia. Terlebih lokasinya dalam gang yang motor pun tak boleh dinaiki. Jadi, bebas polusi asap knalpot dan debu. Gangnya 'kan berkonblok rapi dan bersih.
Sebagai pelengkap, lihat-lihat jugalah kudapan lain di tulisan lamaku ini: Dari Bubur Saren hingga Jadah Manten. Yang kutulis sebelum berdomisili di Kauman.
Baiklah. Sebagai penutup, kupersilakan kalian mengamati foto berikut. Begini. Kalau kalian sedang mencari lokasi Pasar Tiban Kauman, dari arah Titik Nol Jogja, lalu menemukan benda seperti yang tampak pada gambar, berhentilah. Di sebelahnya itulah terletak gang pasar tiban yang kalian cari. Oke?
Marhaban ya ramadhan mbak Lidia??? Lihat gambar pasar, jadi pengen jalan - jalan tapi ditahan dulu lah situasi tak memungkinkan kalaupun pengen jalan - jalan karena suntuk di rumah paling saya cuma ke taman bunga matahari area persawahan milik kedua orang tua saya selain gratis tur juga sepi gak ada orang jadi tetap aman.
BalasHapusHaloo, saya bukan Mbak Lidia. Hehehe ..
HapusO, ya. Malah asyik tuh ke Taman Bunga matahari. Asri, aman, sehat.
Mbak Lidia, maksudnya Agustina Purwantini?
HapusHehehehe
HapusKirain namamu ganti Lidia Kandow. Wah, aku nggak pernah ketiban pasar eeeh ke Pasar Tiban. Ora tau mbok ajak, Mbak...hehehe
BalasHapusKan dikau main ke tempat selepas Ramadan, th berikutnya dah balik Makassar? Hahaha
HapusYeayy Marhaban ya Ramadhann
BalasHapusSaatnya wisata kuliner utk menu takjil xixixi
Hahahahaha... Iyaaa. Namun ternyata, Pasar Tiban Kauaman tetap prei tahun ini.
BalasHapusSkrg ga buka ya pas pandemi. Krn pasti rame banget ya. Jd kalau buka hrs protokol kesehatan yg cukup sulit
BalasHapusNah, iya. Pasti akan sangat sulit mengendalikan prokes sebuah pasar. Apalagi gangnya gang senggol gitu. Dijamin berpotensi jadi klaster baru.
HapusLagi pandemi gini pasti banyak yg kecewa ya mbak pasar tiban ini ditiadakan, baik dari penjual yg biasanya mencari pundi2 rupiah ataupun ibu2 mageran juga ga bisa kemari lagi hihihi, mudah2an ramadhan tahun depan pasar ini bisa digelar lagi ya mbak
BalasHapusIya, Mbak. Secara ekonomi mengeceewakan, secara nostalgia juga.
HapusJadi pengin beli kicak Mbah wana soalnya kelihatan nya enak, bisa pesan online tidak ya, terus kira kira sampai ke Banten rasanya gimana, soalnya kan ada parutan kelapa nya.
BalasHapusBhahahaha sama sekali gak bisa dibeli online. Aku yang tetangganya saja susah rebutan offline. Terlebih saat ini tak ada pasar tiban yang berarti cuma Mbah Wana yang jualan. Makin langka.
HapusPasar-Pasar Ramadhan di Jogja sekarang gini rame g sih mba?
BalasHapusKabarnya pasar ramadhan yang di jogokariyan tetep ramai kan ya sekarang?
Pas sebelum pandemi selalu ramai. Itulah sebabnya Pasar Tiban Kauman ditiadakan. Sebab lokasinya sempit. Di sepanjang lorong yang lebarnya hanya 1 meter. Beda dengan pasar ramadan di lokasi lain seperti Jogokariyan, yang lokasinya di tepian jalan lebar. Iya, sekarang pasar tiban Jogokariyan sudah buka lagi kabarnya.
Hapuskicak, jenang saren, mentho, mata kebo, kudapat tradisionil yang familiar tapi tadinya aku tak tahu namanya
BalasHapuswah keren mba agustina adalah orang pertama yang mengulas pasar tiban kauman ini di blog, semoga langsung nyantol pageone di mbah google...
biar kata aneka jajanannya sedikit lebih mahal (kacek 1000) nanging karena istilahnya lengkap jadi pas juga nih apalagi buat nyari takjilan selama Ramadhan. Nice reportase Mbak :)
Hehehehe aku bukan orang pertama yang menulis tentangnya, Mbak, tapi warga setempat yang menuliskannya di blog. Ini pun masih mungkin. Hihihi ....
HapusPasarnya bersih dan rapi ya... klo kayak gini mo beli makanan yang ada jadi nyaman, terasa lebih higenis
BalasHapusBenar, Bang. Saya pun lebih suka beli jajanan di pasar tiban ini ketimbang pasar tiban yang lainnya. Bebas polusi debu dan asap knalpot.
HapusMembaca ulasann ini rasa ingin makan semua. Terlebih jika bacanya siang hari. Dilengkapi poto yang menggugah selera. Setelah berbuka, hmmm ... Cuman satu dua yang disantap.
BalasHapushehehehe ... benar sekali, makan dua kudapan saja sudah kenyang kalau berbuka.
HapusSelamat menjalankan ibadah puasa ya, Mbaaaaak 😆.
BalasHapusDi daerahku juga ada tempat yang ujug-ujug jadi pusat jualan makanan untuk berbuka, Mbak. Tapi sayangnya gak ada namanya. Hehehe ðŸ¤. Sebelum pandemi, tempat itu rame banget. Tempatnya pun di tengah-tengah jalan raya kota, jadi tiap sore pas bulan Ramadhan jalannya pasti jadi macet deh. 😣
Kalau pandemi jilid satu kemarin, kayaknya gak ada yang jualan makanan sama sekali di sana. Sedangkan sekarang, sudah mulai bermunculan orang-orang yang jualan ini. Tapi cuma beberapa, gak serame dulu ðŸ˜. Duh, jadi kangen masa-masa ramadhan pas gak pandemi deh..
Selamat menjalankan ibadah puasa buatmu juga, ya.
HapusBTW kalau saat pandemi sekarang, kemacetan akibat orang jualan itu jadi bikin kangen ya? Dahulunya padahal terasa ngeselin sebab memperlambat perjalanan.
Tadinya pas denger kata Kauman, aku lgs mikir di solo, Krn daerah Kauman di sana :D. Ternyata msh Jogja.
BalasHapusWaah tempat pasar dengan banyk kuliner khas giniii yg aku suka bangettt mba. Bisa beli macem2 kudapan zaman jadul. Jujur itu msh LBH menarik drpd cemilan zaman skr :D.
Kauman itu ada di banyak kota, Mbak. Daerah dekat masjid besar disebut Kauman.
HapusKauman Solo juga sama bersejarahnya dengan Kauman Jogja, lho.
hem nyammy
BalasHapusenak nih makanannya
hihihi .... memang enak-enak.
HapusSaya ngakak baca pas selisih 1000 itu . Kalau beli 10 jadi.....
BalasHapusHaahahahaha emak emak banget, perhitungan ya. Sama dong
Looh, laiya Mbaaak. Kan jadi sepuluh ribu itu. Sudah bisa nambah item jajanan. Hahahaha!
HapusNgangeni emang keramaian di Pasar Tiban tuh. Dan yang pasti makanan-makanan yang dijual memiliki ciri khas tradisional kalau di tempatku mbak. Gak tahu kalau yang di Kauman hehe
BalasHapusSama. Di Pasar Tiban Kauman juga ada makanan tradisional yang dirindukan. BTW dikau belum pernah ke pasar tiban ini ya berarti?
HapusWah masih libur juga ya tahun ini? Beruntung aku udah pernah menyambangi tahun 2019 mba jadi nggak penasaran lagi :))
BalasHapusIya, masih libur. Yup, beruntunglah sudah pernah mendatangi.
Hapus