APA kabar Sobat Pikiran Positif? Semoga sedang sehat, berbahagia, dan penuh syukur. Plus tentunya, sadar bahwa kita ini punya daur hidup sebagaimana yang tersirat dalam Sumbu Filosofi Yogyakarta.
Weih! Larinya kok ke Yogyakarta? Lalu, adakah hubungannya dengan foto orang-orang yang membawa spanduk Sumbu Filosofi itu?
Apa nih, maksudnya? Ada hubungan apa antara daur hidup manusia dengan Yogyakarta? Sumbu Filosofi itu apa? Mungkin kalian akan bertanya-tanya begitu.
Baiklah. Langsung saja kujelaskan, ya. Begini. Kota Yogyakarta yang kutinggali ini, dahulu dibangun oleh Sultan Hamengku Buwana 1 dengan konsep filosofis. Jadi, tidak cuma dibangun secara fisik tanpa makna.
Beliau menyusun tata ruang kota berdasarkan daur hidup manusia. Mulai dari saat kelahiran, lalu menginjak masa kanak-kanak hingga dewasa, kemudian berakhir dengan kematian (kembali kepada-Nya).
Yang semua itu membentuk tata nilai Sangkan Paraning Dumadi. Yang berarti kita sebagai manusia mestinya tidak lalai dari mana kita berasal, di dunia ini punya tugas apa, dan kelak hendak ke mana setelah meninggal dunia.
Aneka suvenir terkait Sumbu Filosofi/Dokpri Agustina |
Dengan demikian, idealnya orang-orang Yogyakarta senantiasa eling lan waspada. Senantiasa ingat bahwa kelak setelah mati akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukan selama hidup.
Aku menyatakan "idealnya", ya. Seumpama ada yang tidak senantiasa eling lan waspada ya berarti belum ideal. Tepatnya belum ideal dan keterlaluan.
Mengapa kusebut keterlaluan? Karena sesungguhnya ke mana pun kaki melangkah, kalau rutenya enggak jauh-jauh amat dari kraton, niscaya bersinggungan dengan Kawasan Sumbu Filosofi. Berarti selalu diingatkan toh?
Tiga Atribut Utama Sumbu Filosofi
Sultan Hamengku Buwana 1 memang arsitek yang keren. Konsep Sumbu Filosofi yang digagasnya dibikin mewujud nyata dalam bentuk bangunan-bangunan ikonik.
Andai kata cuma dibiarkan sebagai konsep 'kan cenderung abstrak bagi kebanyakan orang. Jadi supaya lebih mudah diingat dan dipahami, direalitakanlah menjadi bangunan-bangunan.
Bangunan-bangunan yang dimaksudkan adalah Panggung Krapyak (Kandang Menjangan), Kraton Yogyakarta, dan Tugu Golong Gilig (Tugu Pal Putih). Ketiga bangunan inilah yang disebut atribut utama Sumbu Filosofi.
Kerennya, setelah melewati sekian abad, bangunan-bangunan tersebut masih eksis. Bahkan, sekarang menjadi penanda spesifik Yogyakarta.
Penanda spesifik yang kumaksudkan tuh, begini. Kalau kamu mengunggah foto sedang berada di Tugu Golong Gilig, automatis warganet akan berpikir, "Wah, Tugu. Rupanya dia sedang di Yogyakarta."
You know what I mean 'kan ya?
Kampanye Sumbu Filosofi
Kembali ke foto pertama di atas. Orang-orang dalam foto itu membawa spanduk bertuliskan "Dukung Sumbu Filosofi Menuju Warisan Dunia". Apakah mereka anggota partai yang sedang berkampanye?
Tentu tidak. Mereka bukanlah anggota partai. Memang benar bahwa mereka sedang berkampanye. Akan tetapi, mereka bukan anggota partai.
Mereka adalah penumpang Bus Jogja Heritage Track yang sedang berfoto di Panggung Krapyak (Insyaallah nanti akan kutuliskan tentang bus tersebut).
Adapun yang mereka kampanyekan adalah Sumbu Filosofi Yogyakarta. Tujuannya agar masyarakat, terkhusus yang aseli Ngayogyakarta Hadiningrat, paham konsep Sumbu Filosofi tersebut.
Mengapa orang-orang di Yogyakarta, baik yang asli maupun yang pendatang, perlu memahaminya? Karena saat ini Sumbu Filosofi sedang diajukan ke UNESCO agar diakui sebagai Warisan Budaya Dunia.
Utusan dari UNESCO pun sudah melakukan visitasi ke Kawasan Sumbu Filosofi Agustus lalu. Tentu setelah sebelumnya mempelajari data-data yang dikirimkan ke markas UNESCO sana.
Nah, lho. Kalau Sumbu Filosofi Yogyakarta kemudian resmi diakui sebagai Warisan Budaya Dunia, masak sih warganya sendiri malah tidak paham apa-apa terkait hal tersebut? Itulah sebabnya kampanye Sumbu Filosofi belakangan dipergencar.
Baiklah. Informasiku dalam format aksara cukup sekian, ya. Sisanya silakan cermati saja foto-foto berikut ini.
Tentu saja tiap atribut utama Sumbu Filosofi punya makna tertentu. Insyaallah nanti akan kukisahkan tersendiri. Terlalu panjang kalau kutuliskan sekarang. Tunggu ya.
Malah baru tau kalau itu namanya tugu golong gilig. Makasih artikelnya kak
BalasHapusHaaaaah? Muehehehe ....
HapusSmg sukses menjadi warisan budaya oleh Unesco ya
BalasHapusSemoga, Bang. Semoga pula dampaknya terasa bagi warga jelata macam saya.
HapusKangen Jogyakarta terobati dengan artikel dari kakak. Ternyata banyak budaya Jogyakarta yang belum saya ketahui secara detail. Semoga Sumbu Filosofi segera diakui sebagai warisan budaya dunia ya
BalasHapusHehehe. Yogyakarta memang semacam misteri yang masih perlu banyak diselami.
HapusKesimpulan saya setelah membaca tulisan ini adalah bahwa Sultan Hamengku Buwana 1 itu sosok yang sangat bijaksana ya sehingga beliau membangun dengan konsep filosofis, tidak cuma membangun secara fisik, namun juga makna. Memang harus diedukasikan kepada orang2 Jogja agar selaras dengan cita2 beliau dulu.
BalasHapusYup, benar banget Mbak.
HapusWaahhh ini adala satu diantara kabar baiiikk, semoga suskses untuk kegiatannya. Sumbu jogja ini sudah lama sekali saya tahu, tapi hanya sekedar tau secara umum saja tidak detail. Jadi pengen ke jogja.
BalasHapusDatanglah lagi ke Yogyakarta.
HapusSultan Hamengku Buwana 1 idealis dan arsitek yang keren banget yaa.. keren loh, apalagi sekarang, sepertinya susah sekali menuangkan apa yang ada di pikiran ke dalam tulisan, apalagi ini sampai dijadikan konsep bangunan filosofinya. Keren banget! Kapan2 kalau ke jogja bakal kesini sihh
BalasHapusIya. Cikal bakal Yogyakarta ternyata memang sekeren itu. Semoga bisa segera ke Yogyakarta.
HapusJadi tahu tentang Sumbu Filosofi ini, jadi kangen main ke Jogja, banyak budaya yg belum saya tahu secara detail, sukses untuk kegiatannya ya..ditunggu lanjutan ceritanya
BalasHapusAlhamdulillah kalau tulisan saya bisa berfaedah begini.
HapusAku baru tahu soal sumbu filosofi dan 3 atribut yang menjadi sumbu filosofi ini. Panggung Krapyak dan Tugu Golong Gilig (Tugu Pal Putih) aku juga baru tahu dari artikel ini. Nambah ilmu nih buat aku yang baru sekali ke Jogja :)
BalasHapusSyukurlah kalau begitu. Semoga bisa ke Yogyakarta lagi.
Hapussaya pun suka dengan berbagai makna pada landmark di jogja, mba. wah jadi kangen juga nih karena udah lama pol gak ke jogja.. terakhir ke sana ya sebelu pandemi
BalasHapusWah, sebelum pandemi, berarti 2 tahun lebih ya?
HapusAku suka banget dengan filosofis ini kak Sangkan Paraning Dumadi. sebagai manusia mestinya tidak lalai dari mana kita berasal, di dunia ini punya tugas apa, dan kelak hendak ke mana setelah meninggal dunia
BalasHapusBenar. Keren banget makna SF ini.
HapusWahh Yongyakarta ternyata keren abiss ya, sarat akan filosofi. Semoga suatu hari bisa ke sana!
BalasHapusSemoga bisa segera ke Yogyakarta, Mbak.
Hapuswah keren nih jogja smoga bs dinobatkan oleh UNESCO. jd kangen jogja
BalasHapusIya, Mbak. Semoga.
Hapus