HAI, hai, hai ....
Apa kabar Sobat Pikiran Positif? Masih selalu bahagia 'kan ya? Mestinya masih, dong. Merasakan kebahagiaan itu is a must. Kalau ada pilihan untuk bahagia, mengapa mesti memilih tetangisan? Oke? Deal, ya.
Baiklah kali ini aku mau bercerita lagi tentang perjalananku ke Solo alias Surakarta. Khususnya tentang Masjid Laweyan. Yang sesuai dengan namanya, lokasinya memang di wilayah Laweyan. Yang ini lho, penampakan masjidnya ....
Papan nama dan alamat |
Mohon maaf, kondisi foto seadanya. Sangat kurang maksimal. Yeah? Aku tidak sukses memfoto keseluruhan fasad masjid. Maklumlah. Tatkala itu jalanan dan kondisi seputaran situ tak memungkinkanku untuk bebas jeprat-jepret. Masih pula ketambahan kepalaku pusing akibat terpapar kecetaran sang mentari.
Sudah berusaha memotret lagi, tapi hasilnya tetap kurang maksimal begini. Hehehe .... Dasar Mat Kodak amatiran. *Alibi maksimal*
Penampakan sebagian bangunannya |
Penampilan Masjid Laweyan sangat sederhana bin simpel. Namun, aroma kekunoannya cukup terasa. Terlebih di kompleks masjid tersebut juga ada makam. Tipikal masjid-masjid tempo doeloe 'kan?
Arsitekturnya pun terdeteksi ada bau-bau Hindunya. Semacam bangunan masjid rasa pura begitu, deh. Usut punya usut, Masjid Laweyan dahulunya memang pura. Maka sesungguhnya, masjid ini merupakan sebuah bukti akulturasi. Namun sayang banget, beberapa kali renovasi telah sangat menyamarkan bentuk pura tersebut.
Arsitekturnya pun terdeteksi ada bau-bau Hindunya. Semacam bangunan masjid rasa pura begitu, deh. Usut punya usut, Masjid Laweyan dahulunya memang pura. Maka sesungguhnya, masjid ini merupakan sebuah bukti akulturasi. Namun sayang banget, beberapa kali renovasi telah sangat menyamarkan bentuk pura tersebut.
Gapura menuju makam (pasareyan) |
Pintu yang menghubungkan teras masjid dengan kompleks makam |
Halaman makam |
Dari tulisan yang tertera di lokasi, aku jadi tahu bahwa makam tersebut merupakan makam dari Kyai Ageng Henis. Siapa dia? Sudah pasti dia adalah seorang tokoh penting yang terkait dengan eksistensi Masjid Laweyan. Jika kalian ingin tahu kisahnya secara lebih detil, silakan cari sendiri referensinya ya. Haha!
O, ya. Aku tak berani memotret makamnya, dong. Lagi pula aku juga tak tahu, apakah hal itu diperbolehkan atau tidak. Tak tampak ada petugas barang seorang pun siang itu. Yang ada justru dua orang yang sedang tertidur di dekat pintu masjid. Maka aku tidak bisa mengonfirmasinya.
Kiranya apes pula diriku. Karena mereka yang tertidur itu pula, aku menjadi sungkan untuk memasuki masjid. Alhasil, tidak bisa memotret bagian dalamnya 'kan?
Sungai di antara Laweyan dan Belukan
Aku berkunjung ke Masjid Laweyan (yang berlokasi di Kampung Belukan) dari arah timur. Yakni dari Kampung Batik Laweyan. Maka aku mesti melewati jembatan terlebih dulu untuk mencapai masjid. Berdasarkan informasi yang kuperoleh, jembatan itu berada di atas Sungai Kabanaran.
Konon pada masa lalu, jembatannya belum ada. Jadi, orang berlalu lalang dari Laweyan ke Belukan dengan perahu. Konon pula, sungai itu menjadi semacam pembatas antara kampung juragan dan kampung buruh batik. Yup! Dari cerita tuturan yang kudapat, Kampung Belukan adalah lokasi domisili kaum buruh batik. Konon begitu.
Namun berdasarkan sumber sejarah yang lebih valid, Masjid Laweyan memang menempati areal yang (dahulunya) sangat strategis. Tatkala itu Sungai Kabanaran merupakan sungai yang sibuk. Banyak kapal dan perahu yang bongkar pasang muatan di situ. Yang dibawa komoditi berupa bahan tekstil, benang kapas tradisional, dan candu. Sudah pasti arus perputaran uangnya pun besar. Dan, lokasi masjid persis berada di tepi sungai.
Apa boleh buat? Kini kondisi Sungai Kabanaran jauh berbeda. Tidak lagi menjadi sentra bisnis. Justru sebaliknya, nyaris tak ada yang memberikan perhatian lebih. Hmmm. Waktu melesat demikian cepat ....
O, ya. Aku tak berani memotret makamnya, dong. Lagi pula aku juga tak tahu, apakah hal itu diperbolehkan atau tidak. Tak tampak ada petugas barang seorang pun siang itu. Yang ada justru dua orang yang sedang tertidur di dekat pintu masjid. Maka aku tidak bisa mengonfirmasinya.
Kiranya apes pula diriku. Karena mereka yang tertidur itu pula, aku menjadi sungkan untuk memasuki masjid. Alhasil, tidak bisa memotret bagian dalamnya 'kan?
Sungai di antara Laweyan dan Belukan
Aku berkunjung ke Masjid Laweyan (yang berlokasi di Kampung Belukan) dari arah timur. Yakni dari Kampung Batik Laweyan. Maka aku mesti melewati jembatan terlebih dulu untuk mencapai masjid. Berdasarkan informasi yang kuperoleh, jembatan itu berada di atas Sungai Kabanaran.
Konon pada masa lalu, jembatannya belum ada. Jadi, orang berlalu lalang dari Laweyan ke Belukan dengan perahu. Konon pula, sungai itu menjadi semacam pembatas antara kampung juragan dan kampung buruh batik. Yup! Dari cerita tuturan yang kudapat, Kampung Belukan adalah lokasi domisili kaum buruh batik. Konon begitu.
Namun berdasarkan sumber sejarah yang lebih valid, Masjid Laweyan memang menempati areal yang (dahulunya) sangat strategis. Tatkala itu Sungai Kabanaran merupakan sungai yang sibuk. Banyak kapal dan perahu yang bongkar pasang muatan di situ. Yang dibawa komoditi berupa bahan tekstil, benang kapas tradisional, dan candu. Sudah pasti arus perputaran uangnya pun besar. Dan, lokasi masjid persis berada di tepi sungai.
Apa boleh buat? Kini kondisi Sungai Kabanaran jauh berbeda. Tidak lagi menjadi sentra bisnis. Justru sebaliknya, nyaris tak ada yang memberikan perhatian lebih. Hmmm. Waktu melesat demikian cepat ....
Kondisi Sungai Kabanaran sekarang |
Mulut gang Kampung Belukan (tepat di kiri masjid) |
Demikian cerita singkatku tentang Masjid Laweyan. Yang merupakan sebuah masjid kuno yang didirikan pada tahun 1546. Yakni saat Sultan Hadiwijaya berkuasa di
Kerajaan Pajang, yang merupakan cikal bakal Kerajaan Mataram.
Kapan kalian akan berkunjung ke sini?
MORAL CERITA:
Jika berkunjung ke sebuah kota, sempatkanlah blusukan. Terlebih blusukan sejarah. Pasti seru dan sangat berfaedah.
Kapan kalian akan berkunjung ke sini?
MORAL CERITA:
Jika berkunjung ke sebuah kota, sempatkanlah blusukan. Terlebih blusukan sejarah. Pasti seru dan sangat berfaedah.
Masjidnya bagus Tante, masih tertata dengan epik. Dan masih terawat itu dibuktikan dengan masjidnya yang bersih dan di samping kiri kanan ada pepohonan , bikin adem para Traveller yang singgah ke sana. Tapi? Sayangnya, masjidnya Deket sama makam ? Jadi bikin merinding. 😱😱😰😱😰
BalasHapusHehehehehe.... Kalau paa sepi memang bikin merinding. Apalagi itu makam kuno. Asalkan ramai-ramai gapapalah. Hehehe...
HapusMoral values nya aku catat mbak. Hehe. Bener ya kadang justru harus blusukan biar ilmu tambah banyak
BalasHapusHahaha... Begitulah kenyatannya.
HapusSungai yang tadinya jadi pusat bisnis sekarang jd sepi ya. Waktu memang bisa mengubah semuanya.
BalasHapusIya, sepi yang sesepi-sepinya. Nyaris terlupakan.
Hapusunik pintunya Mba aku suka, kapan-kapan bisa berunjung ke masjid ini. usianya udah ratusan tahun masih bertahan sampai sekarang dan itu jadi warisan budaya harusnya dijaga dan dirawat oleh kita generasi berikutnya
BalasHapusYoi, Mbaak. Kudoakan engkau segera bisa ke sini.
Hapus