HAI Sobat PIKIRAN POSITIF? Kali ini aku hendak bercerita tentang Diskusi Sastra Anak yang diselenggarakan di Taman Pintar Yogyakarta. Tentu masih dalam rangkaian Festival Sastra Yogyakarta 2022 tempo hari.
Lokasi diskusinya sesuai dengan tema 'kan? Di Taman Pintar, yaitu sebuah tempat di mana anak-anak bisa bermain sembari belajar. Plus bersastra juga tentunya.
Acara Diskusi Sastra Anak ini diselenggarakan tepat pada Hari Pahlawan, 10 November 2022. Beberapa hari saja setelah acara Diskusi Sastrastri di Pendapa Pasar Beringharjo.
Silakan baca juga: Buruh Gendong Beringharjo dan Sastra.
Sambutan dari Kadisbud Kota Yogyakarta (Dokpri) |
Nah! Jeda beberapa hari saja itu, tak sampai setengah minggu, ternyata membuatku otomatis membanding-bandingkan situasi jalannya kedua acara diskusi tersebut.
Memang sih, sama-sama diskusi sastra meskipun beda tema. Namun, entah kenapa aku merasa lebih enjoy dengan diskusi yang diadakan di Pendapa Pasar Beringharjo.
Kalau dilihat dari segi tempat, tentu tempat Diskusi Sastra Anak lebih representatif. Lebih nyaman dan kondusif. Yang bikin runyam sehingga aku tidak enjoy adalah sebagian pesertanya.
Ada apa dengan mereka? Mereka berisik. Terlalu kerap mengobrolkan perkara yang tak ada kaitannya dengam tema diskusi.
Yang duduk di samping kananku tepat malah membahas kue-kue yang menjadi penghuni kotak konsumsi yang disuguhkan kepada kami. Ampun, deh. Jadinya ya konsentrasiku terganggu.
Apakah mereka yang mengobrol itu anak-anak? O, sama sekali tidak. Mereka mahasiswa sastra, baik S-1 maupun S-2, dari sebuah PTN keren. 'Kan mengesalkan? Kalau anak-anak, bisalah aku memakluminya.
Alhasil, materi yang kuserap dari Diskusi Sastra Anak itu tak maksimal. Bagaimana bisa maksimal kalau aku mendengar uraian narasumber secara separo-separo. Paraaah.
Diskusi Sastra Anak yang kuikuti menghadirkan dua pembicara, yaitu Bu Novi dari FIB UGM dan Cak Lis dari Tamansiswa. Kedua narasumber tersebut dipandu oleh moderator Fara Dewi.
O, ya. Acara dibuka oleh Ibu Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta. Adapun para peserta berasal dari berbagai kalangan. Ada guru, pecinta sastra, dan mahasiswa. Yang terbanyak mahasiswa. Hmm. Sekarang kalian tahu 'kan penyebabku mendengar separo-separo?
Lalu, apa yang dimaksud dengan sastra anak? Sastra anak adalah sebuah karya kreatif dan imajinatif untuk anak. Penulisnya bisa anak, bisa pula orang dewasa.
Bentuk-bentuk sastra anak bisa berkembang dan berubah seiring perkembangan zaman. Misalnya sastra anak tradisional-konvensional yang kini beranjak ke bentuk sastra cyber.
Peralihan bentuk serupa itu bukan merupakan suatu dosa. Justru merupakan sebentuk penyesuaian terhadap dinamika zaman. Jadi, tak perlu dirisaukan.
Di ujung acara, masing-masing narasumber menegaskan bahwa sastra menarik bila kita tahu fungsinya. Lalu, apa fungsi sastra? Fungsinya adalah menyenangkan dan berguna.
Dengan demikian, mestinya sastra tidak dipandang sebagai sesuatu yang berat. Lagu anak dan permainan anak pun termasuk sastra. Keduanya menyenangkan toh?
Fungsi bergunanya bagaimana? Tentu saja ketika sastra bisa dipergunakan sebagai sarana untuk mempermudah hidup. Misalnya sastra bisa juga dipakai untuk belajar sains, untuk memberikan nasihat tanpa nada menggurui.
O, ya. Di samping penampilan narasumber, ada pula penampilan dari beberapa siswa SMP dan SMA yang membacakan geguritan. Yang tampak dalam foto berikut adalah salah satunya.
Demikian sekelumit ceritaku saat menghadiri acara Diskusi Sastra Anak dalam rangka Festival Sastra Yogyakarta. Semoga ada faedahnya.
Ahahhaa... Yang lain bahas sastra anak, tuh orang malah bahas kue. Mungkin perutnya lapar. 😂
BalasHapusHahahaha ... dan anak kos juga kali yaa ...
Hapus