HALO, Sobat PIKIRAN POSITIF? Semoga sedang sehat dan berbahagia. Jadi, bisa menyimak kisah kunjunganku ke Gereja Santo Yusup Bintaran ini dengan nyaman. Iya, Yusup. Pakai "p". Aku tidak salah ketik, kok.
Eh? Adakah di antara kalian yang merupakan jemaat gereja tersebut? Jika ada, tolong berilah komentar untuk postingan ini. Bisa berupa koreksi atau tambahan informasi. Siapa tahu ada yang terlewat atau kurang tepat.
Namun, tak perlu khawatir. Insyaallah semua yang kusampaikan di sini valid. Selain merupakan hasil menyimak penjelasan pemandu dan pihak gereja, aku 'kan buka-buka referensi juga.
Hanya saja, aku menyadari bahwa diri ini manusia biasa. Yang berarti bisa salah dan lupa. Begituuu.
Cagar Budaya
Mungkin kalian bertanya-tanya kepo, " Kok aku yang beragama Islam dan berjilbab bisa berkunjung ke gereja? Berfoto-foto di dalamnya pula?"
Yaelah. Tak perlu heranlah. Why not? Tentu saja bisa bangeeet. Jangan lupa. Kita ini 'kan tinggal di Indonesia yang majemuk dalam banyak hal.
Terlebih aku ke situ bersama rombongan JWT (Jogja Walking Tour) by Komunitas Malamuseum. Jadi, kunjungan kami legal. Sang pemandu sudah mengantongi surat izin resmi dari pihak gereja.
Altar/Dokpri Seberang Altar (Pintu Depan Gereja)/Dokpri
Sesungguhnya pula Gereja Santo Yusup Bintaran telah ditetapkan sebagai bangunan Cagar Budaya. Hanya saja, sekarang belum terbuka untuk umum. Baru dalam tahap persiapan ke sana.
Adapun dasar hukummnya Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata PM. 25/PW.007/MKP//2007 tentang Penetapan Situs dan Bangunan Tinggalan Sejarah dan Purbakala.
Indah Bersejarah
Sebuah bangunan yang ditetapkan sebagai Cagar Budaya pastilah bukan bangunan biasa. Tak sekadar karena keindahan dan kemegahannya. Demikian pula halnya dengan Gereja Bintaran, yang selain indah juga bersejarah.
Arsitektur bangunan di kompleks gereja tersebut bergaya campuran Eropa dan Jawa. Jadi, kalau ke situ kita bakalan menyaksikan semacam keindahan yang unik.
Saat berada di dalam ruangan gerejanya, aku merasakan nuansa Eropa era 1930-an. Sementara ketika berada di pendoponya, aku serasa dikelilingi pernak-pernik kejawaan.
Hmm. Untuk membuktikannya silakan berkunjung sendiri, deh. Hehehe ....
Sebagaimana yang terlihat pada seluruh foto di atas, terbukti 'kan bahwa Gereja Santo Yusup Bintaran memang indah? Begitu pula yang tampak pada foto Window Rose berikut.
Window Rose, yaitu jendela berbentuk bunga mawar (seperti yang tampak pada foto di atas), merupakan penanda bahwa bangunan ini adalah Gereja Katolik.
Dibangunnya pada tahun 1934. Diarsiteki oleh orang Belanda yang bernama J.H. van Oijen. Berarti gereja tersebut berdiri pada masa kolonial Belanda. Jauh sebelum Indonesia merdeka.
Dengan demikian, corak arsitekturnya pun mencerminkan corak kekinian tatkala itu. Termasuk bersejarah juga 'kan?
Ditambah lagi dengan fakta yang diungkapkan oleh Pak Wiranto (pemandu dari pihak gereja) berikut.
"Dahulu penduduk pribumi duduknya lesehan kalau ke gereja. Bangku disediakan untuk kalangan khusus, bahkan diberi plakat nama. Kalau yang punya nama tak datang kebaktian, kursi dibiarkan kosong."
Pak Wiranto yang bermasker dan berkaus abu-abu/Dokpri
Duileee. Sungguh menunjukkan era penjajahan banget, ya? Syukurlah setelah Indonesia merdeka, aturan begitu tak berlaku lagi.
Sekarang perhatikan foto berikut. Di atas sandaran bangku ada lempengan besi tipis 'kan? Itulah plakat nama yang dikisahkan Pak Wiranto tadi.
Pada masa yang kebih kemudian, Gereja Bintaran juga terkait dengan perjuangan bangsa Indoneia dalam mempertahankan tegaknya NKRI. Presiden Soekarno bahkan menunjuk gereja ini sebagai mediator perundingan antara Indonesia dan Belanda.
Presiden Soekarno kerap berdiskusi dengan Mgr. Soegijapranata S.J. di sini. Kalian mestinya tahu sosok Mgr. Soegijapranata S.J. ini. Beliau telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional, lho.
Ketika Presiden Soekarno diasingkan ke Bangka, ibu negara dan bayinya diamankan di Gereja Santo Yusup Bintaran. O, ya. Bayi itulah yang kelak di kemudian hari menjadi presiden perempuan pertama di negeri kita. Yup! Bayi yang dimaksud bernama Megawati.
Demikianlah adanya. Gereja Katolik yang beralamat di Jalan Bintaran Nomor 5 itu memang bersejarah. Di bawah pimpinan Mgr. Soegijapranata S.J. ada sejumlah pejuang dari kalangan agama Katolik, yang gigih mempertahankan tegaknya NKRI.
Silakan baca juga tulisanku di Kompasiana ini "Pengalaman Ikutan Jogja Walking Tour dan Eksistensi Pancasila".
MORAL CERITA:
Untung ada JWT ke Gereja Santo Yusup Bintaran Yogyakarta. Aku jadi paham sejarahnya, deh.
Bnyak cerita dibalik gereja tua ini ya. termasuk sejarah tentang kemerdekaan juga jadi cerita disini. Tentu harus dirawat peninggalan sejarahnya dan harus tetap menjadi bagian sejarah Indonesia
BalasHapusIya, Bang. Semoga senantiasa terawat.
HapusKak kalau datang jalan2 pribadi bukan rombongan apakah bisa tour gereja juga? menarik deh bisa melihat gereja yang juga menjadi saksi sejarah kemerdekaan Indonesia. Pasti banyak cerita menarik setiap sudutnya....
BalasHapusInsyaallah bisa. Hubungi saja pihak gerejanya dulu. BTW dulu direncanakan sbg salah satu spot wisata yg terbuka buat pengunjung umum, tapi entah kapan dimulainya.
HapusWah, jadi cagar budaya juga ya. Pastinya gereja ini punya arti sejarah sendiri bagi masyarakat di sekitar sana. Aku baru tahu dengan gereja ini. Mungkin kalo mampir ke daerah sana, bisa lihat0lihat juga nih Gereja Santo Yusup ini.
BalasHapusIya, Mbak. Telah menjadi Cagar Budaya.
HapusKeren kak...di sini eike mau jalan-jalan nggak ada kawan euy...
BalasHapusSaya mau aja aih nemenin, tapi gak mungkin berenang ke Makassar.
HapusBetul... jangan sentimen namanya juga Indonesia dari jaman sekolah esde kita belajar kalau negeri ini ada lebih dari 1 agama. Wisata histori seperti ini jadi punya value lebih karna cerita yang kita temukan saat berkunjung
BalasHapusSepakat, Bang.
HapusDilihat dari bentuk Gereja Santo Yusup itu keliatan khas bangunan cagar budaya -nya. Bangunan khas Belanda yang tinggi dengan tiang-tiang yang besar dan jendela serta pintu berukuran besar juga.
BalasHapusYup. Betul sekali.
HapusWah gereja ini cantik dan penuh sejarah banget ya ternyata. Keren banget blognya, jadi bisa tau ceritanya.
BalasHapusBenar Kak, gerejanya cakep banget memang. Terima kasih telah singgah di blog ini.
HapusIndahnya hidup toleransi di Indonesia. Dengan agama dan budaya yang majemuk kita bisa saling menghormati dan bahkan bisa belajar sejarah dari tiap-tiap agama dan budaya yang ada.
BalasHapusTerima kasih Mbak Agustina sudah memberi pencerahan dengan tulisannya
Sama-sama, Bang. Terima kasih telah berkenan membaca.
HapusPertama baca beneran kirain typo awalny karena p bukan f, edisi saya suka gitu mba,lidahnya kebalik p dan f hihi
BalasHapusCantik ya arsitektur gerejanya, saya suka melihat gedung-gedung yang tinggi dan jendelanya lebar, semoga pas ke yogya cagar budaya ini bisa dibuka untuk umum sehingga bisa mengenal sejarahnya dari dekat
Hehehe ... iya Mbak, rentan dikira typo namanya.
HapusWahh arsitekturnya keren banget, buat yang Non Islam wajib mengunjungi ini kalo lagi ke daerah sana
BalasHapusHal yang paling saya suka gereja ini, ya, melihat arsitektur ya. Kental banget akan budaya eropa jawa yang bercampur.
BalasHapusSetahuku gpp kok kunjungan ke gereja, kalau di sini kyk yang di katedral itu asal izin dulu misal ke satpam atau manajemennya. Apalagi kalau gerejanya bersejarah ya mbak.
BalasHapusSanto Yusup Bintara ini rasa2nya pernah denger mbak. Masih apik ya bangunannya.
Aku juga termasuk orang yang suka banget mengunjungi tempat-tempat ang bersejarah. Kapan-kapan pengen berkunjung ke sini ah
BalasHapus