Hadeeeh. Runyam memang. Baru perkara penyebutan yang tepat saja sudah bikin puyeng. Terlebih kalau ditambahi dengan urusan tanggung jawab, peranan, perasaan, kodrat, tuntutan sosial, dan lain-lain. Tentu makin bikin jidat berkerut.
Nah, nah. Apakah engkau sekalian kerap pula dipuyengkan oleh sebutan wanita atau perempuan? Kalau iya, berarti kita satu server. Hehehe ....
Sudahlah. Pokoknya kalau masing-masing sebutan itu dibahas definisinya, urusannya bisa panjang sekali. Berpotensi menghabiskan energi dan emosi.
Sementara maksud dari semua sebutan itu pada dasarnya sama. De facto wanita dan perempuan sama-sama merujuk pada makhluk Tuhan yang paling seksi.
Ealaaah. Malah larinya ke lirik lagu yang dipopulerkan Tante Mulan Jameela.
Baiklah, baiklah. Mari kembali fokus ke bahasan semula. Abaikan dululah tante seksi itu. Hanya saja aku hendak bertanya, "Tante Mulan Jameela itu wanita atau perempuan?" Bhahahaha! Teteeeup.
Ngomong-ngomong, sampai di sini saya bingung lagi. Yang benar itu wanita seksi atau perempuan seksi?
Etdaaaah. Mengapa persoalan pada akhirnya hanya berkutat secara artifisial begitu? Sementara poin pentingnya, yaitu perlakuan adil dan bijaksana kepada kaum wanita a.k.a. kaum perempuan, justru terabaikan.
Boleh-boleh saja kalau kemudian engkau sekalian mendebatku, "Lho, bukankah telah ada emansipasi? Bukankah kesetaraan gender senantiasa digaungkan? Masihkah kurang bijak dan tak adil? Maunya bagaimana lagi?"
O la la! Dubidubidu bambam. Syalala syalala. Trilili tralala.
Emansipasi dan kesetaraan gender memang sudah sering diperbincangkan. Hanya saja, dalam praktiknya 'kan masih memprihatinkan.
Sudahlah. Tak perlu ngomongin emansipasi dan kesetaraan gender dulu. Ngomongin tentang hal-hal tak prinsipil terkait wanita a.k.a. perempuan saja belum berkeadilan.
Masih terlalu banyak orang yang hobi nyinyirin wanita a.k.a. perempuan. Anehnya, yang nyinyirin itu tak hanya dari jenis kelamin lain. Yang dari kaum sejenis kelamin pun banyaaak yang hobi nyinyirin sesamanya.
Semboyan "sesama wanita mesti saling mendukung", "sesama perempuan mesti saling menguatkan", dan aneka semboyan lain yang sejenis terasa percuma tak berguna.
Runyam!
Satu contoh sepele yang pernah beberapa kali kuhadapi, nih. Terkait dengan foto-fotoku di medsos terkhusus Facebook.
Menurutku, foto-fotoku masih aman terkendali. Enggak norak enggak kecentilan. Lagi pula, jarang pula kutampilkan muka paspasanku ini.
Eeee? Lhah kok ada seorang lelaki yang menjapri, hanya untuk mengatakan, " Ih, malu ah. Kamu suka foto-foto kayak gitu. Sudah enggak muda lagi. Malu sama anak."
Huft! Sungguh japrian yang menggores perasaan. Membuatku terbakar amarah sendirian. Sekaligus menyebabkanku paham bahwa kami ternyata berbeda sudut pandang.
Jadi, lebih baik putus. Lhoooh? Eh? Siapa dia sebenarnya? Hahahaha!
Selain seorang lelaki, ada pula seorang teman lama (sebut saja Mbak Y) yang bertanya dengan nada mencibir, "Kok anaknya enggak pernah diajak berfoto? Biar dikira masih gadis ya?"
Ya Tuhaaan. Entahlah apa motivasi Mbak Y bertanya seperti itu? Di area publik pula. Yang jelas mengagetkan sekaligus bikin perasaanku terluka. Bikin ngakak juga sih, sebetulnya.
Mengapa bikin ngakak? Karenaaa ia bertanya di kolom komentar, di mana kuunggah fotoku bersama anak ABG-ku. Mbak Y kena batunya. Ketika kujawab kalau itu fotoku bersama anak, ia meminta maaf.
Yaelah. Mereka maunya apa sih, ya? Hambokyao jangan bikin diriku sebagai wanita a.k.a. perempuan merasa serba salah.
Perkara berfoto saja, lho. Dibikin ribet. Toh aku enggak berfoto barengan kekasih orang. Gaya berfotoku pun wajar. Mengapa mesti dijulidin?
Apa karena statusku? Apa sebab latar belakang keluargaku? Apa sebab pekerjaanku? Apa sebab gaya berkomunikasiku? Apa sebab cara berpakaianku? Apa sebab ....? Apa sebab ....?
Salahkah poseku dan cara berpakaianku? (Dokpri) |
Salahkah pose dan cara berpakaian kami, aku dan kawanku, ini? (Dokpri) |
Baiklah. Akan segera kuakhiri curhatan ngalor ngidul ini. Namun, sebelumnya mau berpesan. Begini pesanku.
Kalau engkau pun wanita a.k.a. perempuan, kenapa iseng amat gemar menzalimi kaum sejenis kelaminmu? Jika engkau laki-laki a.k.a. pria, enggak gentle amat kalau tega bikin wanita a.k.a. perempuan menderita bin terzalimi.
Intinya, wanita a.k.a. perempuan mesti dibikin selalu hepi. Bukan malah dibuat serba salah. Oke? Deal, ya?
MORAL CERITA:
Apa pun sebutannya, baik wanita maupun perempuan, de facto yang dimaksudkan adalah makhluk-Nya yang punya kodrat menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui. Bukan yang punya kodrat serba salah.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSabar ya mbak, kita emang ga bisa menutup mulut netijen, mereka bebas komen apapun, kalau kita udah post foto ya pasti ada aja yg nyiyir.
BalasHapusJari2 netijen emang lebih cepat dari otaknya *ups dan itu yg menyakitnya, komentar tanpa memikirkan perasaan yg dikomentari.
Dan menurut aku ga perlu serba salah mbak, sosmed kita, kita bebas mau post apa aja, kalau ada yg ga suka block atau unfoll aja, daripada komen yg menyakitkan hihihi
Hehehe Yoii, Mbak. Kecepatan jari menulis komentar tanpa ada saringan memang melebihi kecepatan cahaya.
HapusAku pernah baca biasanya malah perempuan sesama perempuan malah ada rasa kurang suka. Entahlah apa sebabnya. Tapi lelaki juga sama sih.
BalasHapusJadi ingat dengan seorang penyanyi yang di DM sama seorang pesepakbola untuk diajak begituan. Ia lalu share ke akun sosmed nya.
Banyak dukungan datang, tapi anehnya ada satu atau dua selebritis cewek yang malah bilang kalo aksinya itu cuma cari perhatian. Bikin tepok jidat saja.😓
Nah! Sesama wanita a.k.a. perempuan malah tidak saling dukung toh? BTW itu pasti sebab prinsip hidupnya berbeda. Beda sudut pandang terkait dengan value diri masing-masing.
Hapuskita hidup dizaman dimana jari lebih cepat daripada otak. belum berpikir baik-baik sudah sibuk mengata-ngatai orang disosmed. sabar ya mba, ikhlasin aja. Biasanya orang yang begitu karena kurang kerjaan wkwk. Semangat!!
BalasHapusYoiii, Mbak. Tetap berusaha semangat pokoknya.
HapusSaya pribadi lebih suka menyebut dengan kata perempuan. Ntah, masih belum tau alasannya kenapa, hanya lebih nyaman menyebut dengan sebutan tersebut dan lebih terasa menghormati daripada wanita (Pemikiran pribadi saja). Sedikit ambigu emang, sama seperti harus pakai kata "Rindu" atau "Kangen"
BalasHapusTulisannya cukup menarik, Aku pernah ingin ngangkat fenomena ini sebagai bahan tugas akhir. Karena kan Aku anak Jurusan Komunikasi, kayaknya seru dan menarik untuk mengangkat fenomena NETIZEN di Indonesia ini. Sayang, proposalnya tidak tembus dan akhirnya banting setir bahas Komunikasi Multikultural
Waah, kedengarannya rumit tuh. Komunikasi multikultural.
Hapusyampuuunn, KZL banget pasti deh dengan orang-orang yang seperti itu ya Mbak, macam kurang kerjaan banget sih mereka komen yang gak harusnya dikomenin, iih.
BalasHapustapi rasain tuh si Mbak Y, kena batunya, moga jadi kapok deh buat komen nyinyir, wkwkwkk *ikutan gemeess
Hahahaha! Memang mengesalkan.
HapusCurhatannya masoookkk bener, iyaa sih kadang ngerasain juga kok gini kok gitu, hehehe. Kadang malah gak ku jawab. Semangat untuk semua wanita a.k.a perempuan kuat ❤️
BalasHapusHehehe .... Sekali-sekali baper saya. Yoiiii. Semangaat semangaat.
HapusDulu guru bahasa arabku bilang wanita itu lebih negatif konotasinya karena diambil dr kata 'want', makanya better perempuan aja penyebutannya.
BalasHapusOooi, want berarti yg diinginkan ya? Berarti semacam dijadiin objek?
HapusOooi, want berarti yg diinginkan ya? Berarti semacam dijadiin objek?
Hapussusah memang untuk menyenangkan semua orang apalagi setiap orang bebas berpendapat dengan pikirannya masing masing. Selama kita ngga merugikan orang lain yaaaa lanjutin aja. Saya dukung perempuan untuk terus berkarya
BalasHapusOke, Kak. Terima kasih atas dukungannya.
Hapusaku juga pernah merasa seterpuruk itu.. kayak apa2 disalahin gitu, setelah tak pikir2 lagi ya ada juga kaitannya karena aku perempuan. kalo aku laki2 besar kemungkinan nggak dimarahin dan di salah2in begitu heheheh
BalasHapusHehehe ... Sepertinya sepele tapi gak sepele juga ya, Kak.
HapusTernyata ngunu to mbak. Baru tau aku. Semangat slalu ya.
BalasHapusIni baru sekeping kisah gak mengenakkan. Maaih banyak yang lainnya.
HapusAku pernah baca kalau perempuan itu justru tingkat kompetisinya tinggi sekali..sayangnya jatuhnya jadi kompetisi sesama perempuan, di mana seharusnya justru saling mendukung.
BalasHapusbut anywy, sebutan wanita atau perempuan aku gak ada masalah... bebas diinterpretasikan siapa aja, yg penting tahu esensi sesama makhluk hidup, hak dihargai dan dihormati.
Benar, Mbak. Akhirnya konflik tiada henti di antara perempuan sendiri.
HapusYup, yg terpenting memang paham esensi saling menghargai di antara sesama.
Aku terkadang tidak terlalu memperdulikan hal-hal yang seperti itu, tapi kalau dirasa cukup mengganggu apalagi sampai membuat risih sangat terpaksa dan meminta maaf tanpa berucap terpaksa unfoll pertemanan dan hapus dia dalam pertemanan di media sosial. Kalau ingin berkomunikasi ya komunikasi saja tapi tidak dengan media sosial, tidak terlalu ingin memikirkan lebih jauh sih..
BalasHapusSebenarnya aku tipe yang tak peduli pada persoalan remeh temeh serupa itu juga. Klo postingan orang lain tak kusuka kulewat aja. Enggak main japri dan menegur sesuai dg persepsiku pribadi.
HapusSebutan perempuan dan wanita kadang punya unsur politis sehingga kadang ada saja pertentangannya. Hehe. Wajar jika bingung jika tak biasa membaca tentang topik gender.
BalasHapusKalau saya jujur saja, tak mau mempedulikan omongan orang selama tidak punya hutang budi besar padanya. Tapi saya perhatikan juga sebagai masukan untuk perbaikan. Dicibir karena foto sendiri ya banyakin share foto bareng anak lalu mention Mbaknya. Saya memasukkan ini dalam kategori sweet revenge (kalau marah).
Biarin ajalah, Mbak. Enggak usah pakai mention si Mbak Y. Kupikir sudah cukup syok kok dianya. Lagi pula, dia modelan jarang online yang apesnya bagiku, pasa online kok yg dilihat postingan potoku. Sementara aselinya, aku lebih banyak posting bukan foto diri.
HapusPerempuan atau wanita. Apapun sebutannya punya kemampuan dan hak yang sama. I just proud be a woman ❤
BalasHapusYoiiiii.
Hapus