HALO, Sobat PIKIRAN POSITIF? Ngomong-ngomong, pernah tahu buku Beri Aku Cerita yang Tak Biasa atau tidak? Yang kumpulan cerpen budaya filmis dari Elang Biru Ibu-Ibu Doyan Nulis itu, lho.
Bukunya didominasi warna biru muda. Di sampul depan ada gambar seorang perempuan berkebaya dan berkonde. Kondenya dihiasi bunga merah berukuran besar.
Iya, benar sekali. Yang peluncurannya secara resmi pada tanggal 21 Agustus 2022 di Auditorium Perpustakaan Nasional RI, bersama Elang Nuswantara.
Nah. Masih dalam rangkaian peluncuran Beri Aku Cerita yang Tak Biasa itu, pada tanggal 7 Oktober 2022 lalu Elang Biru - IIDN (Ibu-Ibu Doyan Nulis) menyelenggarakan webinar dengan topik "Menerbangkan Adikarya Nuswantara dalam Bingkai Cerita yang Tak Biasa".
Taburan Ilmu dan Hadiah
Acara tersebut berlangsung secara daring melalui Zoom, dimulai pukul 19.00-21.00 WIB. Free alias gratis, tetapi bertabur ilmu dan hadiah.
Seluruh peserta yang hadir, yang mengisi tautan presensi, diberi sertifikat. Kepada mereka diberikan pula potongan harga sebesar 10% untuk pembelian Beri Aku Cerita yang Tak Biasa hingga 15 Oktober 2022. Asyik 'kan?
Namun, rupanya ada yang lebih asyik. Tiap peserta berkesempatan mengikuti Instagram Challenge dan Kompetisi Liputan atas Webinar Elang Biru tersebut.
Hmm. Lihatlah. Hadiah untuk Kompetisi Liputan lumayan menggiurkan. Sejauh pengamatanku, IIDN memang selalu "serius" dalam memberikan apresiasi untuk kerja-kerja penulisan.
Siapa saja ya nanti yang bakalan jadi pemenang? Hmm. Mari tunggulah dengan sabar dan tawakal.
O, ya. Ada pula hadiah untuk penanya pertama yang berani open mic. Plus hadiah untuk tiga peserta yang dapat menjawab pertanyaan panitia penyelenggara.
Nah 'kan? Sungguh-sungguh bertabur hadiah.
Tiga Srikandi Literasi
Webinar Elang Biru dari Ibu-Ibu Doyan Nulis ini dipandu oleh Mbak Novarty, seorang narablog yang kerap memenangkan lomba kepenulisan.
Secara resmi acara dimulai dengan kumandang lagu kebangsaan "Indonesia Raya". Setelahnya langsung ke inti acara.
Sebagaimana yang tercantum pada poster di atas, yang menjadi narasumber Mbak Widyanti Yuliandari dan Mbak Kirana Kejora. Namun selain keduanya, ternyata masih ada satu narasumber lagi.
Siapakah dia? Tak lain dan tak bukan, dialah Mbak Rahmi C. Mangi, seorang dokter gigi dari Makassar, salah satu cerpenis dalam antologi Beri Aku Cerita yang Tak Biasa.
Tiga perempuan hebat tersebut sukses menginspirasi semua peserta. Mereka pun luwes berbagi ilmu dan motivasi kepada hadirin.
Mbak Widyanti Yuliandari, yang biasa disapa Mbak Wid, mendapat kesempatan pertama untuk berbagi. Beliau adalah seorang ASN sekaligus narablog (blogger), penulis, mentor menulis, dan Ketua Umum IIDN.
Malam itu beliau menyampaikan bahasan tentang Fiksi vs Nonfiksi. Yang kalau diringkas, beliau menyarankan agar hadirin tidak terlalu ketat melabeli diri sebagai penulis fiksi saja atau penulis nonfiksi saja.
Dalam arti, kalau ada kesempatan untuk menulis di luar genre yang biasa kita pilih, why not? Mengapa tidak dicoba dulu saja? Bukankah itu sebentuk wahana untuk belajar menulis juga? Bisa jadi memang terasa berat, tetapi BISA.
Beliau bahkan telah membuktikannya langsung dalam proses kelahiran Beri Aku Cinta yang Tak Biasa. Luar biasa.
Tak kusangka kalau Mbak Wid juga melalui jalan yang tak mulus untuk menyelesaikan cerpennya yang berjudul "Dari Taneyan Lanjang Menuju Wageningen". Kukira cuma aku yang kagok menulis fiksi karena terbiasa menulis nonfiksi.
O, ya. Sungguh menarik apa yang disampaikan Mbak Wid terkait antologi Elang Biru. Begini, "Beri Aku Cerita yang Tak Biasa adalah cara kami mensyukuri, menjaga, dan merayakan warisan budaya luhur Nusantara."
Mendengar pernyataan tersebut, kuteringat cerpenku yang terdapat dalam antologi itu. Kemudian rasa tidak percaya diriku muncul ketika Mbak Wid bilang, "Teman-teman Elang Biru yang senantiasa saya cintai dan banggakan ..."
Apakah ... apakah aku layak dibanggakan? Tentu aku senang kalau memang layak. Entahlah. Namun yang pasti, aku sungguh bangga menjadi bagian dari Elang Biru.
Pada kesempatan selanjutnya, Mbak Kirana Kejora yang berbagi inspirasi dan motivasi. Writerpreneur dan Pendiri Elang Nuswantara yang akrab dipanggil Buk'e itu seperti biasa, tampil dengan semangat membara. Tiap kalimatnya menyebarkan energi positif ke mana-mana.
Kali ini yang kugarisbawahi, "Fiksi itu harus based on data. Pedenya kita based on data. Kita penulis yang periset. Pengkhayal yang punya data."
Kemudian terkait kolaborasi dengan IIDN, Buk'e menyatakan, "Perempuan adalah amunisi terbesar bangsa ini untuk nguri-uri budaya. Ibu yang akan mendidik putra-putrinya. Entah itu biologis atau tidak, yang namanya ibu, emak, induk, akan merawat anaknya menjadi yang terbaik."
Wow! Tertohok sekali aku. Aku ini bagaimana sih, ya? Jadi penulis belum baik, jadi emak kok ya belum baik. Ckckck!
Baik, Mbak Wid, Buk'e, aku siap paksa diri untuk kembali banyak belajar, deh.
Setelah Buk'e Kirana Kejora, tampil Mbak Rahmi Aziz yang bernama pena Rahmi C. Mangi. Dalam antologi Elang Biru ini sumbangan cerpennya terkait budaya Bugis. Judulnya "Mappasikarawa Ati".
Dokter gigi yang satu ini memang memukau semangat berliterasinya. Menariknya, beliau juga menjadi kontributor yang paling banyak menjual buku.
Saat ditanya strateginya, ternyata simpel saja, yaitu menjaga silaturahmi dengan teman-teman. Tidak menyapa hanya ketika hendak menjual buku.
Baiklah. Demikian ceritaku tentang webinar Elang Biru tempo hari. Amat menyenangkan dan memotivasi. Inspiratif.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan Anda. Mohon tinggalkan jejak agar saya bisa gantian mengunjungi blog Anda. Happy Blog Walking!